“Ya ampun, menjijikan sekali!”
"Dasar wanita murahan!"
Suara teriakan peserta seminar saling bersahutan. Suasana di dalam hall langsung gempar. Aileen yang berdiri di atas panggung sebagai pengisi materi kebingungan.
Mata semua orang yang semula memandangi layar besar, sekarang tertuju pada Aileen.
Merasa ada yang janggal, Aileen segera menoleh ke belakang. Ia menatap layar di belakangnya dengan mata terbelalak.
Aileen panik dan gugup. "Hah?! I–ini ...."
Seharusnya video dan gambar yang terpampang di layar adalah produk baru dari perusahaan Good Health yang diperkenalkan Aileen.
Tapi sekarang, mengapa justru video tidak senonoh dirinya dengan pria asing tadi malam?
Wajah Aileen pucat pasi. Bibirnya bergetar. Ia ingin berbicara, tetapi tenggorokannya terasa tercekik.
Video panas tersebut memperlihatkan tingkah Aileen yang liar. Ia berada di atas tubuh pria kekar sambil mendesah halus. Wajah pria di video sengaja diburamkan, sedangkan wajah Aileen tidak.
"Ternyata Direktur Operasional Good Health bertingkah seperti jalang murahan!" celetuk pria paruh baya.
Aileen melihat ayahnya berdiri, menatap tajam dan menggeleng padanya. Lalu, bergegas pergi meninggalkan hall.
Jack segera berjalan menuju panggung, mengambil alih situasi. “Matikan!”
Dalam hitungan detik, layar pun redup. Namun suasana tetap tidak terkontrol.
Seorang calon ahli waris Good Health sekaligus Direktur Operasional membuat skandal besar. Siapa yang ingin melewatkan berita besar ini?
Sekumpulan wartawan tidak akan tinggal diam. Mereka mengarahkan lampu blitz kamera kepada Aileen.
“Turunlah, kejar Papa! Ini biar aku urus.” Jack tersenyum licik tanpa Aileen sadari.
Ia mendorong tubuh Aileen agar segera bergerak.
Dengan cepat Jack mengalihkan perhatian para peserta seminar dan wartawan. Suasana lebih tenang tapi tidak sepenuhnya. Masih ada suara sumbang yang terdengar.
Aileen mengejar Tommy yang sudah berada di luar hall.
“Papa!”
Langkah Tommy terhenti, berbalik dan membiarkan Aileen menghampirinya.
Plak!
Sebuah tamparan keras langsung mendarat di pipi Aileen
“Bikin malu!” bentak Tommy dengan mata melotot dan wajah merah.
Aileen terkesiap. Ia memegang pipinya yang terasa panas. Jejak merah langsung terlihat. Sekarang bukan hanya malu tapi juga rasa sakit mencengkram dadanya.
Sebagai anak tertua dari lima bersaudara, Tommy harus mengambil sikap atas skandal putrinya.
Cemoohan keluar dari mulut saudara-saudara papanya, pemegang saham sekaligus petinggi perusahaan sejak mama Aileen meninggal.
Kakak laki-laki mamanya, sebagai salah satu pemegang saham juga hadir. Tapi hanya bisa menatap Aileen dengan rasa kasihan, tidak berkutik.
“A–aku dijebak ….” Wajah Aileen memelas. Sorot matanya mengisyaratkan kesedihan.
Kilatan lampu blitz kamera kembali mengenai Aileen. Tommy dan keluarga lain ikut jadi sasaran. Ada wartawan yang mengikuti mereka secara diam-diam.
"Kamu pikir, aku percaya?!"
Amarah Tommy semakin menjadi-jadi. Keluarga Wang adalah keluarga paling terhormat di Kota Clayton. Namun, reputasi yang sudah dibangun dengan susah payah justru dihancurkan oleh anaknya sendiri.
“Pergi kamu! Kamu tidak layak menyandang nama keluarga Wang!”
Suara Tommy begitu keras dan menggelegar, membuat semua orang seketika terdiam.
Aileen terpaku. Begitu pun dengan wartawan. Tapi dalam hitungan detik, mereka sibuk menjulurkan perekam suara dan bertanya tanpa peduli situasi.
Pengawal berbaju hitam langsung menghalau wartawan yang mencoba mendekati keluarga Wang. Tommy pergi tanpa menoleh.
Jack tiba-tiba muncul menahan Aileen yang hendak mengejar Tommy. “Aileen, ikut aku sekarang!”
Jack membawa Aileen keluar hotel melalui pintu belakang. Mobil mewah berwarna hitam sudah menunggu mereka.
Jack mengelus kepala Aileen lembut. “Pergilah ke apartemen. Tenangkan diri dulu!"
Kemudian, Jack membantunya masuk ke mobil. Aileen mengangguk dengan patuh.
Selama perjalanan, Aileen hanya terdiam. Matanya menatap deretan gedung tinggi lewat jendela mobil dengan pikiran kosong.
Apartemen peninggalan ibu kandungnya menjadi tujuan Aileen. Tidak banyak yang tahu apartemen ini, hanya Jack dan saudara dari keluarga ibunya.
Sesampainya di sana, Aileen memandangi setiap sudut apartemen. Tidak ada yang berubah, semua masih sama.
"Bodoh! Bisa-bisanya aku terjebak di dalam kamar hotel bersama pria asing!"
Aileen menyalahkan diri sendiri. Ia merebahkan diri di atas ranjang, menangis hingga akhirnya tertidur.
Satu bulan berlalu.
Aileen tetap memilih berada di apartemen seperti saran Jack.
Tapi pagi ini, ada yang berbeda. Aileen meminta Jack menemaninya pergi ke rumah sakit. Setelah mendengarkan keluhan, dokter langsung memeriksa Aileen.
Tidak lama, hasil pemeriksaan keluar. Aileen dan Jack duduk berhadapan dengan dokter.
"Selamat, Nyonya. Anda positif hamil," ujar dokter.
Aileen mendadak gugup dan panik. "I–ini ... tidak mungkin, kan? Bagaimana kalau Anda periksa saya satu kali lagi, Dokter?"
Aileen menatap wajah dokter perempuan yang sedang tersenyum. Ia berharap dokter melakukan kesalahan pada hasil pemeriksaan kesehatannya.
"Tidak, Nyonya. Usia kehamilan Anda empat Minggu. Selamat, ya! Saya akan meresepkan vitamin untuk kandungan Anda."
Di sebelahnya, Jack menampilkan senyum sinis.
Ini berita besar!
Jack tidak akan melewatkan peluang untuk memperburuk reputasi Aileen–sang ahli waris.
“Saya tidak setuju, Tuan Jack.”Aileen menatap Jack sambil tersenyum kecil. Ia sengaja memilih duduk berseberangan dengan Jack.Meja berbentuk oval dengan beberapa kursi mengelilinginya. Ruang rapat ini tidak besar dan hanya dihadiri mereka saja dan beberapa staf perusahaan. Aileen sempat tertegun ketika memasuki ruangan. Tapi dengan cepat ia bersikap biasa, karena ia yakin Jack mengamatinya. Sepanjang jalan menuju ruang rapat ini, banyak yang berubah. Lebih mewah dibanding 6 tahun yang lalu.“Kalau boleh tahu, apa alasannya, Nyonya?” Jack menatap lekat.Wanita ini jelas-jelas bukan Aileen, tapi entah kenapa ada sisi yang rasanya ia kenal, membuat tambah penasaran.“Ah, Tuan Jack. Anda juga pasti tahu alasannya. Anda pintar dan bukan pemain baru.” Aileen menopangkan dagunya di tangan.“Menurut saya, pertemuan ini hanya pancingan agar kita bisa bertemu. Anda pasti penasaran dengan saya, benarkan?” Aileen tertawa kecil. Suaranya lembut dan menggoda.Jack tertawa keras. Wanita ini buka
“Undangan sudah saya sampaikan, tapi beliau tidak bisa.”Jack memandang tajam staf yang barusan masuk dengan wajah canggung. Tangannya memegang sebuah map coklat.“Tidak bisa atau tidak mau?”Staf itu menelan ludah, terlihat gugup menghadapi tatapan dingin Jack. “Beliau… menolak, Tuan. Katanya tidak ada urgensi untuk ketemu langsung. Semua urusan diwakilkan dengan Tuan Mike.”Lengkung tipis muncul di sudut bibir Jack, senyum yang terlihat sinis. Ia mengetukkan jarinya berulang kali di atas meja.“Menolak?” Suaranya rendah, tapi menusuk. Staf itu menunduk, tak berani menatap. “I-iya, Tuan. Itu yang beliau sampaikan lewat asistennya.”Jack bersandar di kursi, matanya menyipit penuh perhitungan. “Baiklah. Kalau dia ingin bermain seperti itu.”“Sampaikan pada Tuan Mike, kalau perusahaan akan menambah jumlah saham lagi. Kita lihat apa wanita itu masih tidak mau bertemu.” Suara tawa Jack penuh ejekan.Ia benar-benar penasaran dengan Allisa, mirip tapi tidak sama.Aileen, adik tirinya sudah
“Apa tujuan anda?”Aileen sudah tidak tahan lagi. Ia meletakkan gelasnya perlahan, menatap David dengan sorot mata tajam namun tetap terkendali.Piringnya yang tadi berisi makanan sudah bersih. Ia sengaja makan sedikit agar tidak membuang waktu. David menghentikan gerakan tangan yang semula sedang memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya. Ia mengangkat wajahnya, menatap Aileen. “Tujuan apa?” David meneruskan gerakan tangannya sambil menatap lekat. “Apalagi? Tentu saja semuanya.” Aileen mendengus pelan, lalu bersandar ke kursinya dengan gerakan tiba-tiba. Kursi kulit itu mengeluarkan bunyi gesekan dan bergeser sedikit ke belakang, membuat atmosfer hening seketika.“Tentang apartemen itu, info tentang properti milik Jack, pembelian saham, dan terakhir tentu saja tentang pesta yang anda siapkan untuk anak-anakku. Rasanya terlalu berlebihan.” Tatapan Aileen tidak lepas dari David, matanya menyipit penuh tanya.“Kamu sudah tahu jawabannya, kenapa masih bertanya?” David mengunyah d
“Nyonya yakin?”Alis Maya berkerut, matanya fokus ke arah Aileen yang berdiri di dekat jendela.Sinar mata Aileen masih memancarkan kekesalan. Bibirnya cemberut dengan tangan terlipat di dada.Aileen menarik napas dalam, berusaha tenang.“Iya! Bikinkan janji, aku ingin bertemu dengan orang itu, secepatnya!” Maya terdiam dan berjalan mendekat, ikut melihat pemandangan pantai di sore hari lewat jendela. “Apa tidak sebaiknya ditunda dulu? Nyonya masih kelihatan marah sama Tuan David.”Aileen menoleh. “Aku memang marah, dan itu tidak hilang begitu saja,” ujarnya pelan tapi tegas. “Ada hal yang harus segera dibicarakan. Aku tidak bisa terus menghindar.”“Baiklah, aku coba hubungi asistennya.” Maya berbalik dan melangkah pergi tapi langsung berhenti ketika mendengar namanya kembali dipanggil.“Kalau bisa, malam ini juga. Aku ingin urusan ini cepat selesai.” Maya masih sempat melihat Aileen merangkul lengan dan mengusapnya. Ada sisi yang rapuh di balik sikap tegasnya, sisi yang jarang dip
“Sesuai dengan rencana.”Hans tersenyum sombong, bahunya tegak seperti merak yang sedang memamerkan bulunya. David hanya melirik sebentar, tidak peduli. Seperti dugaannya, tawaran yang ia berikan terlalu menggiurkan untuk ditolak. Investor pintar akan dengan mudah menentukan pilihan seperti Tuan Xavier. Perusahaan baru seperti Golden Spoon Co. bukan tandingannya, walaupun sangat menjanjikan kedepannya.“Apakah Tuan sudah dapat informasi, kalau Tuan Jack ingin membeli saham itu juga? Tapi tentu saja langsung ditolak Tuan Xavier.” Hans tertawa geli ketika teringat apa yang diceritakan Tuan Xavier tadi.Mereka baru saja menandatangani pertukaran saham, sehingga saham 2% milik Good Health sudah menjadi milik David.“Katanya Tuan Jack marah tapi tetap sombong karena posisinya masih aman. Tadi Tuan Xavier titip salam, ingin bertemu dengan anda. Apa saya bikinkan janji? Makan malam?” Hans menunggu sambil melirik David yang sibuk dengan ponselnya.“Tidak perlu bertemu,” Jawab David singkat.
“Kamu dari mana?”Terdengar suara Jack yang sedang duduk di sofa. Winona yang baru masuk tidak memperhatikan karena suasana rumah yang remang. Hari sudah menjelang sore.Winona melepaskan jaketnya dengan perlahan. Matanya menatap balik tanpa gentar. Sesaat tadi wajahnya kaget tapi berusaha tetap tenang.“Aku dari rumah keluargaku. Kenapa kamu sudah pulang? Biasanya juga larut malam baru pulang.” Winona melangkah ke kamar.Ia ingin mengambil pakaian yang masih ada. Niatnya untuk bercerai dengan Jack sudah bulat. Rahang Jack menegang. "Kau tinggalkan rumah berhari-hari tanpa izin. Kau pikir aku tidak berhak tahu?"Winona tertawa kecil. “Kenapa kamu baru tanya? Apa baru sekarang ingat punya istri?”Persis di depan pintu kamar, Winona berbalik. “Jack, sejak kapan aku perlu ijin untuk keluar? Aku bukan tahanan, aku punya kaki sendiri dan bisa melangkah kemana pun aku mau."Jack berdiri, suaranya meninggi. "Jangan tantang aku, Winona! Atau …!”“Atau apa?” Winona memotong. Sorot matanya ta