Seminggu telah berlalu, Kasih bisa bernapas lega karena sampai saat ini Gilang tidak pernah datang menemuinya.Entah apa yang terjadi dengan pria itu, mungkin tengah sibuk dengan istrinya. Kasih sama sekali tidak mempermasalahkannya, dia malah senang jika pria itu tidak datang padanya, bahkan dia juga berharap Gilang sama sekali tidak akan menemuinya lagi.Hari ini dia berjanji akan mengajak ibunya berbelanja bulanan. Kasih mengatakan bahwa dia diberikan sedikit bonus oleh bosnya karena beberapa kali lembur, tentu saja itu hanya akal-akalan Kasih."Kamu belanjain Ibu banyak banget, Kasih. Apa uangmu nggak habis?" tanya Mutia dengan dahi berkerut.Kasih tersenyum. "Kan, tadi aku bilang kalau bos aku ngasih bonus. Dia baik banget, kan, Bu. Belum ada sebulan aku kerja udah dikasih uang," celetuk Kasih beralasan agar tak menimbulkan kecurigaan."Memangnya pekerjaan kamu itu apa sih, Nak?" "Ya biasa, kalau asisten rumah tangga pastinya selalu beres-beres rumah, Bu."Mutia tersenyum tulus,
"Mau ke mana?" tanya Yura, dia sedikit heran dengan tingkah suaminya karena berpakaian rapi dan juga memakai wangi-wangian."Mau meeting dengan klien. Kamu di rumah dulu, ya. Aku janji cuma sebentar kok."Yura melipatkan kedua tangannya, dia cemberut dengan jawaban suaminya."Kamu udah janji sama aku, kalau selama aku di rumah, kamu selalu nemenin aku. Kok sekarang ingkar janji sih," gerutu wanita itu.Gilang mencium bibir Yura singkat. "Ini penting, Sayang. Masalah kerjaan. Aku janji cuma sebentar.""Ya udah deh, awas aja kalau lama. Aku ngambek.""Iya, Sayang. Aku pergi dulu ya," pamit pria itu."Heemmm." Yura menjawab dengan malas.Gilang tak ambil pusing ketika melihat wajah istrinya terlihat begitu masam. Hari ini dia harus menemui Kasih, sudah lama dia tidak bertemu dengan wanita itu.Sialnya, rasa rindunya menjadi-jadi ketika tadi dia melihat wanita itu di pusat perbelanjaan. Yang membuat Gilang hilang fokus karena mendengar pembicaraan wanita itu. 'Kasih ingin dijual lagi? Ng
"Lepas! Sakit tahu," erang Kasih, wanita itu terus meronta, agar Gilang melepaskan cekalan tangannya.Sayangnya, Gilang tak membiarkan hal itu terjadi, dia terus saja menggandeng tangan Kasih dengan erat.Gilang buru-buru menekan tombol apartemen, setelah pintu itu terbuka, pria itu langsung mendorong tubuh Kasih dengan kasar.Kasih memekik kesakitan ketika kakinya terkilir. Dia memandang Gilang dengan tajam, ingin marah pada pria itu tapi dia urungkan karena melihat raut wajah Gilang berubah menjadi gelap.Yang bisa Kasih lakukan saat ini kembali menunduk, lalu memijat kakinya dengan pelan.Saat ini wanita itu benar-benar ketakutan karena melihat perubahan Gilang.'Apa aku sudah berbuat salah? Kayaknya nggak, terus kenapa dia terlihat begitu marah?' batin Kasih, bertanya-tanya.Kasih tersentak kaget ketika tiba-tiba saja Gilang mencengkram dagunya begitu erat."Apa yang kamu lakukan, hah?!" bentak pria itu."Apa?" tanya Kasih bingung."Kau mengabaikanku demi berkencan dengan pria bad
"Kau datang terlambat," rajuk Yura.Gilang sama sekali tak menyahut, dia berjalan menuju kamar mandi, lalu menutup pintu.Emosi Yura semakin menjadi-jadi ketika Gilang mengacuhkannya. Wanita itu mencak-mencak tak jelas.Dia akan memberikan pelajaran pada pria itu karena sudah berani mengabaikannya.Yura memutuskan untuk berpura-pura tidur, dia sedang dalam mood jelek, dan dia berniat tidak akan melayani nafsu suaminya."Awas aja kalau minta jatah," gerutu wanita itu.Pintu kamar mandi itu terbuka, membuat Yura langsung memejamkan matanya. Dia tersenyum kecil ketika merasakan ada pergerakan di tempat tidur itu.'Pasti bentar lagi dia merengek minta jatah,' batin Yura.Sudah lama Yura menunggu, tapi ternyata tidak ada tanda-tanda Gilang akan mendekat, membuat wanita itu merasa dongkol.Dia langsung membalikkan tubuhnya, menatap Gilang, agak terkejut karena Gilang rupanya tengah membelakanginya juga.'Kenapa dia bertingkah aneh seperti ini, apa dia kecapean?' batin Yura bertanya."Kamu u
Gilang mengumpat keras karena Kasih sudah mengganti kata sandi apartemen itu, dia menekan tombol apartemen itu beberapa kali, sayangnya tak ada tanggapan dari Kasih."Apa-apaan dia. Apa maksudnya mengganti sandinya. Apa dia ingin menghindar dariku? Awas aja kalau beneran iya," gerutu pria itu.Tak lama kemudian Gilang mendengar suara pintu terbuka, Gilang mendongakkan kepalanya, dia melihat Kasih sedang memakai handuk, sepertinya wanita itu habis mandi.Belum sempat Kasih berbicara, Gilang lebih dulu masuk, lalu mendorong tubuh wanita itu."Kenapa keluar dengan penampilan seperti itu? Bagaimana kalau orang lain lihat?" tanya pria itu kesal."Maaf, aku buru-buru soalnya dari tadi belnya terus berbunyi, aku tahu kalau itu kamu."Wajah emosi pria itu seketika sirna, dia mengira kalau Kasih tengah menanti kedatangannya."Kau menungguku?"Kasih mengerutkan keningnya. "Bukannya kamu semalam bilang ingin datang ke sini? Memangnya siapa yang akan datang selain kamu, hanya kamu yang tahu tempa
"Ngapain lagi sih kamu datang ke sini?" tanya Kasih ketus. "Tahu alamatku juga dari mana?""Ini nggak disuruh masuk dulu, nih?"Kasih menggeleng tak percaya. "Masih punya muka ya kamu?"Biarpun begitu, Kasih menggeser tubuhnya ke samping, mempersilahkan wanita itu masuk.Setelah Kasih menutup pintu, dia menatap wanita itu dengan tajam."Mau jual aku lagi? Segitu ngebetnya ya kamu pengin punya uang, kenapa nggak kamu aja yang jual diri?" sindir Kasih.Diana mengelus dada, ucapan Kasih benar-benar membuatnya tersinggung. Akan tetapi, dia memaklumi mengapa Kasih berkata seperti itu."Ya ampun, Kasih. Masih aja dibahas masalah itu. Aku, kan, udah minta maaf. Tempat tinggal kamu sekarang bagus, ya," celetuk wanita itu, matanya mengedar ke sekeliling ruangan itu."Nggak usah ngalihin pembicaraan, kamu mau ngapain datang ke sini, pasti punya maksud tertentu, kan?" tebak Kasih."Nggak! Sumpah deh, aku tuh rasanya nggak enak kalau belum dapat maaf dari kamu, kayak ada yang ganjel gitu lho. Aku
Diana terus saja menatap Kasih, bahkan sesekali wanita itu memelototi Kasih, membuat Kasih mengernyit bingung."Kamu kenapa sih, dari tadi ngeliatin aku gitu banget," ujar Kasih.Diana menggeleng pelan. "Sejak kapan kamu jadi suka berselingkuh?"Kasih semakin mengernyitkan dahinya. "Selingkuh? Kapan aku selingkuh?" tanyanya bingung."Itu, cowok yang ada di apartemen kamu, memangnya siapa lagi, aku masih ingat ya, wajah Dani seperti apa."Kasih menatap Diana tak percaya. Bagaimana mungkin wanita itu menuduhnya yang tidak-tidak, padahal jelas-jelas dia yang sudah mengenalkan Kasih pada pria itu."Kamu lupa atau gimana?""Hah?""Atau kamu pura-pura nggak tahu?" tebak Kasih lagi."Kamu ngomong apa sih, aku tadi tanya kamu. Kenapa kamu malah kasih pertanyaan yang bikin aku bingung?"Kasih mendesah berat. "Bukannya kamu yang bikin aku kenal sama dia?""Kapan? Aku nggak merasa tuh.""Halah! Masa lalu biarlah berlalu, okelah sama kata-kata itu, tapi kamu nggak mungkin, kan, lupain kesalahan k
"Kamu kenapa sih, dari tadi duduk selalu gelisah?" tanya Yura heran."Hah? Oh, ini. Makanannya pedas banget," sahut Gilang asal.Yura mengerutkan keningnya. "Perasaan tadi kamu nggak pesan yang pedas deh, apa pelayannya yang salah antar kali ya? Aku panggil pelayan aja deh, biar makanan kamu diganti.""Jangan!" cegah Gilang. Pria itu tampak pias. "Nggak usah cari ribut deh, biar aja nggak usah diganti. Lagian ini makanannya nggak pedas-pedas banget kok. Udah, lanjut aja lagi makannya, bentar lagi kamu ada pemotretan, kan?" tanya Gilang, mengalihkan pembicaraan."Serius nggak apa-apa? Tapi kayaknya kamu tersiksa banget tuh. Atau kita tukeran makanan aja gimana?"Gilang menggeleng cepat. "Nggak usah, kamu bentar lagi ada pemotretan, nanti kalau tiba-tiba sakit perut gimana?""Ya udah deh," gumam Yura pelan. Wanita itu pun kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya.Sedangkan Gilang, pria itu bernapas lega karena Yura tak lagi menyahut ucapannya.Dia kembali melirik ke arah meja yan