Share

Bab 11

Selama dua hari berikutnya, Kelven tidak pulang.

Delis setiap hari sendirian di rumah yang sepi, makan sendirian, pergi ke kampus sendirian.

Mendekati ujian akhir, semua teman sekelas sibuk mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, sedangkan Delis, setiap kali duduk di meja belajarnya di asrama, pikirannya selalu penuh dengan Kelven.

Memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Kelven, apakah dia juga bersikap sangat baik dengan Herli saat bersamanya.

Berpikir apakah mereka berdua memiliki hubungan intim.

Berpikir apakah Kelven merindukannya, meski hanya sesaat.

Delis kehilangan semangat belajar. Dia terpaku pada bukunya, tetapi pikirannya melayang.

Beberapa kali teman sekamarnya mencoba berbicara dengannya, tapi Delis tidak mendengar.

“Hei Delis, apa yang sedang kamu pikirkan? Ayo makan.”

Novi mengajaknya makan.

Delis baru tersadar dan melihat ke arah Novi. Dia tersenyum dan menjawab, “Aku nggak lapar, kalian pergi saja dulu.”

“Ada apa denganmu dua hari ini? Seperi orang habis putus cinta, begitu nggak semangat. Kamu baik-baik saja?”

Delis langsung menggeleng. “Nggak apa-apa, hanya sedikit stres karena ujian semakin dekat.”

“Yasudah, jangan terlalu memikirkannya. Kalaupun nggak lulus ujian, bisa mengulang atau ikut ujian remedial. Jangan terlalu stres. Kalau begitu, kami pergi makan dulu ya.”

“Hm.”

Delis mengangguk. Melihat teman-temannya pergi, dia mengambil ponselnya dan melihat sudah jam enam sore.

Hari ini hari selasa, Kelven seharusnya sudah pulang kerja.

Mungkinkah dia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit lagi?

Setelah ragu sebentar, Delis akhirnya menelepon nomor Kelven.

Setelah menunggu sebentar, telepon terjawab. Delis langsung berkata dengan gembira, “Kelven … “

Namun, orang di balik telepon tidak meresponnya.

Delis berkata lagi, “Kamu sedang sibuk ya?”

Tetap tidak mendapat respon, bahkan langsung menutup teleponnya.

Delis mendengar suara panggilan yang terputus, dia menatap layar ponsel dengan perasaan kehilangan.

Kenapa Kelven tidak bicara dengannya?

Dulu, sekalipun dia sibuk, dia masih akan menjawab panggilannya. Setelah memberikan penjelasan, baru dia akan kembali sibuk.

Namun sekarang, Kelven bahkan tidak mengatakan sepatah katapun.

Teringat sudah tiga hari tidak melihat Kelven, Delis benar-benar tidak bisa menahan kerinduan untuk bertemu dengannya dan mendekatinya.

Delis berdiri, mengambil jaket dan keluar dari asrama.

Di rumah sakit.

Di dalam ruangan VIP, Herli dengan cepat meletakkan kembali ponsel yang sedang diisi daya oleh Kelven, sekaligus menghapus riwayat panggilan.

Herli duduk di tempat tidur, agak tidak percaya bahwa dirinya bisa melihat lagi.

Dirinya bisa melihat begitu cepat.

Tiba-tiba mendengar ada suara di pintu, Herli terus berpura-pura buta, dia bertanya, “Kelven, kamu sudah pulang?”

“Hm.”

Kelven membawa buah-buahan dan mendekati tempat tidur untuk meletakkannya. Ketika dia hendak mengupas jeruk untuk Herli, tiba-tiba Herli dengan kasar menarik tangannya dan berkata,

“Kelven, aku sudah duduk di tempat tidur beberapa hari ini, badanku terasa sangat kaku. Bisakah kamu membantuku berjalan-jalan keluar? Aku mau menghirup udara segar.”

Kelven menjelaskan, “Kakimu masih belum bisa bergerak, kalau kamu mau keluar, kita harus menggunakan kursi roda.”

“Aku nggak mau kursi roda. Kalau terbiasa, nanti akan sulit berhenti. Kamu papah saja aku, aku bisa memakai tongkat kruk. Lagipula, aku hanya patah tulang, bukan patah kaki.”

Kelven hanya bisa menyetujuinya, “Iya.”

Kelven mengambil tongkat kruk di samping untuk Herli. Kemudian, dia memapah Herli keluar, tanpa peduli dengan ponsel yang sedang diisi daya.

Herli dibantu oleh Kelven keluar dari gedung rumah sakit dan menuju ke arah taman yang sepi.

Teringat dengan panggilan telepon Delis, Herli tak bisa menahan diri untuk bertanya pada Kelven,

“Kelven, bagaimana rencanamu untuk membalasnya untukku?”

Kelven sudah melupakan hal itu.

Seketika Kelven tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Herli. Kelven bertanya, “Membalas apa?”

Mendengar itu, Herli langsung marah dan menghentikan langkahnya. Dia berkata,

“Sudah kubilang, Delis yang mendorongku dari tangga. Sekarang aku nggak bisa melihat apa-apa, bahkan sulit berjalan. Tidakkah seharusnya kamu membiarkan dia membayar konsekuensinya?”

Wajah tampan Kelven tetap tanpa ekspresi, suaranya terdengar sangat dingin, “Aku pasti akan menghukumnya, tenang saja.”

“Oh? Bagaimana kamu menghukumnya?”

“Biarkan dia merenung, nggak makan selama tiga hari, nggak memberinya uang jajan selama sebulan.”

Herli terdiam.

Hanya itu saja?

Dengan penuh kekecewaan, Herli berkata, “Kamu harus punya anak dengannya? Bolehkah kamu cerai dengannya sekarang?”

Kelven merapatkan bibirnya dan tampak agak tidak sabar.

“Aku bisa nggak punya anak dengannya, tapi cerai dengannya memang nggak adil untuk dia. Aku perlu mencari waktu yang tepat untuk bicarakan dengannya.”

Herli sangat panik. “Nggak adil apanya? Kalian berdua memang menikah palsu sejak awal. Berikan uang sebagai kompensasi, jangan-jangan … “

“Herli, kita sudah sepakat dua tahun. Setelah dua tahun, aku pasti akan menikahimu, tapi dalam jangka waktu itu semua keputusan di tanganku.”

“Kalau digantikan posisinya, aku juga bisa memberimu uang sebagai kompensasi. Kamu mau?”

Kelven bertanya balik dengan tegas.

Seketika Herli terdiam.

Sikap dan tatapan tajam pria itu membuatnya tak berani melanjutkan perdebatan.

Herli tahu Kelven adalah orang yang paling tidak suka diperintah.

Herli tak berani membuat masalah lagi, karena masalah itu hanya akan berbalik dan menyerangnya.

Herli melangkah maju dengan kruknya dan tiba-tiba melihat seseorang di depannya. Sosok Delis yang mungil dan elegan sedang mendekat.

Ekspresi wajah Herli langsung berubah. Dia pura-pura tidak sengaja menjatuhkan kruknya, kemudian langsung menjatuhkan diri ke ke arah Kelvin.

Kelven secara reflek menopangnya. “Kamu nggak apa-apa?”

“Kelven, aku tiba-tiba merasa kepalaku sangat sakit.”

“Aku membawaku kembali ke kamar.”

“Kelven, kakiku juga sangat sakit, sangat nggak nyaman … “

Herli menjatuhkan diri ke lantai dan tak mau berjalan sendiri.

Di saat seperti ini, Kelven tentu saja mengangkat tangannya dan menggendongnya. “Aku menggendongmu masuk.”

Hingga menggendong Herli pergi, Kelven juga tidak menyadari keberadaan Delis yang tak jauh darinya.

Delis melihat Kelven menggendong Herli kembali ke dalam rumah sakit.

Delis berdiri tegak di tempat, hatinya terasa sakit seperti ribuan semut yang menggigit dan merayap di dalamnya.

Ternyata Kelven juga bisa menggendong wanita lain.

Ternyata Kelven membohonginya.

Herli tidak jelek, seharusnya Kelven juga menyukainya.

Jika tidak, pria sekuat dan berkuasa sepertinya tak mungkin dipaksa menikahi Herli karena alasan lain.

Pada akhirnya, Kelven bukanlah milik dirinya seorang.

Tiba-tiba Delis merasa dunianya menjadi gelap, gelap hingga tak bisa melihat apapun di depannya.

Dia mengulurkan tangan mencoba menangkap pria itu, satu-satu pria yang bersinar di dunianya. Namun, pria itu semakin jauh, tak peduli bagaimana dirinya mencoba, dia tidak bisa menangkapnya.

Delis sudah tidak punya keberanian untuk melangkah lebih jauh lagi.

Delis takut jika dirinya mengikuti mereka ke kamar, yang akan dilihatnya adalah pemandangan yang membuat hatinya hancur.

Delis berbalik, dengan mata yang memerah, dia meninggalkan rumah sakit dengan pandangan kosong.

Kelven menggendong Herli kembali ke ruangan, Kelven memanggil dokter untuk memeriksanya. Sementara dia berdiri di samping dengan memegang ponselnya.

Teringat sudah dua hari tidak menghubungi Delis, dalam hatinya juga sedikit merindukannya.

Baru saja Kelven mengambil ponselnya dan ingin keluar ruangan. Tiba-tiba, terdengar Herli memanggilnya dengan penuh emosional,

“Kelven, jangan tinggalkan aku, aku takut. Kamu di mana, sini temani aku.”

Kelven hanya bisa menyimpan kembali ponselnya dan mendekati Herli.
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
yulia lastri
katanyaa butaa..kok bisa hapus hitiry tlpn wkwkwk
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Nenek sihir menjijikan sekali segala cara dilakukan demi mendapatkan suami orang
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status