Tepat pada saat ini, Farel kebetulan berada di ruang pantry kantor. Mendengar percakapan yang terjadi, dia tertegun sejenak.Selama ini, baik dia maupun Rio merasa kalau Clara tidak akan pernah rela meninggalkan perusahaan.Mereka juga yakin Clara akan mencari kesempatan untuk tetap bertahan, apa pun yang terjadi.Kemarin, saat Hilda yang akan menggantikan Clara tiba di perusahaan, mereka mengira Clara akan mengambil langkah antisipasi.Bagaimanapun, Hilda memiliki paras yang cantik. Clara mana mungkin akan membiarkan wanita seperti itu berada di sisi Edward.Namun, dalam dua hari terakhir, Clara bukan hanya menerima kehadiran Hilda, tapi juga mulai akrab dengannya. Bahkan sekarang, dia berniat mengajari Hilda bagaimana cara membuat kopi yang sesuai dengan selera Edward?Ini …Sebenarnya apa yang terjadi?Clara tentu tidak menyadari kebingungan yang ada dalam benak Farel.Baginya, cukup menyelesaikan pekerjaan yang menjadi rutinitasnya selama ini. Dia juga menolak ajakan Hilda untuk m
Saat mendengarnya, reaksi orang-orang pun beragam.Selama beberapa tahun terakhir, memang ada rumor tentang Edward sudah menikah sejak beberapa tahun lalu. Namun, tak ada seorang pun yang tahu siapa istri Edward.Sementara itu, ada juga yang bilang kalau Edward belum menikah.Mereka tidak tahu kebenarannya dan tidak berani bertanya lebih lanjut.Jadi saat mendengar Edward membahas putrinya, mereka tampak terkejut.Namun, tidak ada yang berani bertanya lebih lanjut.…Selesai makan malam, Elsa masih terduduk menunggu kepulangan Clara.Waktu terus berjalan hingga lewat pukul sembilan. Elsa pun sudah selesai mandi, tapi Clara masih tak kunjung pulang.Dia tak hentinya memperhatikan pergerakan di luar.Waktu sudah lewat pukul sepuluh malam. Saat terdengar suara deru mesin mobil di luar, mata Elsa berbinar. Dia segera berlari menuruni tangga dan berteriak, “Mama!”Suaranya yang ceria terhenti begitu melihat sosok Edward masuk ke dalam rumah.“Ayah?” ucapnya lirih.Edward menyerahkan manteln
Persis di detik ini, tiba-tiba ponsel Edward berdering.Clara lantas menoleh, pandangannya jatuh pada ponsel yang tergeletak di meja. Di layar, terpampang jelas sebuah nama “Sayang”.Clara mengira dirinya tidak akan peduli lagi.Namun, setelah mencintainya bertahun-tahun, dia tidak mudah melepaskannya.Nama “Sayang” sukses membuat hatinya sakit. Dia pun mengalihkan pandangannya.Sementara itu, Edward menangkap kesedihan yang tersembunyi di mata Clara. Namun, tanpa ragu sedikit pun, dia mengangkat telepon itu di depannya. “Ada apa?” ucap Edward lembut.Elsa tentu juga memperhatikan gelagat ayahnya. Dalam ingatannya, Edward hanya akan bersikap lembut jika berhadapan dengan Vanessa.Seakan lupa Clara sedang bersamanya, dia bertanya dengan gembira, “Ayah, itu Tante Vanessa?”“Ya,” jawab Edward datar.Elsa hendak berkata jika dirinya juga ingin berbicara dengan Tante Vanessa, tapi dia tersadar Clara sedang duduk bersamanya. Dia tahu ibunya tidak menyukai Vanessa. Jadi kata-kata yang ingin
“Kamu…”Clara mengulurkan tangannya seraya berkata, “Terima kasih atas bantuannya selama ini.”Farel masih belum tersadar, tapi tetap menjabat tangan Clara, lalu berkata, “Sama-sama.”Selesai membereskan barangnya di kantor, Clara pun pergi.Farel tidak percaya Clara akan benar-benar pergi.“Ngapain bengong?” seru Rio sambil menepuk Pundak Farel.“Clara resmi keluar dari perusahaan.”“Benaran?” ucap Rio tak percaya.Clara benar-benar rela meninggalkan perusahaan? Kenapa ini terasa tidak nyata?Rio lantas mencibir, berkata, “Sekarang dia memang pergi, tapi bukan berarti dia nggak bisa kembali lagi. Kita lihat aja, nggak butuh waktu lama, kok. Nenek Keluarga Anggasta pasti akan membantunya kembali.”Farel terdiam tak membalas ucapan Rio.Meski agak tidak percaya, sikap Clara belakangan ini membuat Farel merasa kalau wanita itu benar-benar serius.Setelah meninggalkan Group Anggasta, Clara langsung pulang ke rumahnya.Selama dua hari berikutnya, dia tidak mendapatkan telepon dari Elsa. Ya
Keesokan harinya.Setelah demam Raisa benar-benar reda, barulah Clara pulang.Gaun untuk menghadiri jamuan makan besok malam masih belum dia siapkan.Sore harinya, dia menyempatkan keluar rumah.Sesampainya di butik mewah, terlihat beberapa pegawai butik, termasuk manajer butik sedang sibuk mengurus sebuah gaun.Sampai-sampai saat Clara melangkah masuk untuk mendekat, barulah mereka menyadari kedatangan Clara.“Permisi, Kak. Ada yang bisa kami bantu?” tanya pegawai butik.“Aku mau lihat-lihat dulu.”“Baik, silakan, Kak.”Meski menjadi menantu Keluarga Anggasta, Clara selama ini sangat jarang menghadiri jamuan mewah.Bagaimanapun, setiap kali menghadiri acara formal seperti itu, Edward dan Sinta tidak pernah mengajaknya.Sementara nenek Keluarga Anggasta, setelah bertahun-tahun pensiun, nenek tak lagi peduli pada lingkaran sosial semacam itu.Clara tidak terlalu paham soal gaun mewah. Hanya saja, sahabat dekatnya, Raisa, adalah seorang desainer busana kelas atas. Karena sering bersama,
Clara tampak tertegun saat mendengar nama Vanessa.“Vanessa? Kamu bilang namanya Vanessa? Maksudnya Vanessa Gori? Vanessa yang baru kembali dari Negara Latvin?” cecar Clara.Dylan mengangguk, ekspresinya pun sedikit terkejut, berkata, “Ya, kamu kenal?”“Dia adik tiriku,” jawab Clara.Dylan langsung terdiam.Dia tahu sedikit tentang kondisi Keluarga Hermosa.Dia juga tak menyangka akan ada kebetulan seperti ini.Tatapan Clara berubah dingin, lantas lanjut berkata, “Dia juga selingkuhan Edward.”Dylan tiba-tiba menginjak rem.“Kamu… ” Dylan terbelalak menatap Clara.Clara lantas menggelengkan kepalanya, sambil berkata, “Aku baik-baik aja.” Wajah Clara tampak tenang, dia pun lanjut berkata, “Hanya saja, nggak masalah kalau kamu anggap aku menyalahgunakan wewenang, tapi aku nggak setuju dia masuk perusahaan kita.”Raut wajah Dylan berubah serius. Tanpa ragu, dia langsung menyetujuinya, berkata, “Nggak kok. Aku dukung keputusanmu.”“Makasih,” ucapnya. Perasaannya mulai menghangat. Dia tampa
Saat mereka tiba, aula tempat jamuan diadakan sudah hampir penuh dengan tamu undangan.Malam ini, Clara terlihat cantik dan luar biasa. Tidak heran, begitu masuk langsung menarik perhatian banyak orang.Tuan rumah dan Dylan memiliki hubungan yang cukup dekat. Saat melihat mereka, tuan rumah menyambut dengan senyuman.Tepat di saat hendak menyapa mereka, tiba-tiba pintu masuk kembali terbuka, tamu lain pun juga tiba.Saat melihat siapa tamu yang datang, tuan rumah sontak terkejut, seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat.Sama halnya dengan tamu lain, pun terkejut saat melihat siapa yang datang.Clara dan Dylan berdiri membelakangi pintu masuk. Mereka berdua tak tahu apa yang terjadi. Saat melihat ekspresi para tamu yang tiba-tiba terkejut dan tampak antusias, mereka berdua penasaran.Saat hendak menoleh ke belakang, tuan rumah memberikan ucapan maaf lalu melewati mereka, berjalan ke arah pintu menyambut tamu yang baru datang.“Pak Edward, Pak Dani, Pak Gading.”Jantung Clara berdeg
Awalnya memang ada perasaan terkejut dalam dirinya, tapi dia tak lagi peduli.Banyak tamu berbondong-bondong ke arah Edward dan rombongannya, membuat kerumunan bak dinding tebal. Edward dan rombongannya benar-benar tidak menyadari keberadaan Clara.Sekilas, Clara tampak lembut dan anggun, tapi Dylan tahu, dalam diri Clara sebenarnya tersembunyi keberanian dan tekad yang besar.Asalkan Clara ingin dan tertarik pada satu hal, dia akan berusaha sebaik mungkin mendalaminya. Sekalipun hasil akhirnya tidak memiliki nilai pasar, dia tetap merasa puas dan menikmatinya.Menurutnya, sesuatu itu berguna atau tidak, hanya bisa diketahui setelah mencobanya.Sama halnya dengan masalah hati.Clara mencintai Edward. Maka, dia berani mempertaruhkan masa depannya, meninggalkan kesempatan studinya dan tanpa ragu memilih menjalani kehidupan berumah tangga.Sekarang Clara sudah mencoba pilihannya. Meski pengorbanan yang harus dibayar begitu besar, Dylan tak pernah melihat ada penyesalan di mata Clara.Jadi
Pembicaraan kerja sama dengan Pak Markus berjalan sangat lancar.Dua hari kemudian, kedua pihak menandatangani kontrak, dan Pak Markus sudah punya rencana lain, jadi dia meninggalkan kantor Morti Group.Setelah seharian kelelahan, Clara dan Dylan kembali ke ruang konferensi dan minum beberapa minuman hangat. Tepat saat mereka sedang beristirahat, Sarah datang dan meletakkan setumpuk tebal undangan di hadapan mereka sambil berkata, "Ini semua undangan ke pesta koktail akhir tahun yang kita terima dalam beberapa hari terakhir."Setidaknya ada tiga puluh undangan di sini.Undangan yang dikirim oleh Doni, Dani, Anggasta Group dan X-Tech juga ada di antaranya.Clara dan Dylan melihat dan menemukan Keluarga Gori juga telah mengirim undangan.Pada undangan yang mereka kirim, selain Dylan, nama Clara juga tertulis di sana.Dylan duduk di depan meja konferensi, memegang undangan yang dikirim oleh Keluarga Gori dan tersenyum, "Tampaknya perusahaan kita cukup menarik."Dibandingkan perusahaan mer
Namun, Ervan dan yang lainnya sudah berbalik dan naik ke lantai atas, dan tidak melihat Dylan yang baru saja keluar dari mobil.Dylan menarik kembali pandangannya dan bergegas menghampiri Pak Markus.Setelah memberi salam kepada Pak Markus, mereka hendak naik ketika Edward tiba.Begitu dia turun dari mobil, Pak Markus melihatnya dan berkata dengan heran, "Pak Edward!"Edward melihat Clara dan Dylan, ekspresinya tidak berubah, dan dia menjabat tangan Pak Markus yang berjalan ke arahnya sambil tersenyum tipis, "Kapan Pak Markus sampai ke ibu kota?""Baru saja sampai." Pak Markus berkata sambil tersenyum, "Pak Edward terakhir kali bilang kita bisa makan malam bersama saat senggang. Kapan Pak Edward punya waktu? Bagaimana kalau malam ini..."Edward berkata, "Saya sibuk hari ini, bagaimana kalau lusa?""Oke, kalau begitu lusa."Melihat Edward dan Pak Markus mengobrol, Dylan mengerutkan bibirnya dan berbisik, "Baru setengah bulan merasa tenang, aku nggak sangka ketemu mereka lagi hari ini."
Tepat saat dia hendak maju untuk menyambut tamunya, dia melihat sosok yang dikenalnya muncul di belakang orang itu.Ketika melihat Ervan, ekspresi Clara tetap tidak berubah.Ervan tidak melihatnya, namun seorang anak laki-laki berusia sekitar delapan belas tahun di sampingnya melambaikan tangan dengan gembira ke arah seberang pintu keluar, "Mama, Kakak, ayah dan aku ada di sini!"Mendengar perkataan anak laki-laki itu, Clara tiba-tiba berhenti dan menyadari siapa dia.Saat menoleh untuk melihat, dia melihat Rita dan Vanessa seperti yang diduga.Rita dan Vanessa tersenyum, Andrew Gori berlari ke arah mereka dengan antusias.Pada saat itu, Markus Solari, mitra Morti Group, datang sambil tersenyum dan menyapanya terlebih dahulu, "Bu Clara."Clara mengendurkan kedua telapak tangannya yang terkepal, mengalihkan pandangannya, tersenyum dan menjabat tangan pria itu, "Pak Markus."Pada saat itu, Rita, Ervan dan yang lainnya akhirnya melihat Clara.Ervan mengerutkan kening.Senyum Rita sedikit
Tepat saat dia memikirkan hal itu, Dani melihat mobilnya dan berjalan ke arahnya.Clara perlahan menurunkan jendela mobilnya, "Pak Dani."Dani berkata, "Selamat pagi."Clara mengangguk, "Selamat pagi." Kemudian dia bertanya, "Pak Dani, ada apa pagi-pagi ke sini?"Sebenarnya tidak ada yang akan dilakukan Dani di sini.Dia hanya mengingat tebakannya kemarin malam...Dia berkata, "Sabtu malam lalu, aku melihatmu, Pak Dylan, dan Prof Nian di pintu masuk restoran."Clara mendengarkan, dan sebelum dia bisa bereaksi mengapa Dani tiba-tiba berkata seperti itu, dia mendengar Dani bertanya, "Kamu juga murid Prof Nian, ‘kan?"Clara tertegun, mengerutkan kening dan menatapnya, "Kamu..."Dani melihat jawabannya dari reaksi Clara.“Jadi, kedua proyek Morti Group ini juga dikembangkan olehmu, ‘kan?”Clara mengerutkan bibirnya, "Kamu kenapa...""Satu pertanyaan terakhir." Dani berkata, "Bahasa pemrograman CUAP Morti Group juga diciptakan olehmu, ‘kan?"Meskipun dia tidak menguasai bahasa pemrograman a
Dylan mengusap pelipisnya yang sakit, matanya hampir tidak bisa terbuka, "Aku tahu kamu pasti belum tidur!""Aku mau turun untuk sarapan sekarang. Kita ngobrol lagi nanti?"Mata Dylan perih, dia duduk di kursi dengan wajah nggak semangat, tetapi nadanya sangat bersemangat, "Tentu saja, kita harus bicara!"Inspirasi sangatlah cepat berlalu.Tentu saja harus segera dibicarakan saat inspirasi itu masih hangat."Oke."Setelah sarapan, Clara hendak melakukan obrolan video dengan Dylan ketika Willy menelepon."Saya baru saja menerima telepon dari pengacara Pak Edward. Sertifikat properti untuk tiga rumah yang diberikan Pak Edward pada Ibu beberapa waktu lalu telah diproses. Saya akan pergi dan mengambil sertifikat properti itu nanti. Kapan Bu Clara punya waktu untuk datang dan mengambilnya? Kalau Anda nggak punya waktu, kita bisa membuat janji nanti dan saya akan mengirimkan sertifikatnya kepada Ibu."Clara hampir lupa tentang itu.Pikirannya tidak tertuju pada masalah itu sekarang.Setelah
"Dani?"Edward, Gading dan yang lainnya terkejut ketika mereka melihatnya berdiri tiba-tiba.Melihat dia yang tampak agak aneh, lalu bertanya, "Ada apa?"Dani tiba-tiba tersadar, tatapannya jatuh pada Edward dan Vanessa, lalu dia perlahan menggelengkan kepalanya, "Nggak apa-apa."Setelah itu, dia duduk kembali.Diana berkata, "Kak Dani, aku..."Dani tampaknya tidak mendengar, dia menoleh untuk berbicara kepada Tania dengan suara lembut, "Tania, apa kamu haus? Mau minum?"Tania menjawab, "Iya."Tania berlari mendekat, minum dua teguk air dari tangan Dani, lalu berlari kembali untuk mengobrol dengan Elsa.Baru saja mereka membicarakan tentang mainan kecil yang dibawakan Elsa untuknya.Setelah minum dan kembali ke Elsa, Tania menyerahkan sebuah figur karakter kepada Elsa, "Aku membeli ini waktu aku pergi ke bioskop saat Tahun Baru. Ini untukmu."Elsa sangat menyukainya dan menerimanya dengan terkejut, "Kamu juga pergi ke bioskop pas Tahun Baru?""Iya, om dan tanteku mengajakku ke sana." T
Setelah menyerahkan makalahnya secara resmi, mereka mengundang Prof Nian makan malam bersama.Saat itu, Prof Nian tidak menolak.Ketika mereka tiba di restoran, Clara dan Prof Nian keluar dari mobil dan naik ke lantai atas. Mereka tidak menyadari mobil Dani diparkir tidak jauh dari mobil mereka.Namun, Dani menghentikan langkahnya untuk keluar dari mobil setelah melihat Clara dan yang lainnya.Setelah menunggu sekitar dua tiga menit, dia akhirnya keluar dari mobil sambil menggendong Tania yang masih mengantuk.Gading adalah orang pertama yang tiba.Melihatnya, dia berkata, "Kamu sudah sampai?"Dani mengangguk, "Iya."Beberapa menit kemudian, Tania baru saja bangun, Edward, Vanessa, Elsa dan Diana juga tiba.Melihat Diana, Dani menurunkan pandangannya.Diana sangat bersemangat. Dia berjalan cepat ke arahnya dan menyapanya dengan suara manis, "Kak Dani."Dani menatapnya acuh tak acuh tanpa menjawab.Diana tiba-tiba merasa sedikit malu. Pada saat itu, Elsa datang dan melihat Tania terliha
Mereka sudah tahu tentang hal itu.Sekarang mendengar Diana membicarakannya, Fani tersenyum sangat bahagia.Namun, Vanessa masih berkonsentrasi membaca, tanpa ada reaksi di wajahnya.Hal yang sama berlaku pada Rita.Tampaknya Clara tidak layak mendapatkan perhatian mereka.Melihat Diana masih ingin melanjutkan, Rita berkata dengan tenang, "Diana, sepupumu masih belajar, jangan ribut dan mengganggunya.""Oh, oke."Melihat ekspresi serius Vanessa, Diana berkata, "Bukannya gurumu sudah datang tadi pagi? Sekarang sudah lewat jam lima sore, tapi kamu masih belajar. Aku bahkan merasa capek hanya dengan melihatmu. Apa kamu nggak capek?"Fani berkata, "Pasti capek, tapi sepupumu adalah orang yang akan melakukan hal-hal hebat. Coba lihat dirimu, aku selalu menyuruhmu untuk belajar dari sepupumu, tapi kamu nggak mau dengar."Setelah itu, dia tersenyum dan berkata dengan perhatian, "Vanessa, nggak peduli seberapa keras kamu belajar, kamu tetap harus istirahat yang cukup. Bagaimana kalau kamu maka
Marcel tidak senang dituduh berbohong.Setelah Sinta menenangkannya, dia langsung merasa jauh lebih baik.Elsa, yang berdiri di samping, juga berhenti menangis setelah mendengar semua penjelasan itu.Pasti seperti itu, kemungkinan besar Marcel memang salah lihat orang.Orang itu pasti bukan mamanya.Memikirkan hal itu, dia merasa jauh lebih baik.Tetapi dia kemudian teringat Clara pernah memuji kalau Bella itu sangat imut.Apalagi, mereka tampak sangat akrab satu sama lain.Ketika Elsa memikirkan hal itu, dia bahkan tidak punya waktu untuk menyeka air matanya, dan merogoh saku Edward, "Ayah, ponsel!"Setelah mendengar apa yang dikatakan Sinta, Edward secara garis besar mengetahui apa yang telah terjadi.Dia menyeka air mata Elsa dengan ibu jarinya, setelah itu, menyerahkan ponsel padanya.Elsa dengan cepat memasukkan nomor Clara dan menghubungi nomor itu.Clara telah selesai menonton filmnya.Saat itu, mereka sedang bermain gim di arena permainan yang ada di sebelah bioskop.Ketika mel