Kristof mengepalkan tangannya. Dia tahu betul dunia tempat dia tinggal dimana kekuasaan selalu berputar pada porosnya. Nasib rakyat jelata selalu saja sial dan akan kalah pada siapa saja yang berkuasa.
Viscount Gali memang diserang oleh para bangsawan di meja tersebut, tapi dia juga harus melawan dan tidak akan kalah, kalau tidak bisnisnya ini tidak akan berjalan lancar. Bagaimana pun, rakyat jelata yang diketahui oleh kebanyakan tidak punya apa-apa sering menggadaikan tanah atau barang berharga lainnya sehingga dia juga bisa meraup untung banyak. Kadang karena tidak bisa membayar hutangnya mereka menjadi budak atau menawarkan anggota keluarganya lainnya untuk dijadikan budak.Sementara itu Lesha yang mengalami kejadian sekitar pun menyimpulkan bahwa para bangsawan Ibukota sepertinya memang brengsek."Maaf sebelumnya, Yang Mulia Putra Mahkota, Count Hiba dan Baron Dexon," Viscount Gali harus bisa memenangkan situasi ini, "Kasino saya adalah kasino legal, SOP jelas dan semuanya aman terkendali. Kemenangan dan kekalahan selalu ada dalam setiap permainan. Kalian bertaruh disini juga pasti sudah tahu risikonya kalau menang bisa menggandakan modal dan kalau kalah harus siap kehilangan segalanya yang dipertaruhkan." Dia berkata dengan nada tenang meskipun dalam hati jantungnya seperti sedang berolahraga, apalagi kalau Dia menyenggol ego Putra Mahkota, bisa habis nasib kasinonya hari ini, meskipun Raja akan menggantinya besok, tapi tetap saja dia harus menenangkan anak singa yang tidak stabil emosinya. "Saya yakin kalau Yang Mulia hanya bertaruh dengan uang kecil, dan mengakui lawan saat kalah karena kebesaran hati Yang Mulia," Dia harus pandai menjilat dan membungkuk untuk saat ini."Pegawai saya tidak ada sangat pautnya dengan saya, saya bahkan tidak tahu namanya," Viscount kini melirik pegawainya, dengan sigap Kristof harus pandai membaca situasi, "Ampuni hamba Yang Mulia," Kristof menunduk dan mengambil perannya, "Saya hanyalah pemandu bagi Tuan Ahsel ini, ini adalah pertama kalinya dia bermain dan dia sangat penasaran dengan permaian judi di kasino ini, sehingga saya menawarkan diri untuk jadi pemandu. Kemenangan kami adalah keberuntungan semata dan tidak berani kami berbuat curang dibawah mata Yang Mulia," Kristof yang sudah muak dengan bangsawan menurunkan egonya."Hhm...." Putra Mahkota hanya bergeming."Putra Mahkota adalah panutan, kami pasti akan meniru Yang Mulia jika Yang Mulia menunjukkan sikap adilnya terhadap kami." Lesha juga harus mengambil perannya. Sebagai orang asing dan baru kali ini masuk kasino untuk berjudi.Count Hiba dan Baron Dexon kini tengah membaca situasi, melihat gelagat Ricardo, sepertinya Putra Mahkota mulai berpihak pada lawan. "Yang Mulia..." Saat Count Hiba hendak berbicara, Ricardo langsung memotongnya, "Diam!...""Baiklah hanya uang segitu..." Kata Ricardo kemudian."Terimakasih atas kemurahan hati Yang Mulia," Lesha memberikan penghormatannya sekali lagi."Tapi kalau mau membawa uang itu, jilat dulu sepatuku!"".....""....."Semua orang langsung hening di seketika.'Bajingan satu ini!' pikir Lesha. 'Apakah ini rupa orang yang akan memimpin negeri ini?'"Maaf?" Kristof hendak mengonfirmasi omongan Putra Mahkota Kerajaan ini."Aku tak suka mengulangi perkataanku dua kali!"Ricardo membentak sehingga Lesha kaget dengan suara nada tingginya itu.Kristof mulai maju kedepan dan membungkuk, Lesha tampak kaget seakan jiwanya akan keluar, 'Apa?' dia benar benar tidak menyangka bahwa Kristof akan benar benar melakukannya. Sementara Viscount Gali hanya diam tak bisa melakukan apapun, Count Hiba dan Baron Dexon tampak tersenyum sinis penuh dengan kemenangan. Mereka memang kehilangan uang dalam jumlah yang banyak tapi mereka tak kehilangan muka dan mendapat tontonan yang menyenangkan. tak hanya Count dan Baron saja yang menonton seluruh orang yang ada dalam ruangan tersebut juga menyaksikan pemandangan yang menjijikkan tersebut.Krostof benar benar menjulurkan lidahnya dan menjilat sepatu Putra Mahkota yang sudah kotor terkena debu.Lesha hanya berpikir bagaimana caranya menikah orang orang yang memalukan itu."Hahaha... benar, seperti inilah harusnya kau bersikap." Rocardo tertawa bangga karena kedudukannya.'Aku tak sudi punya pemimpin seperti dia!' batin Lesha. Kristof sudah meninggalkan rasa malunya. Lebih baik kehilangan muka daripada kehilangan uang uang itu. Karena dia sudah berencana akan membangun bisnisnya dengan uang tersebut."Merupakan kebanggaan hamba bisa menerima karunia Yang Mulia Putra Mahkota," tak ada semburat rasa malu sama sekali. Viscount Gali terkesan dengan pelayan yang bekerja di kasinonya itu, dia bahkan berencana untuk menaikkan posisi orang itu. Dia tidak punya rasa takut, seperti menanggalkan emosi."Kalian boleh pergi," kata Ricardo melambaikan tangannya ke luar. Beruntung bukan Lesha yang disuruh menjilat sepatu tersebut.Lesha dibantu Kristof untuk mengemas koin emas yang sangat banyak. ada sekitar 200 lebih koin emas. Kristof mengemasnya rapi agar tidak mencolok."Kita harus mencari tempat yang aman dulu Tuan Ahsel."Langkah Kristof terbesar gesa karena selalu ada pencuri atau perampok di sekitar tempat kasino. Karena badan Kristof yang besar dan tinggi, langkahnya cepat dan jangkauan kakinya besar. Lesha bahkan harus sedikit berlari untuk menyamakan langkah kaki Kristof.Dan benar saja, di depan gang tempat Kristof lewat, dia sudah dihadang 4 orang perampok.Rubia dan Isabella cukup kaget setelah tahu pelabuhan hari ini begitu ketat. Pemeriksaan dilakukan dan prajurit Kerajaan Mormon terlihat lebih banyak. "Tuan Putri..." Bisik Rubia, "Ada yang tidak beres." Isabella mengangguk setuju. "Pasti sedang terjadi sesuatu!" Balas Isabella. Kali ini Rubia yang mengangguk. "Kita harus bagaimana?" "Bagaimana lagi..." Pertama mereka akan menjual kuda mereka. Tidak dibutuhkan kuda mahal seperti ini. Uangnya bisa digunakan untuk keperluan lain juga, mengingat mereka telah kehabisan bekal uang juga. Kemudian setelah sampai di Negara lain, mereka bisa membeli kuda yang lebih murah. Masalahnya adalah, sulit menemukan pembeli dengan kondisi keadaan terburu-buru. Yang ada malah, mereka tidak akan mendapatkan harga yang bagus. Sulit bagi Isabella untuk melepas Max, kudanya. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan mendesak. "Tuan Putri pasti berada disini." Wakil kapten menyakinkan Kaptennya. Metty juga setuju akan hal itu. Mereka juga melakukan
Setelah selesai membereskan semua preman itu, Felix kembali menghampiri dua wanita itu. "Terimakasih Tuan, saya berhutang budi pada anda." "Perjalanan seringkali menghadapi marabahaya, tidak dibekali ilmu beladiri, maka harus pandai menilai situasi. Perbuatan kalian di kedai tadi sangat berbahaya. Kedepannya akan banyak bahaya juga. Harap berhati-hati." Isabella tersentuh dengan kata-katanya. "Perbuatan baik dan perkataan baik mudah di ingat. Terimakasih banyak." Isabella kemudian menyerahkan jepit rambut kesayangan nya. "Nona itu..." Rubia hendak protes tapi langsung ditangkis perkataan nya. "Tidak apa-apa, ini hanya sebuah jepit. Kalau dia memang ditakdirkan jadi milikku. Maka dia akan kembali lagi nanti." "Hanya menawarkan bantuan. Tidak menerima imbalan." Kata Felix. Dia sudah kaya, tidak lagi membutuhkan harta. "Harap diterima Tuan. Ini adalah ucapan terimakasih ku." Karena tidak enak menolak. Akhirnya Felix menerima saja. "Terimakasih kalau begitu." Dan mereka pun
Detak jantung Isabella telah berpacu sedemikian rupa. Jarak mereka berpisah hanya beberapa waktu, tidak mungkin dia sudah bisa pergi sangat jauh. "Kumohon... Tuan... dimana anda?" Isabella bergumam was-was sambil terus menarik tali kekang kudanya untuk terus melaju. Para pengejar itu juga menggunakan kuda. Tapi kuda mereka tidak sebanding dengan kuda milik Isabella dan Rubia. Kuda kerjaan itu sudah terlatih untuk ke Medan perang dan Kerajaan Romton dikenal sebagai pengendali kuda. Seperti sebuah keberuntungan, Isabella melihat ke arah depan, lelaki itu memacu kudanya dengan sangat kencang. Seperti sedang dikejar dan terburu-buru. Felix yang mengendarai kuda kudanya kini hanya bisa tersenyum. Dia jelas bisa mendengar suara banyak kuda yang berlari dibelakang nya. Kalau tidak salah menebak pasti dua Nona itu yang dikejar. "Rasakan sendiri!" Felix menambah kecepatan kudanya. "Sialan!" Umpat Isabella, dia melihat dengan jelas bahwa Tuan pengelana itu menambah kecepatan kudanya.
Mungkin Isabella dan Rubia beruntung, karena dibantu oleh seorang lelaki gagah dan kekar, membuat pemilik penginapan tidak berkutik. Selesai merebut barang barang itu, Rubia dan Isabella langsung mau pergi. Dia tidak tahu bahwa kehidupan di masyarakat bisa begitu licik. Cuih ... Rubia ingin sekali meludahi penginapan tersebut. Kasur keras dan makanan tidak enak. Belum lagi tipu muslihat mereka. Beruntung mereka hidup di Kerajaan Mormon. Coba saja mereka hidup di Romton. Habis sudah mereka digorok olehnya. Rubia, meski sebagai perempuan dia belajar juga bertempur. Sebagai pelayan pribadi Tuan Putri, kalau mengahadapi bahaya, dia juga harus bisa menyelamatkan Tuan Putri. Kuda mereka juga sudah selesai beristirahat, kini saatnya mereka melanjutkan perjalanan. Rubia merasa aneh. "Nona... kenapa lelaki itu membuntuti kita?" Isabella menengok ke belakang. Benar juga perkataan Rubia. Isabella mengentikan kudanya dan langsung menghampiri lelaki yang tadi membantunya. "Berpura-pura
Karena tempat itu adalah satu satunya penginapan di kota tersebut, Rubia dan Isabella terpaksa harus menginap disana. Awalnya Isabella tidak masalah kalau harus dipanggil Nona. Tapi demi keamanan, sepertinya mereka berdua sepakat untuk menyamar menjadi seorang laki laki. Isa dan Rub, nama samar yang seperti laki laki. Ditempat asing, para pengelana selalu menjadi sasaran empuk di peras. Tak jarang mereka dirampok, dibegal dan lain sebagainya. Kalau mereka masih mempertahankan identitas mereka sebagai perempuan, mungkin bukan hanya perampokan tapi juga pemerkosaan. Keamanan harus jadi yang utama saat ini. Ketika hendak pergi ke kamar penginapan dilantai dua, Isabella yang fokus melihat lantai kayu yang berderit setiap mereka lewat tak sengaja menabrak seseorang. "Aduh..." Katanya pelan. Orang itu adalah seorang laki laki dengan tinggi 190 cm, bahunya lebar dan badannya sangat keras. Mungkin sering berlatih otot. "Anda tidak apa apa?" Tanya orang tersebut. Meski ini salah Isab
Setelah mendengar berita di kedai dia makan, Felix tidak terlalu memikirkan nya. Yah, dia sendiri sudah berpikiran bahwa pernikahan nya memang bukan karena cinta. Jadi selebihnya hanya sebuah penyesuaian saja. Sebagai Putri Kerajaan yang mungkin saja dia dimanja, setidaknya dia tidak akan mempermalukan dirinya kan. Para bangsawan itu seperti itu. Mereka pandai memakai topeng untuk menutupi kedok brengseknya. Masih di Kerajaan Mormon, Felix melanjutkan perjalanan nya kembali. Jujur saja, wanita di negeri Mormon itu cantik cantik. Makanya banyak dari mereka yang dinikahi oleh para petinggi kerajaan-kerajaan lain. Itu membuat Kerajaan ini aman dari serangan dan ancaman. Pondasi aliansi mereka kokoh. Para wanita disini memang diajari trik manipulasi dan mengontrol laki laki. Sungguh menyeramkan. Berbeda dengan kerajaan Romton. Dimana wanita kadang hanya sebagai budak nafsu belaka. Menuju senja dia mampir disebuah kedai di kota kecil. Perjalanannya masih akan memakan sehari semalam lag
Karena harus bertanggungjawab dengan semua keputusan berangkatlah Felix menuju Kerajaan Romton. Ekspedisi nya berjalan diam diam saja. Karena berita aliansi pernikahan mereka harus rahasia. Kalau tidak keluarga Kerajaan pasti akan turun tangan dan ikut campur masalah pernikahan nya. Tali kekang itu harus mereka pegang, agar pergerakan keluarga Lexid dibatasi. Sungguh licik sekali. Felix berangkat sendiri, tadinya Lesha bersikeras ingin ikut, tapi Felix tidak memperbolehkan nya. Dengan berat hati Lesha menekuk bibir nya kecewa. Dengan mengendarai kuda nya, dia pergi meninggalkan kadipaten. *** Suasana nya cukup sepi tapi tegang. Isabella berhasil turun lewat tali yang sudah disiapkan oleh Rubia. Tak lupa dia juga memakai baju pelayan agar tidak ketahuan. Setelah berhasil turun dan berhasil menghindar dari tatapan para ksatria, Isabella segera meninggalkan istana menuju taman. Di taman ada sebuah pintu belakang yang tembus dengan istal kuda. Rencananya dia juga akan pergi denga
Isabela sudah merencanakan dengan matang. Kemana dia akan pergi. Sebuah benua sebrang dengan segudang ilmu. Dia suka belajar dan kesetaraan, meskipun di negaranya perempuan hanya diajarkan cara untuk menyenangkan laki laki. Sungguh kuno dan terbelakang. Isabella tidak suka akan hal tersebut. Baginya, semua nya sama. Laki laki dan perempuan harus setara dalam hal pendidikan dan punya kesempatan yang sama dalam pekerjaan juga. Belum juga dia menggapai mimpinya, sudah mau dinikahkan juga dirinya. Isabela hanya berkeyakinan bahwa calonnya sama patriarki nya dengan laki laki di negerinya. Untuk apa jauh jauh ke negeri seberang kalau pemikirannya akan sama saja. Pembodohan! Itu adalah salah satu semboyan favorit nya. Memang belum kenal dan sudah menilai seenaknya tidaklah adil. Tapi feeling-nya berkata demikian. Jadi, kabur adalah solusinya. Putri Isabela sebenarnya tidak sendiri, dia dukung oleh Rubia, dayangnya. Rubia adalah anak pengasuhnya dan sekarang menjadi dayang pribadin
Lesha pulang dengan wajah kesal. Tantangan itu akan dia terima dengan senang hati. Karena bukan hanya Ayahnya yang akan berjuang, ada kakak dan dirinya. Segala daya pasti akan diusahakan dengan maksimal. Sampai rumah Lesha cukup kaget, karena kakaknya dan Ayahnya terlihat sedang berdebat "Ada apa ini, Kakak... Ayah ..." "Lesha..." "Putri Ayah..." Usut punya usut, kakaknya yang gila itu ingin mengusulkan pernikahan dengan Kerajaan Romton. "Apa?" Lesha bahkan juga ikut kaget. Kakaknya itu tidak pernah terlibat skandal dengan perempuan. Juga dia populer dan digilai perempuan, perempuan akan antri untuk bisa berkencan dengannya. Tapi apa sekarang? Usulan pernikahan. "Kakak sudah tidak waras!" "Benar." Lexid langsung menyetujui pendapat anak perempuan nya."Kamu tahu kalau kita menjalin aliansi pernikahan dengan Kerajaan Romton, kita pasti di pihak yang menang."Secara militer mereka pasti akan mendapatkan dukungan."Kakak, pasti ada cara lain. Jangan mengorbankan dirimu untukku