Kapan terakhir kali dia pernah menyentuh tubuh seorang pria? Terlebih lagi Lucian Wilson. Hubungan intim mereka terjadi lima tahun yang lalu sebelum kelahiran Amel, sebelum kekacauan dalam hubungan mereka.Perasaan aneh memenuhi Laura, dia mencoba menyingkirkan kenangan malam pertama mereka dan berusaha mendorong Lucian."Lucian, lepaskan ...." Desisnya pelan agar tak membangunkan Amel yang sedang tidur.Lucian tetap menahan tangan Laura di dadanya, sorot matanya tampak gelap dan intens."Bisakah kamu merasakannya?"Laura terdiam, tangannya mengepal di dada Lucian, merasakan degup jantung Lucian yang kencang seperti miliknya."Ini perasaanku yang sesungguhnya padamu," bisik Lucian di sisi kepala Laura dan menghembuskan nafasnya di leher wanita itu.Laura menggelengkan kepala dan mendorong Lucian.“Lalu apa gunanya itu? Sudah terlambat. Aku nggak mau kembali bersamamu,” ujarnya dengan dingin mengingat di kehidupan sebelumnya Lucian mengirim seorang pembunuh untuk membunuh dan menusuk p
Laura pergi ke apartemen yang disebutkan Lucian.“Mengapa dia tinggal di sini? Bukankah seharusnya dia tinggal di rumah yang dulu?” Gumamnya memandang gedung apartemen yang berada di kawasan mewah.Dia naik ke lantai 30, di mana Lucian tinggal.Dia berhenti di depan pintu apartemen dan menekan bel pintu.Setelah beberapa saat pintu terbuka, memperlihatkan sosok Lucian yang baru saja selesai mandi. Rambutnya basah. Dia hanya mengenakan handuk di bawah pinggangnya, memperlihat tubuhnya yang kekar dan perut six pack. Dia memiliki garis pinggang yang kokoh.Laura mengalihkan pandangan dari tubuh pria itu dan berdeham.“Di mana Amel?”“Dia sedang tidur. Pengasuhnya baru saja pulang setelah menidurkan Amel. Masuklah. Apa kamu sudah makan malam?” Tanya Lucian membuka pintu lebih lebar mempersilakan Laura masuk."Jangan repot-repot. Aku akan langsung mengambil Amel." Laura berjalan masuk acuh tak acuh ke dalam apartemen Lucian.Apartemen itu sangat luas dengan dekorasi elegan. Ada dua pintu r
Dia selalu melihat mamanya sangat sibuk dan akan pergi setiap kali melihat jam. Ketika Amel sakit, dia lebih banyak ditemani oleh neneknya sementara Laura kuliah. Dia sering melihat mamanya selalu kelelahan bolak-balik kuliah dan rumah sakit. Hal itu menyebabkan Amel mengembang rasa pengertian ketika berusia lima tahun itu. Jadi Amel tidak ingin mengganggu Laura hanya untuk menemaninya.Laura merasa bersalah melihat wajah sedih dan senyum dipaksakan putrinya. “Sayang, mama masih bisa membawa kamu ke kebun binatang ….”“Laura.” Lucian tiba-tiba muncul dan meraih tangannya. “Biar aku yang membawa Amel pergi. Aku sudah berjanji akan membawanya ke kebun binatang.”Laura menatapnya datar. “Sudah kubilang, nggak usah—” “Hanya aku dan Amel. Kamu tenang saja. Guru Karin nggak akan ikut,” sela Lucian. Apa maksudnya kalimatnya itu? Apa dia pikir aku akan cemburu dan melarangnya pergi karena Guru Karin ikut? Pikir Laura ingin tertawa marah.“Aku nggak peduli Guru Karin ikut atau tidak. Aku ha
Dia belum menegur guru karena sudah membuat Lucian membawa Amel pergi dari sekolah tempo hari dan guru itu semakin berani membiarkan Lucian mendekati Amel, bahkan ingin melaporkan setiap kegiatannya pada Lucian seperti mata-mata.“Bu Laura… maafkan aku, bukan maksud aku begitu… hanya saja Tuan Wilson adalah Papa kandung Amel dan sudah sepantasnya aku memberitahu tentang Amel… tolong maafkan aku, Bu Laura….”Meski dia meminta maaf, kata-katanya terdengar menyebalkan di telinga Laura, apalagi guru itu masih sempat melirik-lirik Lucian seolah-olah mengharapkan pria itu membantunya. Matanya begitu genit menatap Lucian.“Ini sudah kedua kali kamu melanggar perintahku, Bu Guru. Aku akan membicarakan ini dengan kepala sekolah,” kata Laura dingin.“Kamu tak perlu bersikap keras seperti itu, Laura. Jika kamu marah, salahkan aku karena ingin menghabiskan banyak waktu dengan Amel, ” kata Lucian.Laura menatap dingin wajah Guru Karin terlihat berseri-seri mendengar pembelaan Lucian. Dia menoleh m
“Direktur, ini laporan terakhir.” Anna menyerahkan sebuah berkas ke atas meja Laura.“Apa jadwalku siang ini?” tanya Laura memeriksa laporan yang diserahkan Anna.“Anda harus menghadiri rapat di Adams Group pukul tiga sore,” kata Anna. “Aku mengerti.” Laura menyerahkan kembali laporan yang sudah ditandatangani pada Anna dan merenggangkan badannya. Dia melirik ponselnya, melihat sudah pukul 12 siang. “Sudah waktunya makan siang. Aku akan makan siang bersama dengan putriku.”Laura berdiri dari kursinya dan mengambil tasnya. “Telepon aku jika terjadi sesuatu di kantor.” “Ya, Direktur.” Laura meninggalkan kantornya dan mengemudi menuju ke sekolah Amel. Dia memutar musik di mobilnya. Kemudian ponselnya berdering. Keningnya berkerut melihat nomor yang tak dikenal meneleponnya. Dia mengabaikannya sampai nomor itu meneleponnya ketiga kalinya. Laura memasang earpods dan akhirnya mengangkat telepon tersebut. “Halo. Siapa ini?”“Ini aku, ibumu. Bagaimana kabarmu Laura?” Ekspresi Laura ter
“Halo, Tuan Adams, senang bertemu denganmu.”Bella tersenyum anggun padanya. Dia tampak terpesona menatap wajah tampan Tristan. Belum lagi Sean di samping dengan pesona maskulin.Memangnya benar rumor tiga putra elite keluarga Adams sangat tampan. Dia belum bertemu dengan Sean, tapi dia bisa melihat ketampanan dari Sean yang merupakan Saudara kembarnya.Tristan menatap Bella dan mengangguk sopan.“Mengapa memanggilnya Tuan Adams? Ada banyak orang bermarga Adams di sini. Kamu harus memanggil nama saja untuk membedakan mereka,” kata Willy ramah.Bella tersenyum malu dan menatap Tristan sambil mengangguk, “Baik, aku akan memanggil Tuan Adams dengan Tristan. Kamu nggak keberatan kan… Tristan?”“Panggil senyamanmu, Nona Bella.”Bella agak merasa kecewa karena Tristan memanggilnya dengan sopan, menunjukkan batasan.“Tristan … Bella akan menjadi Tunanganmu. Kami sudah memutuskan untuk menjodohkan kamu dan Kamu harus bersikap baik padanya.” Willy menatap putranya penuh harap.Tristan mengerny
Lucian menatap dingin Viola berlari mendekat. Dia berhenti di depan Lucian. Matanya berbinar gembira saat dia meriah tangan Lucian.“Lucian, kamu di sini? Bagaimana keadaan Jayden? Dia baik-baik saja?”“Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke rumah ini?”“Aku mendengar Jayden demam, makanya aku buru-buru ke sini. Sebagai ibunya, bagaimana aku bisa mengabaikan anakku sakit!” Dia terisak.Lucian menepis tangannya dan mencibir. Meski dia terlihat sangat ‘cemas’, Viola tidak segera masuk ke kamar untuk melihat putranya dan menggenggam tangannya seolah tidak ingin melepaskannya.“Apa kamu yang memberitahunya?” Lucian melirik Bibi Anisa.“Ya, saya sudah memberi tahu Nona Viola tadi sore. Tapi Nona Viola baru datang … maafkan aku.”Meski ada larangan Viola menginjakkan kaki di rumah ini, Bibi Anisa hanya memberitahu tentang keadaan Jayden karena Lucian tampak tidak peduli.Tapi Viola baru datang.“Aku sangat sibuk syuting. Pekerjaanku baru selesai hari ini, makannya aku bergegas datang kemari.
Lucian mendesah setelah Laura mematikan video call. Dia melirik ke bawah celananya dan merasakan dirinya sudah keras.Dia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ke kamar mandi di kamarnya. Meski dia sudah mandi, dia masih perlu mandi lagi dengan air dingin.Dia berdiri di bawah shower, membiarkan air membasuh tubuhnya.Tapi bayangan Laura yang basah sehabis mandi dan kulitnya lembab memenuhi pikirannya.Lucian mendesah memejamkan matanya tak bisa menghilangkan bayangan itu dan air dingin tak membantu sama sekali. Napasnya menjadi berat adapun tangannya bergerak ke bawah tubuhnya.Dia tidak memiliki banyak keinginan atau merasakan hasrat selama tiga tahun setelah Laura meninggalkannya. Sekali lagi wanita itu menaikan libidonya hanya sosok tubuhnya di layar ponsel, membuatnya harus menggunakan tangannya. Namun hal itu masih belum memuaskannya.Sepuluh menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan jubah.Terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.Lucian meraih menyeka rambutnya ya
“Oh, benarkah? Aku nggak ingat,” Laura mengusap kepalanya dan tersenyum. “Wajar kalau kamu tidak ingat kamu hanya kuliah beberapa bulan sebelum pindah.” Bella tersenyum kecil.“Willy, putrimu sangat cantik. Dia sangat mirip denganmu,” Nyonya Collis memuji Laura.Willy terkekeh bangga. “Dia memang sangat mirip cantik dan putri berharga kami karena satu-satunya di generasi ini.”“Wah, kamu sangat senang memiliki kakak-kakak laki-laki yang paling tampan,” kata Bella menatap Laura dengan iri. “Iri sekali, aku kakak perempuan tertua dan adik-adikku sangat nakal.”Laura hanya menanggapinya dengan senyum sopan lalu meminta pamit karena dia lelah pulang kerja dan ingin mandi.“Pergilah sayang, dan jangan lama-lama karena kita akan makan bersama. Dan panggilkan Tristan. Sejak tadi sore dia mengurung diri di ruang kerjanya.”“Baik, Bu.”Laura meninggalkan ruang tamu itu dan naik ke lantai dua di mana kamarnya berada.Dia berjalan menuju ke kamarnya dan berpapasan dengan Tristan. Matanya membel