“Bagaimana seandainya kita menjebak mereka nanti, kita buat saja perangkap?” usul Khaigor.
“Bagaimana caranya kita mencoba memancing mereka?” tanya Widar.“Bukan memancing, kita bersembunyi seolah-olah kita terlihat tidak menjaga tempat ini....” selagi terdiam berpikir.
“Jadi maksudmu menyamar?” penasaran Widar.
“...bukan menyamar, kita berdiam saja dulu di dalam rumah mereka sementara ini, pasti butuh waktu yang lama. Kita buat jebakan,” lanjut Khaigor.
“Itu akan jadi sia-sia dan merepotkan orang-orang yang akan mengurus kita di dalam rumah mereka di sini. Lagi pula kita punya waktu untuk tawaran lainnya,” ragunya.
“Pemukiman ini jika tak dapat dijaga dan dirusak, akan merugikan perekonomian pihak perusahaan yang bersangkutan,” ucap warga pria di sana yang khawatir.
“Aku ingat, kau tau burung Nebri? Burung itu memang perlu sang ahli untuk memerintahkannya. Burung itu bisa memberikan sinyal. Aku tau burung itu sewaktu tinggal di kerajaan Timur. Aku berharap para bandit itu takkan bisa membunuhnya. Burung kan binatang terbang, sulit di tangkap dan dibunuh, semoga saja mereka (Bandit) tak tau soal ini,” Khaigor memberi solusi.
“Ya, ide yang menarik, kami setuju,” lanjut pria itu.
“Baiklah jika dibayangkan bisa berhasil,” penasaran Widar melawan keraguannya yang masih dirasakan terlihat dari raut wajahnya.
Khaigor pun pergi ke kerajaan Timur ditemani satu anggota Gridor dengan beberapa prajurit lainnya.
Mengetahui Khaigor yang telah kembali, Verdis pun dengan senang hati secepat mungkin mendatanginya, sambil memegang membawa mainan pedang kayunya, meninggalkan waktu bermain bersama temannya, “Hei teman.”
“Hei, kau yang waktu itu,” Khaigor melihatnya.
“Ya. Senang bisa berjumpa kembali,” dengan gembiranya anak itu.
“Ya, tapi aku takkan berlama-lama di sini.”
“Lagipula aku bisa kembali berbincang denganmu,” balas anak itu.
“Baguslah.”
“Alasanku ingin menjadi Gridor adalah aku ingin menumpaskan rasa muakku. Jadi aku ingin membasmi segala yang jahat dan berbahaya, di muka bumi ini. Aku tak ingin terlibat dalam perang prajurit, bila tak ada alasan jahat yang kuat,” lanjut anak itu.
“Sesungguhnya, penyebab aku ingin menjadi Gridor, karena aku masih ingin bertempur lagi, sekaligus mencari uang yang lebih besar. Tak ada yang ingin berakhir dengan kekurangan harta.”
Ketika anak itu sedang melihat-lihat pedang mainan kayunya dan menyentuh-nyentuh ujung mata pedangnya sambil berkata, “Sepertinya aku pernah melihatmu beberapa kali dalam arena pertarungan itu, kalau tak salah di sana namamu Heibor Odura’kan?” tanyanya.
“Ya benar, bukan nama asliku,” balasnya.
“Aku tau, lebih baik tak usah menggunakan nama asli saja.”
“Aku ingin mendirikan perusahaan pembuatan barang-barang berbahan logam.”
Saat pergi mencari info tentang burung Nebri.
“Aku ingin ada orang yang bisa dibayar untuk menggunakan burung Nebri.”
“Bukankah di daerah Barat sana, pasti ada yang memeliharanya?”
“Tak banyak yang bisa menggunakan burung itu, inilah ciri khas kerajaan ini,” ucap Khaigor.
“Kami perlu seseorang yang bisa menggunakan burung Nebri itu, dalam menumpas para penjahat di sana, kami yang akan menjamin keselamatannya, aku akan membayarnya dan bisa mengajari kami menggunakannya,” ucap Gridor lainnya.
“Berapa kau membayarku?”
“Dengan jumlah yang begitu besar dari kami,” mereka pun membayarnya. Sang pawang burung Nebri beserta mereka pergi ke kerajaan di Barat. Ketika telah sampai dan beristirahat, besoknya mereka menemui Widar. “Aku sudah menemukan pawangnya yang bisa menggunakan burung itu. Kami telah membeli dua ekor, jadi dia juga termasuk melatih kita menggunakan burung Nebri.”
Para bandit pun datang dan setelah dekat pemukiman mereka pun berlari menyerbu untuk merampas yang ada di pemukiman. Sebagian prajurit yang menyamar sebagai penduduk di sana pun mulai melawan mereka. Beberapa Gridor melempar aroma makanan berupa bubuk ke tubuh beberapa bandit. Para prajurit dan Gridor yang berada di dalam rumah warga pun keluar. Mereka terus berjuang melawan para bandit itu. Khaigor memanggil-manggil nama temannya itu Erox serta mengatakan mengira-ngira jika ada temannya yang lain juga, agar mereka segera menghentikan perbuatannya itu dan memberinya kesempatan serta menawari kebutuhan dan perkerjaan.
Beberapa bandit terjatuh di bawah perangkap. Melihat mereka yang berhasil tertangkap dan tewas. Mereka menahannya, mereka bertarung secara brutal satu sama lain. Melihat para Gridor yang menghabisi jumlah mereka. Para bandit pun kabur, di luar para prajurit dan Gridor yang telah bersiap-siap bersembunyi pun mengejar mereka dengan menunggangi kuda, burung Nebri dilepaskan mengejar mereka.
Mereka terus mengejar namun dengan langkah yang diperlambat untuk membiarkan para bandit berlari dulu hingga sampai ke markas mereka. Beberapa burung Nebri yang di atas, terbang lebih cepat dan suatu ketika sampailah di kamp mereka. Para Gridor dan prajurit melawan mereka, yang sulit ditangkap terpaksa dibunuh, anak-anak panah diluncurkan, pedang, kapak dan tombak, hampir semuanya tewas, hanya tersisa beberapa yang masih hidup.
Mereka ditanyakan apakah ada lokasi keberadaan mereka yang lain. Mereka hanya diam, namun tetap dipaksa, para bandit yang ditangkap diinterogasi kadang disiksa. Erox pun dicari tapi masih belum ditemukan. Sampai suatu ketika mereka menemukan kamp para bandit itu, para Gridor dan pihak kerajaan berusaha menangkap mereka, namun mereka melawan, pertikaian terus terjadi. Para bandit tersebut berusaha melepaskan diri dan melawan ketika berusaha ditangkap. Khaigor terus memanggil Erox dan mengulang kalimat yang sama tadi.
Khaigor melawan salah satu bandit, yang terus melawan, Khaigor menangkis dan menyerang bagian-bagian tubuhnya, namun bandit itu tetap berdiri dan bandit-bandit lain mencoba menghalangi mereka, akhirnya Khaigor terpaksa membunuhnya. Helmnya terbuka dan terlepas. “Erox...” tercengang Khaigor tak menyangka. Namun pertikaian brutal masih terjadi.
Jumlah para bandit yang masih hidup semakin berkurang, mereka berhasil menghabisinya dan menangkap beberapa di antaranya. Khaigor sedih melihat temannya yang mati dan tak menyangka dia juga melihat Thomas pun tewas.
“Maaf, banyak manusia yang telah berubah. Tak terkecuali keluarga, bahkan ada kasus keluarga yang membunuh anggota keluarga kandungnya sendiri,” Widar yang menyayangkan.
Suatu ketika ada yang tak dapat membayar sepenuhnya jasa Gridor. “Maaf kami tak dapat membayar seluruhnya,” ucap seorang pria tua. Lalu anggota Gridor itu melihat seorang anak kecil lelaki mereka yang berusia pra-remaja, “Maka akan menjadi hutang dan harus dibayar.” Ibunya mendekati anaknya dan melindunginya. Gridor itu berkata, “Dia bisa pulang dua kali sebulan.” “Bu,” gelisah anak itu menatap ibunya. “Bawa aku saja,” lanjut pria itu. “Sayang, kami memerlukanmu untuk bekerja bersama kami,” lalu ibunya menatapnya, “Neos, maafkan kami berdua orang tuamu, tapi sepertinya kau harus bersedia, kami juga akan berusaha secepat mungkin melunasinya.” “Bu, ayah, aku tak mau,” tolak anak itu. “Jika dua werewolf itu tak dihabisi maka hewan ternak kita akan berkurang dan kita akan berujung pada kelaparan, ini salah satu risikonya, ada balasan dari permintaan,” lanjut kembali ayahnya itu, melihat anaknya kembali menatap Gridor itu dan dari tampangnya terlihat pasrah, ayahnya berkata, “Silahkan bawalah. Mohon jaga dan urus dia dengan baik.” Gridor itu pun membawanya untuk dijadikan pembantu mereka di markasnya guna melunasinya.
Ada seorang anak remaja perempuan yang berumur empat belas tahun bernama Avery. Dia gadis yang tangguh, bahkan menghajar dan mengalahkan wanita yang usianya lebih di atasnya yang berumur enam belas tahun, karena sifatnya yang teramat nakal. Seorang laki-laki sebayanya hampir kalah olehnya, namun laki-laki tersebut tetap memenangkannya. Dia tak menyangka Avery seorang gadis remaja yang begitu muda sudah sangatlah tangguh dan sulit dikalahkan.
Khaigor membacakan surat yang dikirimkan Verdis bertulisan:
Khaigor, temanku, tepatnya pada hari keenam belas bulan sembilan, aku akan ikut pertarungan lokal yang diselenggarakan khusus di negeri, kota tempat kita tinggal yang dilaksanakan pada awal sore hari. Datanglah, lihatlah diriku di sana. Kau akan semakin yakin dan berpikir bahwa aku layak diterima. Verdis.
Para anggota Gridor menonton arena pertarungan, yang di mana telah ada jurinya dan beberapa ekor burung Nebri pengawas dan wasit, mereka ada melihat seorang anak lelaki tangguh yang bertarung dengan dua lawannya lelaki sebayanya. Mereka saling menebas satu sama lain dengan pedang tiruannya, di pertarungan berikutnya mereka ada melihat Avery, gadis itu. Lawannya juga seorang wanita yang sebaya dengannya. Pertarungan mereka dua begitu sengit, Avery langsung melompat ke atas kedua bahunya hingga lawannya terjatuh, belati tiruan itu mulai ingin ditancapkannya dari tangan kanannya, lawannya menahan tangannya. Lalu dia mulai mencoba menikam dengan kedua tangannya, lawannya ikut menahannya dengan kedua tangannya.
Kedua kaki lawannya, langsung mengangkat ke atas dan mendorong kepalanya hingga kunciannya terlepas.
Khaigor melihat seorang anak laki-laki yang tampak dikenalinya dari jarak agak jauh. Dalam hatinya, “Bukankah itu Verdis?” “Verdis?!” sahutnya. Anak itu menoleh, tersenyum, “Khaigor!” Balas senyumnya. Verdis kembali menoleh ke depan untuk fokus melihat pertandingan ini dalam mengamati, berlatih sedikit sembari menunggu gilirannya, “Rupanya dia datang, ternyata kau menanggapi suratku, Khaigor,” ucapnya berbicara sendiri senang.
“Verdis!” “Avery!,” lanjutnya, “Kau mengikuti juga pertandingan tarung ini. Hei, aku dalam beberapa tahun ke depan ketika sudah cukup umur, akan diterima untuk ikut berlatih menjadi seorang Gridor. Aku harap akan mendapatkan banyak uang, kekuatan lebih, pengalaman. Di salazar sana, ada para Gridor yang sedang duduk, aku menawarkan diri kepada Khaigor, dia dulunya adalah mantan ksatria dari negara Therazium itu, negara yang pernah dikenal sebagai salah satu negara terkuat dan terbesar,” sambil berbicara mengarahkan wajahnya.
“Bisakah kau memperkenalkan diriku pada Khaigor itu, aku ingin berlatih dan berguru dengannya untuk menjadi seorang prajurit? Akan kubayar berapa pun. Kaukan kenal dengannya.”
“Baiklah, akan ku beritaukan nanti,” balasnya.
Waktu pertarungannya Verdis tiba, Verdis menghadapi lawannya, dia menangkis serangan belati kayu lawannya, mereka saling menebas. Verdis tertendang, kemudian lawannya melompat, tangan kanannya dia arahkan melingkar ke kiri menebasnya, Verdis menangkis kembali. Dia di tendang lagi, kaki dan tubuh terkena serangan belati kayunya. Lalu dia menendangnya, kakinya di tangkap selagi ditahan, kakinya diserang belati kayu itu. Lalu lawannya menendang kaki satunya yang masih berdiri dan mendorongnya. Selagi Verdis terbaring jatuh, dia langsung bangkit menaikkan badannya setengah tegak berdiri, terduduk dan melemparkan belati kayunya sesuai mata belatinya secepatnya ke arah leher lawannya itu.
Lawan berikutnya dia melawannya kini dengan dua belati kayu, lawannya menendang tubuhnya, lalu berlari maju menendang samping kepalanya. Tangan kiri lawannya dipegang dan ditahannya lalu tangan lawan satunya mulai menyerangnya. Ditahannya juga, kini dia perlintirkan hingga lawannya kesakitan terpaksa melepaskan kedua belati kayunya.
Lawannya menendangnya, hingga dia termundur, ketika lawannya ingin mengambil senjatanya dia sontak menahan kedua tangan lawannya. Lawannya menendang kepalanya. Lalu mengambil senjatanya selagi menggunakan kesempatan itu. Verdis pun maju menghadapnya, menangkis serangannya lalu balas menyerangnya dan berputar ke belakangnya menebas belakang lehernya dengan belati kayu di kanan tangannya, dan menancapkan belati kayu satunya ke belakang kepalanya. Beberapa pertarungan berikutnya dilaluinya.
Verdis menghampiri Khaigor, “Khaigor, ada temanku yang ingin meminta berlatih padamu. Maukah kau melatihnya?”
Di tengah pencarian sahabatnya, dia singgah di suatu kerajaan yang berada di bawah kepemimpinan kerajaan Bukit Ragam di Barat akibat sudah di invasi, salah satu dari lima kerajaan kuat yang telah menginvasi negerinya. Dan rajanya menjadi raja boneka kerajaan tersebut.Khaigor jadi teringat ketika mau menanyakan ke penduduk sana tentang keberadaannya sahabatnya itu, “Ingat jangan tunjukkanSesudah menanyakan sekian orang, Khaigor tampak menyesal telah membakar gulungan lukisan bergambar dia dan keempat sahabatnya itu, sampai suatu ketika bertemu dengan seorang prajurit legion dan menanyakan mereka, “Kau tau pria yang bernama Alan dari Therazium, dia temanku, dulunya dia pernah mengatakan dia pergi ke negeri ini?”“Iya aku tau. Dia sudah pergi lama jauh sebelum kerajaan ini di bawah kekuasaan negeri Bukit Ragam, tapi aku kenal seseorang yang berteman dengannya, dia seorang perwira yang sulit di temui, ngomong-ngomong besok ada pertemuan penting di suatu gedung, akan ku tanyakan dia di sa
Seorang ksatria, ksatria kegelapan dengan kudanya sedang berjalan di salju deras pada malam hari, begitu dingin dan mengganggu penglihatan juga gerak tubuh.Dia merasa mempunyai kesalahan, kesalahan yang teramat besar sangat sulit di maafkan.Negerinya telah hancur, para pemimpinnya raja, ratu, pangeran dan tuan putrinya telah mati, sepertinya hanya dia sendiri yang tersisa.Dia sedang tidak menebus kesalahannya lagi, hanya berkelana dan ingin menghilangkan kebosanan. Dia pernah ingin memakan monster sebagai simbol atas penebusannya tersendiri tapi tak ada satu pun monster yang bisa di makan, setelah dia mencoba mengunyah daging satu monster yang dibunuhnya, terasa sangat tidak enak, begitu pahit, keras, bau, sebelumnya dia sangat berhati-hati dalam memilih monsternya, agar terhindar dari racun atau penyakit yang mengganggu fungsi tubuh.Seorang anak kecil laki-laki tersesat di tengah salju tertinggal dari teman-temannya, sampai langit mulai berubah gelap, dan bertemu dengan sesosok m
“Kalian pembasmi monster, makhluk berbahaya dan prajurit bayaran. Sudah banyak musuh-musuh tangguh, ksatria, raja, raksasa, monster, siluman yang kalian bantai habis. Kalian pastilah manusia super, bukan manusia biasa,” ucap seorang raja. Tiga gridor itu di utus untuk menghabisi sesosok monster raksasa yang mengamuk di sekitar sungai, yakni Tarasque makhluk berbentuk seperti naga tanpa sayap dengan kepala singa, tubuh lembu yang ditutupi tempurung kura-kura, kaki enam beruang, dan ekor besar kuat seperti ular. Monster itu mencakar-cakar dan berlari lambat seperti gajah dengan tubuh besarnya, mereka dalam posisi mengelilingi kesulitan menyerangnya, juga menangkis dengan palu, pedang, dan perisainya, sebab makhluk itu menghalau dengan ekornya serta melindungi diri dan menabrakkan diri dengan tempurungnya. Auman nyaringnya terhempas berbalik ke dirinya, akibat pantulan dari kalung mereka gridor. “Heuuhh…. Monster yang teramat ganas,” ragu Gedrix dengan pedang dan perisainya. “Aku kebi
Setelah dia pergi dari situ seketika dia bertemu dengan gerombolan orc, lalu berkata pada mereka, “Kalian para orc, aku tadi tak sengaja melihat mayat para orc lainnya dan manusia suku pedalaman berserakan karena pertempuran.”“Jangan bicara omong kosong. Kami sedang pergi tak untuk berperang.”“Orc, siapa peduli?!”Kemudian berubah pikiran, “Mohon jangan ke arah sana, aku ada merasa firasat buruk, kalau tak percaya lihat saja sendiri.”“Memangnya kau manusia lebih berpihak pada kami orc, dan melawan sesama manusia.”“Mereka musuh kami juga. Aku mencoba menyakinkan kalian. Ada saatnya tuk berperang.”“Jangan coba membohongi kami, kau kira kami takut,” lalu sambil mengacungkan pedangnya ke depan, “Karena kau seorang gridor,”“Kalau begitu terserah kalian, bukan urusanku.” Mendengar peringatannya mereka jadi ragu membantahnya.Tak lama kemudian dari jauh orang-orang pedalaman muncul berlarian di antaranya berkuda, dengan jumlahnya yang sebegitu banyak mengejar mereka.“Cepat pergi, biar
Seorang raja yang menugaskan Avery beserta pasukannya ke sana sebelumnya merasa curiga, “Hmmm… Kenapa mereka belum juga kembali, apakah semuanya telah tewas?”Dalam mimpinya, Avery sewaktu kecil sedang bermain dengan seorang teman perempuan sebayanya, dia berada di suatu bukit dipenuhi dengan rumput-rumput subur. Lalu pergi ke pinggir perairan, temannya itu tiba-tiba ditarik oleh sesuatu yang aneh berwarna gelap, panjang dan begitu besar, dibawa ke dalam perairan, Avery dan temannya berteriak ketakutan, dia tak dapat berbuat apa-pun. Pada saat-saat amat terdesak itu dia mengeluarkan sebuah material gelap dan kasar seperti batu dari kantong celananya, yang dia dapatkan di gua sewaktu mencoba-coba berjelajah sendirian lalu dipukulnyalah badannya, makhluk itu kesakitan dan menjerit luar biasa, seketika dia berlari ketakutan sekencang-kencangnya hingga melepaskan benda itu dari genggamannya.Pada keesokan harinya, Avery yang lemas setengah sadar di bopong oleh dua orang di kiri-kanannya de
Beberapa Gridor yang disewa bergabung bersama prajurit yang diantaranya terdiri dari manusia raksasa tuk berperang, di depannya ribuan pasukan bersiap sambil menunggu aba-aba.Seorang prajurit manusia raksasa dengan tombak dan perisainya, berbicara pada Khaigor, “Aku ingat di saat aku terhalau dan temanku diserang dalam perang, dia sudah menyerah meminta ampun, tapi belas kasihan tetap tak diberikan…”“….. tak akan pernah adanya kedamaian yang absolut, buktinya perang masihlah terjadi dan menumpahkan darah, baik melawan manusia, orc, monster atau pun musuh lainnya,” lanjutnya.Lalu kedua belah pihak mulai berlari maju saling melawan. Khaigor menebas, menangkis, menebas lagi dan menikam kepala. Si raksasa itu menombak, para musuh menghindar menjaga jarak sehingga serangan mereka jadi lebih lambat. Dia menendang kaki musuh, menangkis serangan dengan perisai lalu maju berlari sambil menombak salah satunya tertancap di dada, dia mengantam beberapa musuh di sebelahnya dengan perisai seperti