Share

Bab 2 Dia Ingin Pisah Rumah dengan Theo

"Kayla, apa maksud kontrak perceraian itu?"

Setelah mendengar suara suram Theo, Kayla langsung tersadar.

"Seperti yang tertulis."

Theo berkata sambil menyeringai, "Sebelum bekerja, datanglah ke kantorku untuk mengambil kembali sampah ini. Jam 8 malam, aku mau melihatmu dan ... barang-barangmu sudah berada di Vila Aeris."

Kayla juga menjawabnya sambil menyeringai, "Theo, apa otakmu ...."

Bermasalah?

Dia tertegun. Seketika, dia menyadari makna lain dari panggilan ini.

"Kamu nggak perlu khawatir Raline akan disebut sebagai wanita simpanan. Hanya orang tua kita dan beberapa teman yang mengetahui soal pernikahan kita. Di mata orang lain, kamu tetap adalah pria sejati yang bersedia memikul semua kesulitan untuk membiarkan sang kekasih pergi menggapai cita-cita. Kini, kebahagiaan sudah menghampirimu, selamat."

Semalam, Theo dipotret oleh para wartawan saat mengantar Raline ke rumah sakit. Hari ini, kalau berita Kayla mengajukan gugatan cerai terungkap ke media, Raline akan dicap sebagai wanita simpanan.

Setelah Kayla selesai berbicara, dia baru menyadari bahwa Theo sudah mengakhiri panggilan.

Bajingan ini ....

Hotel tempat tinggal Kayla sekarang sangat dekat dengan Perusahaan Oliver, jadi Kayla tidak terburu-buru. Setelah menyantap sarapan, dia baru pergi ke stasiun kereta bawah tanah.

Sejak menikah dengan Theo, dia menyetujui permintaan ibu mertuanya untuk menjadi asisten pribadi Theo di Perusahaan Oliver.

Meskipun disebut sebagai asisten, pekerjaannya lebih seperti pengasuh.

Biasanya, dia bertanggung jawab atas makanan pokok Theo dan berbagai pekerjaan sehari-hari, dia adalah jenis karyawan yang melakukan segala tugas untuk memperoleh gaji.

Tidak ada seorang pun di perusahaan yang tahu bahwa dia adalah istri Theo, istri bos Perusahaan Oliver.

Dipikirkan saja sudah cukup menyedihkan. Selingkuhan diekspos, sedangkan istri sah malah diperlakukan seperti simpanan. Terkadang, dia menumpangi mobil Theo berangkat kerja, tetapi dia perlu turun di persimpangan jalan.

Sesampai di kantor, Kayla langsung menyalakan komputer dan mulai mengetik surat pengunduran diri. Dia akan segera bercerai, mana mungkin bekerja menjadi pengasuh lagi!

Seseorang yang berjalan melewatinya mendesah, lalu berkata, "Haih, Bu Kayla, apa kamu akan mengundurkan diri? Apa pacar kayamu itu sudah melamarmu?"

Kayla yang sedang mengetik pun tertegun. Suatu hari, ada yang melihatnya turun dari mobil Theo, orang itu kaget dan bertanya apakah dia datang dengan mobil Theo.

Saat itu, dia tidak ingin orang-orang mengetahui hubungannya dengan Theo, jadi dia berbohong bahwa dia punya pacar dan itu adalah mobil pacarnya.

Jadi, keesokan harinya, gosip bahwa Kayla mempunyai pacar kaya pun beredar di seisi kantor. Selain itu, mobil mewah yang dikendarai oleh pacarnya sama persis dengan milik Theo.

Alasan mengapa tidak ada yang curiga pada Theo adalah karena semua orang di lantai 36 tahu bahwa Theo tidak pernah memakan makanan yang dipesan oleh Kayla dan selalu membuangnya ke tong sampah.

Hanya Kayla yang bodoh, sehari tiga kali, dia tidak pernah melewatkan satu kali pun.

Saat ini, Kayla menyangkal, "Nggak, kami sudah putus."

"Bisa-bisanya kamu melepaskan pria kaya sepertinya. Kalau aku adalah kamu, sekarang, aku pasti sudah menangis histeris!" Sebagian orang merasa kasihan padanya dan di antara orang-orang ini, banyak yang berbahagia di atas penderitaannya.

Mengingat kekasih kayanya, Kayla pun berkata, "Di tubuhnya, hanya mulutnya yang paling keras. Nggak putus mau ngapain?" Meskipun nada bicaranya sangat santai, terdapat maksud sinis di kalimat ini.

"Tempat lain nggak bisa mengeras?"

"Ehem!"

Suara batuk yang canggung menyela pembicaraan orang-orang. Semua orang langsung menoleh. Semuanya tercengang ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu kantor!

"Pak Theo ...."

Orang yang batuk adalah Axel Cendana, asisten khusus direktur utama. Dia melirik direktur di sampingnya sambil berkata, "Jangan membicarakan masalah pribadi selama jam kerja, terutama yang aneh-aneh seperti ini."

Theo melirik semua orang dan akhirnya matanya tertuju pada Kayla. Pupilnya yang hitam terlihat muram dan tajam. "Bu Kayla, datanglah ke kantorku. Hari ini, semua orang yang mengobrol potong gaji dua juta. Pergilah ke departemen keuangan untuk menandatangani denda."

Semua orang di tempat langsung bubar, kecuali Kayla. Dia masih lanjut mengetik dan ekspresinya sama sekali tidak berubah ....

Kantor Theo bergaya minimalis. Ketika Kayla masuk, Theo sedang memegang sebuah dokumen sambil mengetukkan jari-jarinya dengan santai.

Kayla tahu bahwa dokumen itu adalah kontrak perceraian yang dia kirimkan ke vila pagi ini.

Kayla berjalan ke depan meja, lalu berdiri tegak. "Pak Theo."

Theo mendongak. Tidak terlihat sedikit pun kemarahan di wajahnya yang datar. Namun, seiring berbicara, suaranya terdengar makin berat. "Mulutku adalah benda terkeras di tubuhku. Bagaimana bisa Bu Kayla menyimpulkan hal ini?"

Kayla menggertakkan giginya sambil berpura-pura bodoh. Kalau sampai dia menjawab pertanyaan ini, dia benar-benar bodoh.

Setelah suasana hening ini berlangsung selama belasan detik, Theo pun menyudahi topik ini dan melemparkan surat perceraian ke atas meja.

"Jelaskan, apa alasan bercerai?"

Kayla termenung selama beberapa detik, lalu menjawab dengan datar, "Seperti yang tertulis."

Dia menulis dengan sangat jelas dan mudah dimengerti.

"Tiga tahun menikah, nggak ada hubungan suami istri sehingga nggak dapat memenuhi kebutuhan dasar sang istri. Diduga pihak lelaki mengalami disfungsi seksual."

Setiap Theo membacakan satu kata, kulit kepala Kayla seolah-olah menegang. Dia khawatir pria ini akan marah besar dan mencekiknya sampai mati.

Namun, hal yang dia katakan adalah kenyataan. Selama tiga tahun menikah, Theo tidak pernah menyentuhnya.

Ketika Theo membacakan soal pembagian properti, hawa dingin melintas di matanya. "Sepertinya pengabdianmu sebagai asisten selama tiga tahun ini nggak sia-sia. Kamu tahu jelas semua properti yang kumiliki. Tapi, Kayla, kamu kira kamu bisa mengambil hartaku?"

Kayla sudah mempersiapkan diri untuk pergi tanpa memperoleh apa pun, dia sama sekali tidak peduli dengan hal-hal ini.

Namun, sikap cuek seperti ini malah memprovokasi Theo. Dia mengulurkan jari-jarinya yang terkepal untuk mencubit dagu Kayla. "Setelah bercerai denganku, apa kamu bisa menghidupi dirimu? Dengan gaji 10 juta sebulan? Jangankan biaya sewa, apa cukup untuk membeli kalung di lehermu?"

Terdengar sarkasme di setiap kata-kata ini.

Kayla memiringkan kepalanya untuk melepaskan diri dari cubitan Theo. Namun, dia bukan hanya gagal, tetapi juga makin kesakitan.

Dia menahan rasa sakit sambil berkata, "Ini urusanku, kamu nggak perlu khawatir."

"Hehe." Theo mencibir dan sekujur tubuhnya pun dipenuhi dengan amarah. "Apa kamu sudah menemukan target berikutnya?"

...

Melihat Kayla terdiam, Theo menganggap dirinya benar.

Dia tiba-tiba tertawa dan bibir tipisnya pun terangkat. Dia melepaskan tangannya yang sedang mencubit dagu Kayla sambil berkata, "Sepertinya ada satu hal yang belum kamu pahami. Kamu nggak berhak menentukan apakah kita akan bercerai. Masih tersisa tiga bulan sebelum batas yang ditentukan."

Namun, menurut Kayla, tidak ada gunanya menunggu sampai waktu yang ditentukan. Lagi pula, selama tiga tahun menikah, Theo tidak pernah menganggapnya sebagai istri, apalagi tiga bulan terakhir ini?

Theo bersikap seperti ini karena Kayla yang mengajukan perceraian. Theo merasa dipermalukan dan tindakannya ini akan merusak reputasi Raline.

Sifat buruk pria!

Tampaknya hari ini mereka tidak akan bisa bercerai, jadi Kayla hanya bisa memperjelas sikapnya.

"Nggak peduli berapa lama lagi, aku nggak akan kembali ke rumah itu lagi."

Theo tiba-tiba memandangnya dengan tatapan merendahkan. "Maksudmu, kamu mau pisah rumah denganku, hah?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status