Dengan demikian, Pandu sudah tidak resah lagi. Ia kembali melanjutkan perkelahiannya dengan Andaresta. Tangan kanannya melesat cepat hinggap di wajah Andaresta, pukulan tersebut membuat Andaresta terjatuh dan bermuntahkan darah. Setelah menghujami Andaresta dengan beberapa pukulan keras mengenai wajahnya. Tiba-tiba saja Pandu terjatuh sambil memekik menahan hawa panas di sekujur tubuhnya. Hal tersebut tentu dimanfaatkan oleh Andaresta, ia bangkit dan langsung melesat ke udara meninggalkan tempat tersebut. Karena saat itu, ia pun sudah mengalami luka parah akibat hantaman tenaga dalam yang dilancarkan oleh Pandu. "Tolong aku Paman!" teriak Pandu kesakitan. Dari mulut dan telinganya tampak mengalir darah segar begitu derasnya. Damara pun segera melangkah terpincang-pincang menghampiri Pandu yang sedang kesakitan. Saat itu, ia langsung membantu membangunkan Pandu. "Racun dalam tubuhmu sudah mulai bereaksi," ujar Damara. "Duduklah! Paman akan segera membantu mengeluarkan racun di dalam aliran darahmu!" sambung Damara, kedua tangannya memegangi tubuh Pandu. Tanpa bisa menjawab lagi, tiba-tiba saja tubuh Pandu tergeletak di hadapan Damara. Pemuda itu sudah tak sadarkan diri. Damara bergegas menotok seluruh peredaran darah di tubuh Pandu. Kemudian, ia segera mengeluarkan racun tersebut dengan kekuatan tenaga dalamnya. #Ksatria #pejuang #kerajaan #fantasi #CahyaGumilar79 #pendekar #silat #goodnovel
View More"Sebaiknya kau pergi dari hadapanku!" bentak seorang pria paruh baya penuh amarah. Dua bola matanya menatap tajam kepada seorang pemuda yang ada di hadapannya.
"Jangan banyak bicara, Panglima! Aku tidak mungkin pergi begitu saja dari hadapanmu, sebelum aku membinasakanmu." Pemuda itu balas membentak sambil berkacak pinggang penuh kesombongan.
Dia adalah Andaresta, dan pria paruh baya yang tengah berhadapan dengannya adalah Panglima Rakuti yang memiliki gelar Senapati Guna Yaksa di kerajaan Genda Yaksa. Entah apa penyebabnya? Tiba-tiba saja mereka terlibat dalam sebuah pertengkaran.
Panglima Rakuti semakin geram saja melihat sikap Andaresta yang berlaku sombong dan tidak sopan terhadap dirinya. Lantas, ia pun kembali membentak pemuda itu, "Aku muak melihatmu, kau sudah mengkhianati kepercayaanku selama ini. Pergilah dari hadapanku! Sebelum aku melakukan tindakan tegas!"
"Hahaha." Andaresta tertawa dingin. Kemudian berkata, "Sia-sia diriku ini, jika aku harus pergi dari hadapanmu." Andaresta bersikap angkuh dan jemawa, seolah dirinya merasa lebih kuat dari Panglima Rakuti.
"Kurang ajar sekali kau ini!" Panglima Rakuti balas membentak dengan suara tak kalah kerasnya dari suara pemuda itu. "Aku tidak peduli dengan perkataanmu! Kau benar-benar telah mengkhianati kepercayaanku," sambungnya menatap tajam wajah Andaresta.
Mendengar apa yang dikatakan oleh sang panglima, Andaresta tertawa lepas, "Hahaha!" Kemudian berkata lagi, "Asal kau tahu, aku datang untuk membunuhmu wahai Panglima!"
Panglima Rakuti semakin dibuat geram oleh sikap pemuda itu. "Bedebah kau Andaresta!" Amarah dalam diri sang panglima memuncak seketika dalam menghadapi sikap anak muda yang selama ini ia percaya sebagai pemuda baik. "Aku menyesal telah mengangkatmu sebagai prajurit senior," sambungnya.
"Itu tandanya kau ini orang bodoh yang gampang aku bohongi. Aku hadir di kerajaan ini, karena ingin menunaikan dendam masa laluku terhadapmu wahai Panglima."
Panglima Rakuti teramat geram mendengar perkataan dari Andaresta. Tampak jelas dari raut wajahnya, tersimpan rasa benci melihat Andaresta yang bersikap jemawa. Padahal, Andaresta memiliki kedudukan di bawah sang panglima.
Lantas, Panglima Rakuti pun kembali berkata, "Mulutmu teramat lancang, Andaresta. Kau telah berlaku sombong di hadapanku yang merupakan panglimamu sendiri!" Sorot matanya tajam terus menatap wajah Andaresta penuh kebencian.
Tanpa banyak basa-basi lagi, Andaresta langsung menyerang sang panglima dengan sangat deras. Tubuhnya melesat dengan begitu cepat, kemudian mengayunkan tangan hendak melakukan pukulan yang mengarah ke bagian kepala Panglima Rakuti.
Namun, sang panglima dapat mementahkan serangan lawannya dengan begitu mudah. Dengan demikian, Panglima Rakuti segera membalas serangan dari anak muda sombong itu. Ia langsung melancarkan sebuah pukulan keras tepat mengenai bagian dada Andaresta, sehingga pemuda itu pun jatuh bergelimpangan ke tanah, dari mulutnya tampak menyemburkan darah segar.
"Pukulanmu sangat luar biasa," kata Andaresta bangkit sambil memegangi dadanya yang terasa sakit dan sesak.
Meskipun demikian, Andaresta tidak merasa jera. Ia kembali mengerahkan tenaganya yang masih ada untuk menyerang Panglima Rakuti.
Melihat pergerakan Andaresta yang hendak menyerang dirinya kembali, Panglima Rakuti langsung bergerak cepat melepaskan pukulan keras menangkis serangan tersebut.
Terdengar bunyi dentuman yang sangat keras seiring dengan bentroknya dua kekuatan tenaga dalam yang mereka kerahkan. Hal tersebut, menyebabkan tubuh kedua kesatria itu terpental beberapa tombak ke belakang, dari mulut dan hidung mereka tampak keluar darah segar yang mengalir deras.
"Tidak kusangka Andaresta ternyata memiliki kemampuan yang cukup mumpuni," desis Panglima Rakuti sambil menyeka darah yang mengalir dari hidung dan mulutnya.
Beberapa saat kemudian, mereka kembali bangkit, dan bersiap untuk melanjutkan pertarungan tersebut. Keduanya tengah melakukan persiapan untuk mengerahkan kekuatan tenaga dalam yang mereka miliki, agar segera mengakhiri pertarungan itu dengan sebuah kemenangan.
"Atas nama ayahku, aku berjanji bahwa hari ini kau akan aku kirim ke neraka!" bentak Andaresta menatap tajam wajah sang panglima. "Harus kau ketahui, aku akan segera menjadi seorang panglima untuk menggantikan posisimu!" sambungnya penuh rasa percaya diri dan bersikap sangat jemawa.
"Kau telah dibutakan oleh dendam masa lalu. Perlu kau ketahui bahwa kematian ayahmu, itu disebabkan oleh perbuatannya sendiri!" Panglima Rakuti menyahut sambil menatap tajam wajah Andaresta.
Andaresta tampak geram mendengar perkataan dari Panglima Rakuti. Dengan penuh kegusaran, ia kembali membentak, "Kau adalah penyebab utama kematian ayahku. Karena kau sudah melaporkan tentang kesalahan ayahku kepada raja, sehingga ayahku mendapatkan hukuman mati!" bentak Andaresta sambil menghentakkan kakinya, dan kembali menerjang sang panglima.
Mereka pun kembali terlibat dalam sebuah pertarungan yang sangat sengit, di antara mereka terus saling serang dan mengerahkan pukulan demi pukulan. Keduanya berusaha untuk saling menjatuhkan satu sama lain.
Tanpa terduga, Andaresta ternyata mulai mengeluarkan jurus andalannya yang ia pelajari dari Resi Naraya, jurus tersebut hanya dimiliki oleh Andaresta dan Pandu sebagai murid Resi Naraya.
Dari telapak tangan pemuda itu, tampak keluar asap putih mengepul hingga membumbung tinggi membentuk sebuah lingkaran, Andaresta langsung menghentakkan kedua tangannya ke arah Panglima Rakuti.
“Kau akan segera binasa, Panglima!” Seiring dengan demikian, asap putih tersebut meluncur deras menyerang tubuh sang panglima.
Dengan serta-merta, Panglima Rakuti segera menangkis serangan tersebut. Asap putih itu benar-benar berisi tenaga dalam yang sangat luar biasa, mengandung hawa panas yang sangat dahsyat. Hingga menyebabkan tubuh sang panglima terpental jauh akibat terdorong oleh sebuah kekuatan yang sangat besar. Ia pun terjatuh dengan mulut menyemburkan darah segar begitu derasnya.
Meskipun demikian, sang panglima masih bisa bangkit. Ia kembali mengerahkan jurus tenaga dalamnya untuk mengobati luka di dalam tubuhnya.
"Hebat sekali kau ini, masih bisa bertahan hidup," kata Andaresta sambil tertawa dingin.
"Majulah! Jika kau menginginkan aku mati, maka bertarunglah denganku hingga tetes darah penghabisan!" tantang sang panglima kembali membentangkan kedua tangannya, kemudian tubuhnya berputar kencang dan melesat cepat ke arah Andaresta.
Andaresta tidak tinggal diam, ia langsung menyambut serangan tersebut dengan sebuah pukulan keras berkekuatan tenaga dalam yang sangat dahsyat. Sehingga tubuh sang panglima kembali terpental jauh, karena kekuatan tenaga dalam yang dikeluarkan oleh Andaresta tidak seimbang dengan kekuatan jurus tenaga dalam yang dikerahkan oleh Panglima Rakuti.
Sang panglima jatuh bergelimpangan, kepalanya membentur bongkahan batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Dengan demikian, ia tak dapat bangkit lagi, wajahnya tampak pucat. Dari hidung dan mulutnya terus mengeluarkan darah segar mengalir sangat deras, begitu pula dari kepalanya tampak mengalami luka yang sangat serius.
"Andaresta!" teriak sang panglima yang sudah terluka parah, ia berusaha bangkit. Namun tenaganya sudah terkuras dan tubuhnya pun sudah lemah tak berdaya.
"Kau akan menerima balasan dari perbuatanmu ini!" ucap sang panglima, suaranya terdengar parau terhalang derasnya aliran darah yang memenuhi tenggorokan dan hidungnya.
"Matilah dengan tenang, Panglima. Kau tidak perlu mengancamku!" bentak Andaresta sambil tertawa puas melihat lawannya sudah tidak berdaya lagi.
"Pandu akan membalaskan dendamku ini, Andaresta!" Suara sang panglima terdengar semakin parau. Darah segar terus mengalir dari mulut dan hidungnya.
Kemudian, Andaresta menghunus pedang. "Selamat tinggal, Panglima!" Andaresta langsung menancapkan pedangnya ke bagian lambung Panglima Rakuti.
* * *
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments