“Ti–dak, tidak mungkin!”
Wajah Aileen memucat. Jantungnya nyaris berhenti berdetak. Ia menggelengkan kepala, tidak percaya. Ponsel hampir terlepas dari tangannya.
HOT NEWS : Akibat Skandal Panas, Pewaris Perusahaan Good Health diduga Hamil!
Aileen langsung menekan video yang disematkan pada postingan itu.
Terlihat jelas di layar ponselnya cuplikan kejadian malam itu, ada juga foto dirinya dengan beberapa pria yang berbeda, ditambah hasil pemeriksaan USG tiga jam lalu.
“Ba–bagaimana bisa?”
Notifikasi ponselnya bergetar tanpa henti. Puluhan pesan masuk, juga tautan yang menyebut namanya.
Aileen berusaha menghubungi ponsel Jack dengan tangan gemetar.
Nada sibuk selalu terdengar, membuat Aileen tambah panik. Ia mengirim pesan tapi hanya dibaca tanpa balasan. Setelah sekian lama akhirnya Jack menelpon.
“Jack! Apa kamu ….”
“Kamu tetap di apartemen, nanti aku ke situ. Aku bereskan dulu semuanya.” Jack langsung mematikan panggilan tanpa menunggu Aileen membalas.
Media sosialnya penuh dengan berita yang sama. Jangan tanyakan komentar yang Aileen dapatkan. Seperti di neraka.
Hari sudah menjelang sore ketika Jack memasuki apartemen. “Aileen, kamu di mana?”
“J–Jack, akhirnya! Apa yang terjadi?” Aileen berlari keluar dari kamar.
Jack duduk di sofa dengan santai. Bibirnya tersenyum lebar. Terasa aneh di pikiran Aileen yang sedang panik.
“Aku berhasil.” Jack menyeringai.
Senyuman Jack berbeda. Tidak ada lagi ketulusan dan rasa sayang, berganti ketamakan.
“Aku tidak menyangka rencanaku lebih sukses daripada yang diharapkan. Impianku tercapai.” Jack memandang Aileen sambil tertawa.
Aileen terpaku.
Rasa dingin di tengkuknya merambat ke seluruh tubuh. Ingatannya kembali pada gelas minuman, kamar hotel, video mesum dan hasil USG.
Jangan lupakan pria yang menidurinya, pasti bagian dari komplotannya.
“Apa maksudmu?” Jantung AIleen berdetak lebih kencang. Napasnya menderu.
“Kamu pikir semua ini kebetulan? Ayolah adikku sayang, Apa kamu sepolos itu?” Jack tergelak.
Napas Aileen tersendat. Tubuhnya terasa tidak bertenaga, luruh ke lantai tanpa bisa ditahan. Pandangan matanya kosong.
Jack berdiri. Tangannya terulur, ingin membelai kepala Aileen.
Aileen cepat menghindar, rasanya tidak sudi kalau kulitnya tersentuh oleh pria pengkhianat ini.
“Kamu jahat! Dasar iblis!” Marah bercampur kecewa terlihat jelas di mata Aileen.
“Ada satu lagi. Tontonlah, terutama bagian akhirnya.” Senyum sinis terlukis di bibir Jack dengan sempurna.
Jack mengeluarkan ponselnya, mengotak-atik sebentar dan menunjukkan ke Aileen sebuah video.
Wajah Aileen memucat. Hasil rapat pemegang saham memutuskan kalau Jack adalah pewaris perusahaan, menggantikan dirinya.
Jumlah saham yang dikuasai keluarga besar Wang lebih besar dari yang Aileen punya. Entah bagaimana caranya, membuat posisi Aileen menjadi tidak berharga.
“Pada akhirnya, laki-lakilah yang berkuasa. Selamat tinggal, Sayang. Lebih bagus kalau kamu benar-benar lenyap, menyusul mama tercinta.” Tawa panjang dan puas terdengar jelas ketika Jack meninggalkan Aileen.
Sepanjang hari Aileen hanya diam dan menangis. Matanya menatap pisau kecil di meja.
Berkali-kali ingin meraihnya tapi keberanian untuk mengakhiri hidup seketika surut ketika mengusap perutnya.
Aileen melirik foto USG pada meja yang sama. Calon bayinya sudah mulai berkembang, tepatnya ada tiga kantong janin di dalam perutnya.
“Tidak ada jalan lain, ini adalah satu-satunya.” Aileen menghembuskan napas panjang sebelum meraih ponsel dengan nomor baru.
Sudah lima hari sejak hari itu.
Aileen sedang duduk di ruang tunggu bandara. Rambutnya yang dulu hitam lurus berganti coklat terang sedikit ikal. Begitu juga dengan iris matanya, dari coklat muda menjadi hitam.
Matanya menatap tajam sebuah postingan yang sedang menjadi berita utama.
HOT NEWS : Keluarga Wang berduka. Sang pewaris meninggal dunia karena bunuh diri!
“Selamat tinggal Aileen Wang.” Aileen tersenyum getir, menatap ke arah landasan karena pesawat yang akan membawanya pergi baru saja tiba.
Waktu begitu cepat berlalu seperti tarikan napas yang tidak kita sadari.
Aileen sedang duduk di kursi paling depan dalam sebuah hall bersama dua anak laki-laki. Ia dan tamu undangan lain sedang bersiap menyaksikan sebuah pertunjukan musik. Anak perempuannya menjadi bintang utama.
Tiba-tiba lampu padam diikuti bunyi dengungan alarm. Tamu mulai berbisik, gelisah. Ada yang hendak beranjak dari tempat duduk karena panik. Begitu juga dengan Aileen.
“Jangan takut, Ma. Beri aku waktu 5 menit.” Kaein, salah satu anak laki-laki yang duduk di sebelahnya membuka laptop mini yang selalu ada dalam ranselnya. Jarinya bergerak cepat.
“Ada serangan malware. Mereka pakai tehnik backdoor proxy dengan enkripsi tumpuk. Tapi aku bisa bypass.”
Tamu yang duduk di sekitarnya tertegun, menatap takjub. Tiba-tiba di pojok kanan terdengar jeritan. Seorang wanita tua jatuh karena panik.
Lianzo, anak laki-laki satunya lagi bergegas menghampiri. Ia mengeluarkan sebuah kotak portabel, memandang sekeliling dan merentangkan tangan. “Jangan terlalu dekat!”
Ia segera mengecek denyut nadi, tekanan darah dan memasang instrumen kecil ke bagian dada. Kemudian mengeluarkan kapsul kecil dari sebuah botol. “Berikan ini, pasang oksigen sambil menunggu ambulan datang.”
Petugas gedung yang bersamanya hanya bisa melongo, menatap anak laki-laki yang berumur sekitar 6 tahun ini.
Belum selesai dengan kekagumannya, dari atas panggung terdengar suara dentingan piano. Rosa memainkan Nocturne miliknya sendiri membuat suasana ricuh seketika menjadi tenang.
Sesaat kemudian lampu kembali menyala terang. Ketiga anak Aileen tetap menjadi sorotan para tamu undangan.
“Anak jenius!”
“Mereka mirip, apakah kembar?”
“Siapa orangtuanya?”
Ruangan penuh dengan nada kekaguman dan pujian. Aileen tersenyum penuh rasa bangga.
Di sudut kanan, seorang pria tua menatap Kaein dengan lekat. “Wajahnya mirip sekali dengan David pada waktu kecil.”
“Saya tidak setuju, Tuan Jack.”Aileen menatap Jack sambil tersenyum kecil. Ia sengaja memilih duduk berseberangan dengan Jack.Meja berbentuk oval dengan beberapa kursi mengelilinginya. Ruang rapat ini tidak besar dan hanya dihadiri mereka saja dan beberapa staf perusahaan. Aileen sempat tertegun ketika memasuki ruangan. Tapi dengan cepat ia bersikap biasa, karena ia yakin Jack mengamatinya. Sepanjang jalan menuju ruang rapat ini, banyak yang berubah. Lebih mewah dibanding 6 tahun yang lalu.“Kalau boleh tahu, apa alasannya, Nyonya?” Jack menatap lekat.Wanita ini jelas-jelas bukan Aileen, tapi entah kenapa ada sisi yang rasanya ia kenal, membuat tambah penasaran.“Ah, Tuan Jack. Anda juga pasti tahu alasannya. Anda pintar dan bukan pemain baru.” Aileen menopangkan dagunya di tangan.“Menurut saya, pertemuan ini hanya pancingan agar kita bisa bertemu. Anda pasti penasaran dengan saya, benarkan?” Aileen tertawa kecil. Suaranya lembut dan menggoda.Jack tertawa keras. Wanita ini buka
“Undangan sudah saya sampaikan, tapi beliau tidak bisa.”Jack memandang tajam staf yang barusan masuk dengan wajah canggung. Tangannya memegang sebuah map coklat.“Tidak bisa atau tidak mau?”Staf itu menelan ludah, terlihat gugup menghadapi tatapan dingin Jack. “Beliau… menolak, Tuan. Katanya tidak ada urgensi untuk ketemu langsung. Semua urusan diwakilkan dengan Tuan Mike.”Lengkung tipis muncul di sudut bibir Jack, senyum yang terlihat sinis. Ia mengetukkan jarinya berulang kali di atas meja.“Menolak?” Suaranya rendah, tapi menusuk. Staf itu menunduk, tak berani menatap. “I-iya, Tuan. Itu yang beliau sampaikan lewat asistennya.”Jack bersandar di kursi, matanya menyipit penuh perhitungan. “Baiklah. Kalau dia ingin bermain seperti itu.”“Sampaikan pada Tuan Mike, kalau perusahaan akan menambah jumlah saham lagi. Kita lihat apa wanita itu masih tidak mau bertemu.” Suara tawa Jack penuh ejekan.Ia benar-benar penasaran dengan Allisa, mirip tapi tidak sama.Aileen, adik tirinya sudah
“Apa tujuan anda?”Aileen sudah tidak tahan lagi. Ia meletakkan gelasnya perlahan, menatap David dengan sorot mata tajam namun tetap terkendali.Piringnya yang tadi berisi makanan sudah bersih. Ia sengaja makan sedikit agar tidak membuang waktu. David menghentikan gerakan tangan yang semula sedang memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya. Ia mengangkat wajahnya, menatap Aileen. “Tujuan apa?” David meneruskan gerakan tangannya sambil menatap lekat. “Apalagi? Tentu saja semuanya.” Aileen mendengus pelan, lalu bersandar ke kursinya dengan gerakan tiba-tiba. Kursi kulit itu mengeluarkan bunyi gesekan dan bergeser sedikit ke belakang, membuat atmosfer hening seketika.“Tentang apartemen itu, info tentang properti milik Jack, pembelian saham, dan terakhir tentu saja tentang pesta yang anda siapkan untuk anak-anakku. Rasanya terlalu berlebihan.” Tatapan Aileen tidak lepas dari David, matanya menyipit penuh tanya.“Kamu sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya?” David mengunyah d
“Nyonya yakin?”Alis Maya berkerut, matanya fokus ke arah Aileen yang berdiri di dekat jendela.Sinar mata Aileen masih memancarkan kekesalan. Bibirnya cemberut dengan tangan terlipat di dada.Aileen menarik napas dalam, berusaha tenang.“Iya! Bikinkan janji, aku ingin bertemu dengan orang itu, secepatnya!” Maya terdiam dan berjalan mendekat, ikut melihat pemandangan pantai di sore hari lewat jendela. “Apa tidak sebaiknya ditunda dulu? Nyonya masih kelihatan marah sama Tuan David.”Aileen menoleh. “Aku memang marah, dan itu tidak hilang begitu saja,” ujarnya pelan tapi tegas. “Ada hal yang harus segera dibicarakan. Aku tidak bisa terus menghindar.”“Baiklah, aku coba hubungi asistennya.” Maya berbalik dan melangkah pergi tapi langsung berhenti ketika mendengar namanya kembali dipanggil.“Kalau bisa, malam ini juga. Aku ingin urusan ini cepat selesai.” Maya masih sempat melihat Aileen merangkul lengan dan mengusapnya. Ada sisi yang rapuh di balik sikap tegasnya, sisi yang jarang dip
“Sesuai dengan rencana.”Hans tersenyum sombong, bahunya tegak seperti merak yang sedang memamerkan bulunya. David hanya melirik sebentar, tidak peduli. Seperti dugaannya, tawaran yang ia berikan terlalu menggiurkan untuk ditolak. Investor pintar akan dengan mudah menentukan pilihan seperti Tuan Xavier. Perusahaan baru seperti Golden Spoon Co. bukan tandingannya, walaupun sangat menjanjikan kedepannya.“Apakah Tuan sudah dapat informasi, kalau Tuan Jack ingin membeli saham itu juga? Tapi tentu saja langsung ditolak Tuan Xavier.” Hans tertawa geli ketika teringat apa yang diceritakan Tuan Xavier tadi.Mereka baru saja menandatangani pertukaran saham, sehingga saham 2% milik Good Health sudah menjadi milik David.“Katanya Tuan Jack marah tapi tetap sombong karena posisinya masih aman. Tadi Tuan Xavier titip salam, ingin bertemu dengan anda. Apa saya bikinkan janji? Makan malam?” Hans menunggu sambil melirik David yang sibuk dengan ponselnya.“Tidak perlu bertemu,” Jawab David singkat.
“Kamu dari mana?”Terdengar suara Jack yang sedang duduk di sofa. Winona yang baru masuk tidak memperhatikan karena suasana rumah yang remang. Hari sudah menjelang sore.Winona melepaskan jaketnya dengan perlahan. Matanya menatap balik tanpa gentar. Sesaat tadi wajahnya kaget tapi berusaha tetap tenang.“Aku dari rumah keluargaku. Kenapa kamu sudah pulang? Biasanya juga larut malam baru pulang.” Winona melangkah ke kamar.Ia ingin mengambil pakaian yang masih ada. Niatnya untuk bercerai dengan Jack sudah bulat. Rahang Jack menegang. "Kau tinggalkan rumah berhari-hari tanpa izin. Kau pikir aku tidak berhak tahu?"Winona tertawa kecil. “Kenapa kamu baru tanya? Apa baru sekarang ingat punya istri?”Persis di depan pintu kamar, Winona berbalik. “Jack, sejak kapan aku perlu ijin untuk keluar? Aku bukan tahanan, aku punya kaki sendiri dan bisa melangkah kemana pun aku mau."Jack berdiri, suaranya meninggi. "Jangan tantang aku, Winona! Atau …!”“Atau apa?” Winona memotong. Sorot matanya ta