Share

Pertarungan di Bukit Tengkorak

Rabuta terus berlari kencang membawa Pandu mengejar ketiga pendekar itu, menerobos kegelapan malam.

Hingga pada akhirnya, mereka pun telah tiba di sebuah perbukitan yang berada di balik hutan tersebut yang terkenal dengan julukan Bukit Tengkorak.

"Kita sudah berhasil memancing anak muda itu," desis salah seorang dari ketiga pendekar tersebut. "Malam ini kita harus menghabisi anak muda itu di bukit ini!" sambungnya sambil tertawa lepas.

Pandu terus mengamati tiga orang pendekar yang ada di hadapannya. Sejatinya, ia merasa heran dan kebingungan ketika melihat tiga orang pendekar itu, tiba-tiba saja berhenti dengan posisi membelakanginya, dan tertawa dengan begitu puas. Seakan-akan, mereka tengah merayakan sebuah kemenangan.

"Aku tidak mengerti dengan maksud kalian, sebenarnya kalian ini siapa? Ada maksud apa kalian memancingku hingga tiba di bukit ini?" tanya Pandu masih duduk di atas pelana kudanya.

Salah seorang dari ketiga pendekar itu, berdiri angkuh sambil bertulak pinggang. Kemudian menjawab pertanyaan Pandu dengan sikap yang sangat jemawa.

"Malam ini kami akan membinasakanmu di bukit ini, kau boleh saja bersenang hati karena sudah mengalahkan dua kawan kami. Tapi harus kau ketahui bahwa bukit ini adalah tempat terakhirmu menghirup udara segar!"

"Kau bicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Aku bukanlah anak kecil yang dengan begitu mudah bisa kalian binasakan!" Pandu balas membentak dan langsung loncat dari atas kudanya.

Melihat Pandu sudah turun dari kudanya, maka salah seorang dari mereka langsung menyerang Pandu dengan senjata miliknya—sebilah pedang yang terlihat sangat tajam.

Pandu terus berusaha menghindari serangan tersebut sambil mencari celah untuk melakukan serangan balasan terhadap lawannya itu.

Satu sabetan pedang hampir mengenai tubuh Pandu, beruntung Pandu bergerak dengan sangat cepat. Ia meloncat ke udara sambil menghunus pedangnya, kemudian meluncur deras balas melancarkan sebuah serangan dengan menggunakan sebilah pedang dalam genggaman tangannya.

'Trang! Trang!' Suara benturan pedang terdengar menggema di sekitar bukit tersebut, kemudian terdengar pekikan keras dan sebuah rintihan dari salah seorang pendekar tersebut.

Dengan demikian, darah segar pun menyembur dari leher pendekar itu. Suasana malam terasa semakin mencekam, suara pekikan itu sangat terdengar jelas menyayat hati.

"Lihatlah, kawan kalian ini! Semua ini akibat dari kesalahan kalian yang sudah berusaha menggangguku," bentak Pandu berdiri di hadapan pendekar yang sudah terjatuh berlumuran darah akibat sabetan pedang darinya.

Dua pendekar itu hanya diam terpaku melihat kondisi kawannya yang hendak meregang nyawa, bak seekor ayam yang baru saja disembelih. Mereka belum melakukan tindakan apa pun, hanya mengamati kawannya bak seekor ayam yang baru disembelih. Tubuhnya berlumuran darah dan bergelimpangan di atas tanah, hingga pada akhirnya meregang nyawa dalam kondisi mengenaskan.

Kemudian, salah seorang dari mereka bersuara keras, "Kami akan segera melenyapkanmu, Pandu! Semua para pendekar dari wilayah kerajaan Genda Yaksa tidak menghendaki kehadiranmu di rimba persilatan." Pendekar itu langsung melangkah dengan gerakan yang sangat cepat, hendak memburu Pandu dengan sebilah pedangnya.

Namun, ketika dirinya hendak mendekat ke arah Pandu. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan, "Hai, para pendekar pengecut! Tidak seharusnya kalian melawan pendekar muda yang baru muncul di dunia persilatan dengan cara licik seperti ini!"

"Siapa kau? Keluarlah!" bentak pendekar tersebut sambil menggenggam sebilah pedang hendak memburu Pandu.

Dengan demikian, seorang pria berusia senja mendadak muncul di hadapan Pandu, dan langsung menepis serangan dari pendekar yang hendak mencelakai Pandu hanya dengan sebelah tangan saja.

Pendekar itu langsung mundur, ia meringis menahan sakit akibat pukulan dari pria senja itu.

"Siapa kau? Kenapa kau ikut campur?" bentak pendekar itu.

* * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status