Share

Bab 7 Tidak Bisa Mengendalikan Diri

Kayla memang sengaja. Merebut pria harus menggunakan cara keji.

Jakun Theo bergulir ke atas dan bawah. Tangannya yang sedang memegang ponsel menegang dan jari-jarinya mengepal.

Terdengar suara di ujung lain telepon. "Pak Theo, kalau kaki Raline lumpuh, kariernya sebagai penari akan berakhir. Dulu, demi menjadi penari internasional, dia nggak ingin Anda digosipkan karena latar belakangnya, dia sudah cukup banyak menderita. Sekarang, dia cedera dan setiap minggu perlu menjalani terapi fisik."

Theo menggertakkan giginya, lalu turun dari kasur sambil berkata, "Jaga dia dulu."

Kayla tidak menahan Theo karena dia tahu pria itu tetap akan pergi, jadi dia tidak ingin mempermalukan diri sendiri.

Lagi pula, dia tidak ingin merebut Theo, dia hanya ingin ... membuat Raline kesal, ini juga termasuk balas dendam.

Setelah berganti pakaian, Theo langsung pergi. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun pada Kayla.

Di lantai bawah, semua orang sudah tidur, hanya tersisa lampu darurat yang masih menyala.

Dia berjalan ke pintu utama untuk mengganti sepatu dan terdengar suara "klik", lampu kristal besar yang berada di ruang tamu tiba-tiba menyala ....

Terlihat Evi berdiri di depan pintu dapur sambil memegang remot pengontrol lampu. "Sudah larut, kamu mau pergi ke mana?"

Theo mengerutkan keningnya sambil berkata, "Bu, kenapa belum tidur?"

"Hei, kenapa kamu menelantarkan Kayla malam-malam begini?"

Theo mengatupkan bibirnya sambil berkata dengan ekspresi datar, "Tadi aku nggak bisa mengendalikan diri dan melukainya. Aku pergi membelikan obat."

Kata-katanya agak ambigu, tetapi Evi langsung paham. Bagaimanapun, semangkuk sup pemacu energi diresepkan oleh dokter terkenal, khasiatnya pasti bagus.

Senyuman langsung muncul di wajahnya yang dingin. Namun, dia tetap menyalahkan Theo. "Apa kamu belum dewasa? Nggak bisa lebih lembut? Sana pergi beli obat. Ya sudah, bawa Kayla sekalian. Kalau parah, pergilah ke rumah sakit. Bisa gawat kalau sampai infeksi."

Theo tertegun.

Akhirnya, di bawah tatapan galak Evi, Theo pun menelepon Kayla dan menyuruhnya segera turun setelah berganti pakaian.

Mendengar nada bicaranya yang panik, Kayla mengira terjadi sesuatu. Dia buru-buru mengenakan pakaian dan berlari turun.

Tak disangka, yang dia lihat adalah adegan Theo dan Evi berdiri berhadapan.

Theo berkata dengan suara berat, "Kamu sedang nggak enak badan, ikut aku pergi beli obat."

Kayla kebingungan. Kapan dia tidak enak badan?

Dia melirik Evi dan mengerti. Ternyata Theo menggunakannya sebagai tameng!

Dia mendelik Theo dengan kesal sambil memaki dalam hati, 'Dasar berengsek!'

Evi yang kegirangan sama sekali tidak menyadari gejolak di antara mereka. Melihat celana ketat yang dikenakan Kayla, dia segera berkata, "Gantilah celana longgar. Celana ketat bisa menghambat pemulihan luka. Sekarang, cuaca sangat panas, bisa infeksi kalau luka terbungkus seperti itu."

"Bu, maksud Anda ...."

Apa-apaan ini?

Tunggu, dia penasaran sebenarnya bagian tubuh mana yang tidak nyaman?

Namun, Theo segera mengulurkan tangannya untuk menarik Kayla, Kayla pun langsung masuk ke dalam pelukannya dan dirangkul olehnya. "Kami pergi dulu, beristirahatlah lebih awal."

Evi memelototinya sambil berseru, "Kayla terluka, kenapa kamu masih begitu kasar? Kalau dokter keluarga kita wanita, aku pasti sudah memanggilnya datang untuk memeriksa Kayla, buat apa menyuruhmu?"

"Ya," jawab Theo dengan santai. Namun, Kayla masih kebingungan, dia yang dirangkul oleh Theo pun berjalan keluar dengan patuh.

"Tunggu." Evi teringat akan suatu hal penting dan bergegas ke dapur. Ketika dia kembali, dia membawa sekantong bahan obat-obatan tradisional sambil berkata, "Khasiatnya cukup baik, bawa pulang. Kalau lagi santai, suruh pembantu masakkan untuk kalian dan minum semangkuk setiap malam."

Theo mengatupkan bibirnya sebelum berkata, "Simpan untuk Ayah saja."

"Ayahmu nggak perlu ini," jawab Evi dengan lugas.

Kayla tercengang.

Apa ayah mertuanya sudah lihai tanpa perlu meminum ramuan atau minum pun tidak ada gunanya?

Apa ini adalah hal yang patut didengarkan oleh junior sepertinya?

Melihat Theo tidak menjawab, Evi segera menyerahkan kantong obat kepada Kayla sambil berkata, "Cepat pergi, jangan hanya membeli obat, pergi periksa ke rumah sakit."

Sejak berjalan keluar dari vila Keluarga Oliver, Kayla tidak mengatakan sepatah kata pun. Sesampainya di dalam mobil, dia baru bertanya, "Sebenarnya apa yang kamu katakan pada Ibu?"

Theo tidak ingin membahas hal ini.

Theo melirik obat yang masih dipegang Kayla, lalu mengangkat alisnya sambil berkata dengan nada dingin, "Kenapa? Kamu benar-benar akan membawanya pulang dan setiap malam memasakkannya untukku?"

Kayla tertegun sejenak dan langsung melempar kantong obat itu ke kursi belakang, seperti sedang membuang sampah. Dia tidak lupa menambahkan, "Jadi, ibu memang paling memahami putranya. Ibu tahu kamu nggak sanggup, jadi menyiapkan obat untukmu."

"Nggak sanggup?" Theo berkemudi dengan satu tangan dan menyebutkan dua kata ini dengan nada main-main. Dia melirik Kayla sambil bergumam, "Lalu pas pertama kali siapa yang sampai harus dijahit dan berbaring selama beberapa hari di rumah sakit?"

Kayla memandangnya dengan penuh belas kasihan. "Pernahkah kamu berpikir bahwa aku dijahit bukan karena kamu hebat, tapi karena keterampilanmu yang buruk? Apa kamu pernah dengar wanita masuk rumah sakit sampai dijahit karena pecah keperawanan? Menghadapi kasus unik seperti ini, kenapa kamu nggak menyalahkan diri sendiri?"

Theo menyipitkan matanya, kekesalan dan ketidaksenangan di wajahnya seolah-olah akan merembes keluar. Dia tiba-tiba menginjak rem dengan kuat ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status