Suatu ketika Therazium berperang melawan musuh mereka, yang merupakan salah satu bangsa dari kerajaan terbesar dan terkuat. Peperangan yang teramat besar. Khaigor bersama lainnya berjuang di tengah-tengah peperangan. "Ayo kita habisi mereka...!!!" teriak ujar komandan. Peperangan ini telah cukup memakan banyak korban. Ribuan orang baik dari pihak musuh atau Therazium, berdesakan. Bunyi-bunyi gesekan tebasan pedang, panah-panah api dan tidak berapi dari busur tarik dan busur silang telah dilayangkan kepada pihak musuh. Teriakan perang seperti dukungan, perlawanan, rasa sakit, serta suara bunyi serangan ketapel api raksasa terdengar amatlah keras.
"Therazium...!!!"
"Therazium...!!!"
"Therazium...!!!"
Ujar para prajurit bangsa Therazium dengan suara lantangnya memberi semangat, yang telah menjiwai diri mereka. Therazium terkadang maju dan sesekali mundur barisan dalam peperangan yang sedang terjadi, berusaha menggunakan strategi handal.
Setelah selama waktu yang cukup lama berperang penuh akhirnya bangsa Therazium berhasil menang, Khaigorlah yang menjadi kunci keberhasilan perang tersebut. Berselang setelah beberapa hari peperangan tersebut Khaigor diberi penghargaan dia menunduk, "Khaigor. Kau telah berhasil dalam memimpin pasukan dan melawan musuh waktu itu, kami hargai kau, tanah dan perak berlimpah akan diberikan kepada kau Ksatria. Patungmu akan dibuat sebagai salah satu simbol penghargaan selain patung-patung para prajurit dan bangsawan lainnya, dan bagian dari bukti kejayaan negeri ini," ujar Sang Raja. Ratu yang terkagum-kagum memberikannya apresiasi, "Khaigor, terima kasih telah membantu selama ini, kau melawan makhluk buas berbahaya dan ikut membantu menuntun dalam kemenangan peperangan berturut-turut, terimalah hadiah kami, inilah Khaigor pahlawan kita. Dia pahlawan bagi negeri ini...!!!"
"Horeee...!!!" Ujar rakyat yang bersorak-sorai. "Terima kasih banyak paduka. Aku terima semuanya." Kemenangan mereka menjadi kebanggaan, meskipun banyak yang telah gugur dalam medan perang tersebut namun mereka tetap diberi penghargaan sebagai bentuk penghormatan. Sekarang Khaigor semakin dikenal di negerinya. Berselang setelah hampir dua tahun patung Khaigor selesai dibuat, yang mana posisi patungnya berdiri tegak tangan kiri memegang perisai menghadap ke depan, dan tangan kanan memegang pedang mengangkat dengan arah miring ke atas. Patung itu menjadi kebanggaan bagi negeri terlebih baginya.
Pada sore harinya dia mengasah-ngasah pedangnya yang berkilauan di rumahnya, melihat ketajamannya, lalu menghunuskan pedangnya seorang diri, "Heuhh... Ini adalah salah satu pedang di antara pedang-pedang yang ku gunakan untuk menyakiti tubuh-tubuh musuhku," ucap Khaigor dengan gagahnya percaya diri.
"Hei Kalistha...! Kalistha...!" Khaigor yang tersenyum menemuinya dari jauh berjalan kaki, mulai berlari ke arah dirinya.
“Hei, Ada apa?” Tanyanya. “Bagaimana kabarmu?” tanya Khaigor balik.
"Baik, seperti biasa," jawabnya.
“Aku ingin memberitaumu suatu hal. Sang raja dan ratu ada mengundangku untuk sarapan di istana bersama mereka lusa malam, ku minta padanya bolehkah aku membawa beberapa temanku, raja pun menjawab dan mempersilahkannya. Bagaimana jika kau dan sahabat kita Delina itu ikut datang, ku bawa ke sana?” minta dirinya.
“Benarkah?” ucap Kalistha ragu, tampak sulit mempercayainya. “Tentu saja, tak perlu sungkan. Aku juga belum pernah sarapan di dalam istana, apalagi bersama Sang Bangsawan. Maukah kau ikut?”
“Iya, akan ku coba menyempatkan waktu untuk itu.” Khaigor pun tercengang mendengar perkataannya itu dan dia merasa kurang enak hati dan tetap berharap, “Akan ku jemput kalian berdua nanti.”
Khaigor lanjut menemui Delina, “Delina?” “Hei Ksatria Khaigor,” jawabnya dengan tersenyum memuji sekaligus bergurau. Khaigor yang mendengarnya pun cukup tersipu malu, “Aku mengajak kau sarapan bersama kami, aku dan Kalistha bersama orang-orang di istana lusa malam, ada raja dan ratu turut hadir, mereka mengundang kita. Aku yang memintanya untuk mengijinkan membawa kalian.”
“Apa?! Oh yang benar saja. Aku sungguh tak menyangkanya. Aku ikut.”
“Baguslah, kau ikut. Bersiap-siaplah kita akan menemui langsung sang raja dan ratu nanti,” balasnya. “Terima kasih Khaigor.”
“Seharusnya kau yang berterima kasih pada raja dan ratu,” balasnya.
“Baiklah, terima kasih untuk mereka berdua, sang raja dan ratu,” lanjut Delina. “Kami berdua akan menjemputmu nanti,” balasnya lagi.
Malam itu tiba, mereka sudah tiba berada di sekitar istana. Orang-orang saling mengobrol. Kalistha dan Delina memandang kagum sejenak istana. “Mari masuk,” suruh stafnya. Ketika hendak masuk mereka berjabat tangan sambil menunjukkan senyuman dengan para staf istana dan prajurit di sana.
Ketika bertemu dengan raja dan ratu, Khaigor memperkenalkannya, “Perkenalkan dia Kalistha dan dia Delina. Mereka berdua adalah sahabat dekat’ku”
“Salam kenal paduka, aku Kalistha sahabatnya Khaigor sejak kami remaja.” “Salam kenal paduka, aku Delina. Terima kasih mau mengundang kami.”
Mereka duduk dan makan bersama, menikmati hidangan mewah yang ada. Kalistha yang duduk di sebelahnya yang sedang mengambil makanan berbicara, “Aku gembira Khaigor, kau membawaku makan dan minum ke istana sini. Aku baru melihat secara dekat sang raja dan ratu.” “Ini berkat kemurahan paduka, ini adalah hari yang jarang terjadi dan teramat spesial untuk kita.”
“Khaigor, mengapa kau hanya membawa dua teman perempuanmu, hanya kau seorang pria, mana teman laki-lakimu?” tanya sang raja.
“Paduka, sebenarnya aku ingin membawa dua sahabat laki-lakiku, tapi satunya telah meninggal dalam peperangan dan satunya lagi pergi merantau ke negara lain. Kami sahabat berlima,” jawabnya.
“Siapa sahabat laki-lakimu yang meninggal itu?” tanyanya lagi.
“Dia Mikhael, seorang komandan yang meninggal beberapa tahun yang lalu dalam peperangan besar itu berselang setelah perang tak lama beberapa hari kemudian, aku diberi penghargaan sebagai pahlawan,” jawabnya lagi.
“Oh ya, aku kenal dan ingat dia, kami turut berduka cita atas kematiannya, dia adalah pahlawan negeri Therazium ini. Ternyata kalian bersahabat karib. Aku bangga padanya,” lanjut rajanya.
Sekian menit kemudian Khaigor menawaran sesuatu, “Kalistha, kau mempunyai kebun tanaman yang luas, bolehkah kita berbagi bisnis, akan ku bayarkan itu atau ku tambahkan dengan pemberian perak dariku?”
“Tidak. Aku sedang tidak ingin, aku tidak terlalu bisa berbisnis, aku kurang yakin.”
“Delina sudah setuju untuk berbagi bisnis peternakan denganku, aku membagi tanah dengannya. Aku pun sudah berjanji kita akan belajar berbisnis bersama-sama. Kami mengalami perkembangannya. Sedangkan kau masih menolak tawaranku.”
“Ayolah Kalistha, kalian bisa untung besar. Ini bisa untuk masa depanmu. Hasilnya akan dibagi rata,” dukung Delina.
“Sudah ku bilang tidak mau, tidak akan. Ingat mengertilah,” tegasnya menolak.
Setelah selesai sarapan keluar dari bangunan istana Khaigor memberi tau sesuatu kepada kedua sahabatnya itu, “Hei aku ingin menunjukkan kepada kalian suatu tempat yang ditumbuhi adanya bunga dan tanaman-tanaman indah bercahaya, bunga di situ bisa bersuara merdu tampak terdengar seperti bernyanyi.”
“Ayolah Khaigor, jangan bercanda, jangan lagi,” bantah Kalistha tak percaya.
“Menarik, itu indah, aku harap kisah yang kau katakan itu benar adanya,” ucap Delina ragu.
“Memang ada, akan ku tunjukkan kalau kalian ikut denganku segera ke sana.”
“Yang benar saja Khaigor? Kedengarannya aneh,” lanjut Kalistha.
“Ya, memang aneh tapi itu tampak indah dan unik, pokoknya ikuti aku untuk melihat dan mendengarnya bernyanyi, kita pergi ke sana sekarang. Wanita pasti menyukai bunga,” jelasnya lagi.
Mereka pun pergi ke sana, tempat itu cukup jauh dari pemukiman penduduk.
Setelah sampai di sana, "Ini tempatnya yang ku katakan itu." Tempat itu adalah tanah dan lantai berbahan batu dan di sekitarnya ada tiang-tiang bangunan yang terbengkalai dan beberapa lainnya roboh, ditumbuhi dan dirambat banyak tanaman-tanaman bercahaya yang indah, ditumbuhi juga dengan bunga-bunga bercahaya yang bisa bersuara merdu tampak seperti bernyanyi. Mereka duduk di suatu bongkahan bangunan beton terbengkalai, yang sekiranya terlihat bisa diduduki dan berbincang-bincang di sana. "Hei kalian tau bagaimana bunga-bunga tersebut mampu bercahaya dan bernyanyi, menurut legenda yang telah tersebar itu berasal dari orang yang telah meninggal, yang semasa hidupnya sering bersuara musik melodi lewat mulutnya atau bernyanyi, atau sekaligus keduanya, di antara bunga-bunga sehingga mempunyai ikatan batin yang kuat dengannya."
"Heh... Benarkah, aku tak tau cerita itu, jadi ada orang yang meninggal yang sebelumnya sewaktu dia masih hidup pernah ke tempat ini?" terkejut Kalistha.
"Menurut cerita legenda tersebut berupa kejadian serupa, yang tersebar dari mulut ke mulut, aku bahkan tak pernah menemukan dan membaca catatannya," imbuh Khaigor. Lalu menunjuk dengan jari telunjuk tangan kanannya ingin memetik setangkai bunga di sana, “Hei, aku ingin mengambilnya, memperlihatkannya dan memberikannya padamu.”
“Jangan,” larangnya. “Kenapa?” keheranan. “Bunga dan tanaman-tanaman itu tampaknya sakral, aku tak mau jika kau melakukannya akan timbul masalah,” terangnya.
“Tidak apa-apa,” kemudian mencoba berjalan mendekati bunga itu. “Hei jangan kau petik,” larangnya lagi. Dia mengabaikannya, memetik setangkai bunga itu, memperlihatkannya, kemudian tak lama mereka melihat keterangan cahayanya sedikit berkurang, “Kenapa malah seperti ini? Mungkin karena dipatahkan dari tangkainya, sehingga putus dari hubungan akarnya yang mempengaruhi keseimbangan cahayanya,” pikirnya.
“Jangan kau coba ambil lagi bersamaan dengan akarnya,” tegur Kalistha. “Tidak perlu. Cukup satu ini saja.”
Ketika duduk kembali di sebelahnya, “Ini untukmu,” memberikannya. “Tidak. Kau saja,” tolaknya. “Maka sentuhlah,” suruhnya. Tangan kanannya mulai bergerak ingin menyentuhnya namun terhenti lanjut, akibat masih ragu. “Ayo.” Lalu lanjut menyentuhnya.
“Peganglah.” Dia memegangnya sebentar kemudian melepaskannya ke Khaigor.
Delina yang melihatnya pun tertarik penasaran, “Sini, berikan padaku, aku ingin memegangnya.” Khaigor memberikannya padanya. “Wahhh... Cantik, ini sangatlah cantik.”
Mereka lalu mendengar bunga-bunga yang tertanam itu bersuara merdu tampak seperti bernyanyi membuat pandangan mereka terarahkan ke sana.
“Bunga ini tak bernyanyi selayaknya bunga lainnya, yang sama dengan yang masih tertanam itu. Ini dipatahkan dari akarnya,” duga Delina yang memegangnya.
Mereka mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan-jalan di sekitar tempat itu.
“Kalistha, sepertinya bunga-bunga ini bisa kau ambil dan tanamkan di kebunmu. Maukah kau membuat bisnis kebun tanamanmu yang begitu luas itu dan berbagi denganku? Aku yang menemukan tempat tanaman-tanaman ini,” tawarnya lagi.
“Kau tak dapat mempengaruhiku Khaigor dengan ini. Kalau begitu, tak perlu ku ambil bunga-bunga dan tanaman ini, sudah ini milikmukan," tolak Kalistha kembali.
"Ambillah saja semaumu dan Delina tanaman-tanaman ini, tapi jangan sampai semuanya. Aku membawamu ke sini bukan untuk alasan seperti itu," ucapnya dengan kecewa. "Bagaimana jika mungkin kau jadikan tempat ini sebagai bisnis objek wisatamu?" ucap Kalistha memberi saran. "Entahlah, aku khawatir sepertinya aku merasa ada kejanggalan di sini. Apakah kau mau ikut mengurusnya?" "Tidak, aku hanya memberi saran," jawabnya.Berhari-hari kemudian, di salah satu ibu kota termasuk kota terbesar Therazium digegerkan akan sosok makhluk hewan raksasa mirip seperti kadal sedang mengacaukan area, larinya lebih cepat. Para prajurit yang sudah ada di sana lebih dulu berusaha melawannya, para prajurit termasuk Khaigor bergegas ke sana karena diberitau dari dua warga berkuda satu yang panik. Makhluk itu mempunyai air liur yang beracun, sehingga mereka semakin mewaspadainya, dan Khaigor memberi tau para warga biasa yang ingin mencoba melawan makhluk itu, "Kalian pergilah dari sini dan lindungi para warga lainnya, biarkan kami yang prajurit melawannya." Para warga ketakutan dan berlindung di rumah masing-masing. Makhluk itu berjalan dengan kaki empatnya dia melata, lidahnya menjulur, Khaigor dengan zirah besi berusaha melawan makhluk itu, Khaigor yang berkuda mengeluarkan busur silang dia berusaha menjaga jarak dan mencari arah, sembari mensasari anak panahnya dia memanah dan mengenai satu kaki kiri depan makhluk itu, lalu memanah mata kirinya, makhluk itu mengamuk tak karuan.
Ketika makhluk itu sudah mendekat ke arahnya, dia menghunuskan pedangnya ke depan, berusaha melawan makhluk itu, sebab busur silang sulit digunakan dalam jarak dekat. Kibasan ekornya memang dahsyat dan kuat, Khaigor berusaha menebas-nebas makhluk itu hingga mengenai leher menghasilkan luka sayatan. "Jangan sampai terkena liurnya," ujarnya dalam hati. Mereka mencari dan meminjam alat pengait bertali dan jaring kepada para warga.
Tiba-tiba makhluk itu lari ke arah seorang anak kecil lelaki di sana, anak itu berusaha berlari mencari dan mengetok rumah warga meminta perlindungan. Khaigor dengan sigap berkuda berlari lalu melompat dari samping ke arah depan makhluk itu, "Cepat pergi." Anak kecil itu mengangguk dan berlari, dibantu prajurit lainnya mencoba mengetok rumah warga yang masih ada penghuninya di dalam, agar anak itu bisa masuk berlindung. Khaigor pun melompat ke atas makhluk itu dan menaikinya lalu menebas dan menikam-nikam makhluk itu. Makhluk itu berteriak kesakitan berlari sekeliling arahnya hingga Khaigor terjatuh terlentang badannya. Makhluk itu mulai ingin menyerangnya di depannya, namun Khaigor berhasil menggelinding badannya ke arah kiri lalu bangkit berdiri, menghunuskan pedangnya ke depan. Lalu datanglah beberapa prajurit membawa busur silang raksasa dan mulai memanah makhluk itu, namun hanya mengenai atas kepalanya tak tertancap, membuat luka sayatan besar, makhluk itu pun berlari ke arah prajurit itu.
Prajurit itu pun kabur, Khaigor berlari lalu melompat ke atas badan makhluk itu, mencoba menahan posisinya agar tak terjatuh, berusaha menikam-nikam dan menebas lehernya dari atas, lalu melompat turun, “Cepat lakukan,” suruhnya, agar mereka prajurit melempari jaring dan tali pengait yang sudah di siapkan untuk menahan makhluk itu sewaktu tadi mencoba mendekatinya ketika Khaigor melakukan aksi serangan itu, setelah tertahan, pengait dari tali itu di tancapkan ke jalan berbatu membuat jalan sedikit rusak pecah, hingga pada akhirnya anak panah raksasa itu meluncur menancap kepalanya sampai tewas.
Bertahun-tahun kemudian, Therazium diserang oleh lima kerajaan besar dan kuat, yang menyerang secara tiba-tiba, sang raja panik, menyuruh meminta bantuan kepada kawan kerajaan lain lewat pesan yang dibawa prajurit bawahannya, dibagi tiga rombongan masing-masing pergi ke arah Barat, Barat Laut, dan juga Timur yang dipimpin oleh Khaigor sambil membawa staf istana. Mereka perlu waktu berhari-hari, ketika rombongan sudah sampai ke arah Barat, “Tuan, mohon bantuannya negeri kami Therazium sedang diserang, kami amat terdesak. Ada banyak kerajaan musuh yang menyerang kami.”
“Heuummm... Mohon maaf sekali kami tak bisa membantu.”
“Apa? Kerajaan kami mempunyai jalur perdagangan yang bagus dengan kerajaan kau.”
“Silahkan putuskan saja, prajuritku akan semakin berkurang dan kami tak memiliki cukup pasukan dan persenjataan untuk membantu kerajaan kalian. Lagi pula tak akan jadi masalah bila kerajaan kami nanti berperang lagi dan tak meminta bantuan kalian.”
“Tapi, perdagangan yang sudah berpuluh-puluh tahun terjadi, bahkan kami menyiapkan penjualan pasokan senjata kepada kalian. Tak membantu kami dalam keadaan yang sangat mendesak ini.”
“Kami cukup membeli dan menerima serta bekerja sama dalam perdagangan, jadi tak mengharapkan persyaratan yang lain.”
“Sudahlah, ayo kita pergi,” ucap bawahannya memegang bahu belakangnya. Mereka pun pergi.
Ketika rombongan satunya lagi sampai ke arah Barat Laut dalam waktu beberapa minggu, melewati laut menggunakan kapal. “Ya paduka, kami dari negeri Therazium memerlukan bantuan kerajaan anda?”
“Bantuan apa?” “Negeri kami diserang oleh berbagai pihak kerajaan besar, lima negara menyerang wilayah kami.”
“Entahlah. Aku tampak ragu, tapi kau pasti telah diberi taukan prajurit bawahan tadi bahwa kami sedang mengalami perang saudara.” “Sebelum kami datang, kami tak tau, tapi bisa jadi kemungkinan kau paduka akan mau membantu kami.”
“Jika aku membantu kalian. Prajurit yang menjagaku akan semakin berkurang jumlahnya, karena sebagiannya ikut membantu. Prajurit kami tak cukup membantu kalian.”
“Jika ada kedatangan kami selanjutnya ke negeri ini, aku yakinkan kami akan membantu kalian dalam melawan perang saudara ini. Kami pernah menemani kalian dalam menjelajah dan ikut bekerja sama membangun suatu koloni di pulau terpencil.”“Aku bisa kemungkinan nanti akan dibunuh oleh pihak saudara lain ketika lengah nanti. Aku tak mau ikut campur, aku mohon maaf.”
“Mohon bantu untuk kali ini saja.”
“Maaf aku menolaknya, risikonya besar. Aku berusaha menjaga stabilitas kerajaanku.”
“Maka hubungan diplomatik terputus, jangan harap kami akan menjalin kerja sama lagi bersama kalian.”
Ketika sampai di Timur dalam waktu hampir setengah bulan.
“Tolong bantu kami, negeri kami sedang diserang, kami kesulitan tuk bertahan. Mohon bantulah kami.”
“Aku meminta maaf, kami tak dapat membantu kalian. Untuk saat ini kami belum siap berperang, masih banyak yang harus kami persiapkan.”
“Kalian mempunyai hutang dengan kami, dan berhasil membantu merebut kembali wilayah kecil milik kalian, setelah meminta bantuan kami. Maka bayarlah sebagian hutang-hutang tersebut dengan mengikuti peperangan ini.”
“Tapi... Ku rasa untuk saat ini... Cukup sulit... Kekuatan kita bersama tampaknya tak cukup untuk menghadang mereka.”
“Bantulah, lebih baik ada melawan dari pada tidak sama sekali. Lunasilah hutang-hutang kalian dan kami menerimanya.”
“Baiklah. Aku akan membantu kalian, namun aku tak menjamin kemenangan perang tersebut.”
“Terima kasih banyak.”
Mereka pun membentuk pasukan dan pergi, ketika telah sampai dari arah kejauhan kerajaan Therazium, kerajaan tersebut sudah rusak parah, hancur dan terbakar. Orang-orang berteriak dalam peperangan.
Kerajaan dari pihak kawan merasa ragu. “Sepertinya ini sudah terlambat,” ujar komandan. Dalam hati Khaigor khawatir, “Kalistha, Delina, Tanaman-tanaman itu, semoga mereka tak menghancurkannya.” Pihak bangsa Therazium mencari rombongan lain yang diutus sebelumnya, ternyata mereka tidak ditemukan. Tapi sudah tidak bisa menunggu waktu lagi.
“Ayo kita serang mereka...!!!” teriak Khaigor. “Ayo...!!!” Para prajurit itu pun melawan keraguan mereka. Mereka melajukan larinya beserta kudanya dan untanya, berperang melawan pihak musuh. Tak ada pikiran apakah akan menang atau tidak, yang ada mempertahankan kerajaan tersebut. Ketapel raksasa dan yang berapi dilontarkan. Mereka terus menerus berperang, setelah jumlah mereka yang masih hidup semakin berguguran dan tampak mustahil tuk mengusir para musuh. Mereka pun mundur secepat mungkin. Negara Therazium pada akhirnya kalah dan tumbang jatuh dikuasai musuh.
Disarankan kalau mau bacanya agar terasa lebih hidup bisa sambil dengarin musik Relaxing ELDEN RING Music 🎵 ONE HOUR Ambient Chill Mix ( OST | Soundtrack ) Tautan: https://youtu.be/cz89Vp3LhWU?si=ngmTRIHNkoJMwsEx Kalau rutin unggah perbab 4 hari, tapi tak selalu.
Setelah mengalami kekalahan, Khaigor bersama prajurit lainnya kembali ke kerajaan Timur tersebut, dan disediakan tempat tinggal oleh raja di sana. Khaigor masih berpikir bagaimana dengan para rombongan lainnya sebelumnya itu. Apakah mereka telah lebih dulu sampai di sana dan dimanakah mereka sekarang?Khaigor pun hidup di sana selama beberapa bulan bekerja sebagai serabutan dan tukang besi, dan juga menolak tawaran untuk menjadi bagian dari prajurit atau melatih para prajurit di kerajaan tersebut, karena tak sudi mengabdi pada negara lain meskipun kerajaan mereka pernah bersekutu. Berselang di sana dia juga ikut dalam pertarungan seperti pertarungan jalanan dan resmi, untuk mendapatkan uang. Khaigor pun juga pernah berpikir untuk membuka kursus pelatihan pertarungan, namun diurungkannya.Khaigor bertarung dengan pedang kayu tanpa perisai dengan seorang pria yang sebaya dan bentuk fisiknya yang tak jauh beda dengan dirinya pada pertarungan resmi yang khusus. Para penonton disekitar ber
Mereka mendatangi seorang pria tua yang besar dan tangguh. “Widar, orang ini tadi ingin masih bergabung menjadi Gridor. Namanya Khaigor.”“Heuhh... Menjadi Gridor, anda baru saja bersedia mempertaruhkan segalanya, pekerjaan yang bisa saja lebih sulit dari pada melawan seorang manusia sendirian,” ucapnya.“Aku siap menjadi itu, aku tak ragu dan siap dengan segala apa pun.”“Ingat, ini juga kemungkinan akan berkaitan dengan orang-orang yang kau kenal. Jadi bersiaplah menghadapinya. Tempat markas kami di wilayah Barat sana, cukup jauh dari pemukiman kerajaan, jadi dalam tiga hari ini kita akan berangkat ke sana. Bersiaplah.”Di dalam rumahnya Khaigor merenung duduk di atas kasurnya. Mengingat keputusan itu. Lalu berbaring di atas ranjangnya. Mempertanyakannya dalam hati, “Apa yang harus menjadi beban yang membuatku lebih baik tidak menanggungnya?”Ketika dia tertidur dalam mimpinya, “Kalistha, Kalistha? Bunga itu kenapa ada di tanganmu?” “Delina, kenapa kau memutus juntaian tanaman itu?”
Ketika sedang dalam perjalanan panjangnya, mereka bertemu dengan makhluk besar buas merangkak dengan keempat kakinya, sedikit lebih besar dari ukuran beruang, sedang lewat berjalan dia seketika melihat mereka. “Tunggu, tetaplah waspada, jangan sampai mengundang perhatiannya,” beri Widar peringatan. Salah satu anggota ingin menghabisinya sedang menarik pedangnya terlihat sedikit keluar dari sarungnya. Berharap ada yang akan ikut menghabisinya. Devior pun melarangnya, “Jangan.”Mereka menunggu, melihat makhluk itu tetap berdiam posisi, bergerak-gerak memperhatikan mereka. Dari pada merasa menguras tenaga dan waktu untuk melewati jalan lain, mereka pun memutuskan melanjutkan jalannya lewat situ secara perlahan-lahan. Saat melewatinya, makhluk itu seketika bersuara memberi ancaman, sontak salah satu kuda seorang anggota terkejut bersuara sembari mengangkat setengah badannya dengan kedua kakinya ke atas secara miring. Matanya pun menatap kesal makhluk itu. Seketika makhluk itu berlari meng
“Bagaimana seandainya kita menjebak mereka nanti, kita buat saja perangkap?” usul Khaigor.“Bagaimana caranya kita mencoba memancing mereka?” tanya Widar.“Bukan memancing, kita bersembunyi seolah-olah kita terlihat tidak menjaga tempat ini....” selagi terdiam berpikir.“Jadi maksudmu menyamar?” penasaran Widar.“...bukan menyamar, kita berdiam saja dulu di dalam rumah mereka sementara ini, pasti butuh waktu yang lama. Kita buat jebakan,” lanjut Khaigor.“Itu akan jadi sia-sia dan merepotkan orang-orang yang akan mengurus kita di dalam rumah mereka di sini. Lagi pula kita punya waktu untuk tawaran lainnya,” ragunya.“Pemukiman ini jika tak dapat dijaga dan dirusak, akan merugikan perekonomian pihak perusahaan yang bersangkutan,” ucap warga pria di sana yang khawatir.“Aku ingat, kau tau burung Nebri? Burung itu memang perlu sang ahli untuk memerintahkannya. Burung itu bisa memberikan sinyal. Aku tau burung itu sewaktu tinggal di kerajaan Timur. Aku berharap para bandit itu takkan bisa
Di suatu tempat ketika sedang terjadi turunnya salju deras begitu dingin, sesosok makhluk humanoid misterius seukuran manusia tubuhnya mirip manusia, kuku tangan dan kakinya tajam dan panjang seperti serigala, bergigi tajam ukuran giginya sedikit lebih besar dari pada ukuran gigi macan, berjalan merangkak dan lari secepat anjing, menyerang para warga di sana. Makhluk berbahaya itu selain mampu bersiul, juga mampu meniru suara bahasa perkataan manusia seperti layaknya para burung nuri dan kakaktua serta sejenisnya. Tempat itu pun menjadi mencekam, membuat warga resah dan penuh ketakutan. “Bery!... Bery...!” tok tok tok, suara ketokan pintu depan dari luar. Pemilik rumah pun mendengar, “Siapa itu?!...” “Bery!... Buka!... Buka...!” “Iya, akan ku bukakan pintunya.” “Aneh aku tak pernah mengenal suaranya sekali pun, mungkin ada yang menyuruhnya memberikan suatu barang atau memberi tau pesan,” ucapnya berbicara sendiri yang keheranan. Lalu membuka pintunya, pria itu pun langsung diserang
Monster ganas bersayap burung, kedua kaki cakarnya begitu kuat, mampu memegang dan menahan serta mengangkat seekor domba dan kambing. Devior dan Khaigor dibayar untuk membasmi monster bersayap itu, yang memakan hewan ternak, mengganggu makhluk hidup dan menyerang, serta mengangkat manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya.Sampailah mereka di suatu desa, makhluk itu muncul mengganggu para warga, Devior dengan busur mengarahkan panahnya pada makhluk itu, namun tak kena. Khaigor, memanahnya dengan busur silang, begitu sulit mengenainya. Devior pun mencoba dengan tiga anak panah lagi-lagi tak kena hanya satu anak panah yang hampir mengenainya, sempat seketika mengganggu pandangannya. Monster itu pun turun mereka berdua menunduk, menyerang dengan cakarnya kemudian mengambil busur silang milik Khaigor berusaha merusaknya, Devior meminjam tombak, seketika makhluk itu mulai terbang ke arah mereka, Devior pun melempar tombaknya ke arah makhluk itu, namun makhluk itu berhasil menghindarinya lag
Setelah sekian tahun berlatih menjadi Gridor dan telah mengembankan berbagai misinya, kini Khaigor resmi sudah menjadi seorang Gridor yang sebenarnya, yang sudah menjalani ketentuannya, meskipun dulunya belum sepenuhnya resmi menjadi Gridor dalam ikut menjalani perbuatan bersama para Gridor, yang tampak seperti kontradiksi yang terjadi.Khaigor yang seorang Gridor sedang berada di lumpur melewati rawa-rawa, diserang oleh suatu makhluk yang berada di bawah menarik kedua kakinya, karena Khaigor yang terlalu kuat itu pun dan terus mempertahankan diri, makhluk itu kesulitan menariknya dari bawah, makhluk itu langsung keluar dari dalam lumpur. Bentuknya seperti manusia mayat hidup dengan mata yang terang seperti hewan nokturnal, tubuhnya sedikit lebih besar dari pada manusia, makhluk itu gemar menyerang siapa saja yang menurutnya mampu dihabisinya, Khaigor mengerahkan tenaga dalamnya berupa sinar yang mematikan menyerang makhluk itu, mengenai kepalanya. Lalu satunya lagi muncul dari belaka
Di tempat pedalaman hutan yang jauh, dicurigai adanya gerak-gerik para goblin yang berada di sana. Lima Gridor dibayar untuk menumpaskan mereka, karena mereka dicurigai berbahaya dan mengancam para warga, mengambil hewan ternak, buah-buahan dan sayuran, serta terjadinya pembunuhan beberapa kali pada para warga, yang mengejutkannya adalah meninggalnya seorang pemimpin pasukan khusus tertinggi di sana sewaktu sedang bepergian sendirian. Goblin adalah makhluk yang menyerupai dan seukuran manusia juga tak secerdas manusia, namun secara kekuatan fisik cenderung lebih kuat, bersifat licik, jahat serta suka mencuri. Kulitnya berwarna hijau serta bertelinga runcing dan bergigi tajam seperti hewan. Wajahnya seperti monster mirip kera. Mereka adalah pengganggu kecil. Sebagian para Goblin tersebut ahli dalam kegerakan mengendap-endap. Mereka terlihat sedang membakar santapan mereka. Kelima Gridor itu langsung membantai mereka, para goblin itu bertempur melawan mereka. Goblin dari segala arah ya