Seperti biasa Leon ikut pergi bersama Sebastian menuju kantor. Entah dalam perjalanan hingga sampai di kantor, bocah itu tidak ada hentinya mengoceh ataupun bertanya. Sebastian fikir, mungkin Leon dalam masa aktifnya bertanya dan berbicara. Lihatlah sekarang, seperti yang lalu-lalu, mainan sudah tak menarik lagi di matanya. Leon lebih tertarik dengan isi yang ada di ruangan miliknya. Seperti rak-rak buku, alat olahraga pribadi, dan masih banyak lainnya. “Om, Leon boleh gak naik ini?” Sebastian menoleh sebentar, lalu menjawab. “Gak boleh. Leon masih kecil, bahaya.”“Oh … gitu ya?” Bibirnya membulat berbentuk O. Dia masih penasaran dengan berbagai macam barang lagi. “Kalau yang itu? Leon boleh baca buku yang itu, Om?”Leon menunjuk satu buku yang tertata secara terpisah di rak. Itu bukan buku tentang sejarah ataupun semacamnya, melainkan novel dengan halaman yang sangat tebal. Dan juga … novel dewasa. Ekhem!“Gak boleh. Leon masih kecil, bahaya.”“Ih … kok jawabannya dari tadi gak bol
Hari ini Sebastian sedang cuti dan menghabiskan waktunya di rumah saja. Dan tentunya ada Leon di sisinya saat ini. Alisha juga tidak akan mengunjungi toko kuenya hari ini, mungkin besok ia akan pergi dan pulang malam. Di dapur, ia tengah membuat cake menu terbaru bersama Ivana. Sesekali ia membantu dan mengajarkan mertuanya itu karena untuk pertama kalinya, Ivana membuat cake. Beberapa bahan sudah ada di atas meja. Untuk pembantu bagian dapur, mereka menyuruhnya pergi saja atau bersantai. Sedangkan di ruang tengah, Sebastian sedang berkutat dengan laptop di pangkuannya. Di temani secangkir kopi panas di pagi hari, di tambah aroma cake yang sedang di panggang di dalam oven, menambah suasana hangat dan nyaman pada keluarga itu. Untuk Haris, kakek-kakek itu sedang bermain di rumah temannya yang ada di sebelah, karena tempat yang mereka tinggali merupakan perumahan elite, tentu saja rumah miliknya jauh lebih besar. Sedikit, ia menyesali perbuatannya karena memilih melakukann pekerjaan d
Alisha berjalan menyusuri lorong belakang rumah menuju taman. Ia berniat untuk duduk sebentar saja. Waktu menunjukkan pukul 12, namun rasa kantuk belum juga melanda. Daripada berdiam diri di kamar, lebih baik ia mencari udara segar sejenak. Namun, saat kakinya hendak menginjakkan rerumputan yang begitu segar akibat terkena hujan tadi pagi, langkahnya terhenti. Dalam hati … ia menyesali keinginannya untuk mencari udara segar. Karena ternyata sosok itu tengah berdiri—tanpa melakukan apapun. Alisha ingin balik menuju kamar. Karena mungkin langkah kakinya yang tidak bisa pelan, suara sedikit saja sudah membuat pria itu menoleh dengan kedua alis saling bertautan. Alisha terkesiap. Sejenak, jantungnya berdebar. Seolah waktu berhenti berputar, kala di mana dia menyebut namanya. “Alisha?” Mungkin Sebastian berfikir, tidak menyangka dengan diamnya dia disini akan menyebabkan kedatangan perempuan itu. Tapi yang sedikit membuatnya kesal adalah saat Alisha, perempuan itu bukannya terus berjala
Sebastian mendengarkan dengan cermat ketika Hendi menjelaskan. Di depannya, tepat di atas meja sudah ada sebuah laporan tentang kerja sama dengan perusahaan lain.“Jadi … kapan mereka datang kesini?”“Sebentar lagi, Pak. Setengah jam lagi. Pemilik juga memilih untuk datang kesini supaya bisa bertemu dengan Bapak.” Jelas Hendi dengan tegas. “Berapa persen yang akan mereka tawarkan untuk perusahaan kita?”“85% Pak. Dan sisanya milik mereka. Karena Perusahaan Bramana Group yang memilih untuk bekerja sama, jadi mereka menaruh sebagian lebih banyak sahamnya pada Alexander Group.”“Oke …” Sebastian mendesis pelan. “Bramana Group ya? Itu Perusahaan baru?”“Sebenarnya di bilang baru tidak juga, Pak. Karena pusatnya ada di Jepang. Mereka sengaja buka cabang lain di Indonesia.”“Kenapa pusatnya harus di Jepang, sedangkan mereka asalnya dari Indonesia? Perusahaan apa itu?”Hendi mulai mencari di internet tentang perusahaan Bramana. Hingga di mana sebuah profil dan juga foto-foto terpampang di l
Harus dan Ivana sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang keluar bersama sang putra. Hanya ada dirinya dan juga Sebastian … termasuk para pembantu dan juga pekerja rumah. Alisha tidak tahu harus melakukan apa, ia terlalu nganggur di rumah ini karena semua pekerjaan sudah ada yang mengerjakan. Ia memutuskan untuk masuk ke kamar dan tidur. Karena semenjak tadi pagi hingga sore, setelah mengunjungi tokonya ia sedikit pun tidak istirahat, mungkin dirinya akan tidur sore sebentar saja. Lampu kamar ia nyalakan dengan mode sedikit gelap, jadi ia bisa lebih tenang untuk tidur. Beberapa menit berlalu, kedua matanya mulai mengantuk. Ia perlahan mulai tertidur, dengan nyaman. Namun … pergerakan di di samping kasurnya. Sebelum itu dirinya tidak merasakan ada suara decitan pintu karena memang pintu terbuka hanya setengah. Memangnya siapa yang masuk? Alisha penasaran tapi ia masih terlalu malas untuk bangun. Saat kedua matanya ingin terbuka, sebuah suara yang tak nampak asing terdengar di telinga
Hari ini toko kue milik Alisha ramai akan pengunjung. Berkat beberapa video dan juga foto yang ia posting di sosial media, mereka begitu antusias dan tertarik ingin mencoba. Alisha Cake, nama dari toko kue itu. Dari pukul 08.00 sampai saat ini menjelang siang, tokonya masih belum sepi dan kerap kali kedatangan pembeli yang baru saja datang untuk sekedar melihat. Di dalam, Alisha sibuk tengah membantu para karyawan membuat cake dan juga kue tar. Ada yang sedang membuat hiasan, dan juga beberapa cake kecil seperti brownies. Alisha tersenyum puas kala cake buatannya sangat cantik dan menjadi langganan para pembeli. Ia memberikan cake itu untuk segera di pajang di etalase depan. Alisha keluar dari dapur. Di dalam toko juga ia sengaja meletakkan beberapa meja dan kursi untuk pembeli yang ingin duduk santai disana. Juga bagi para remaja yang sekedar untuk belajar dan juga berkumpul. “Raka, kamu istirahat dulu. Ini waktunya makan siang kan? Biar saya yang jaga.” Karyawan pria yang usiany