Dua hari berlalu dengan ketegangan yang kian memuncak di benak Freya. Meskipun mengenakan pakaian yang lebih berani, ia masih belum melakukan apapun untuk mendekati Javier.
Namun, pesan-pesan dari Pamela tak henti-hentinya mengusiknya, membuat pikirannya gelisah dan hatinya terombang-ambing di antara ketakutan dan tuntutan. Pagi itu ketika Freya sedang menyiapkan sarapan, suara Javier yang tiba-tiba terdengar membuatnya terlonjak. "Kenapa kau mengenakan pakaian seperti itu?" Nada suaranya dingin, nyaris menusuk. Freya berbalik, menatapnya dengan mata melebar. Wajah pria itu serius, seperti mencoba membaca setiap gerak-geriknya. Sebelum Freya bisa menjawab, Javier melontarkan pertanyaan yang lebih mengagetkan, "Apa kau mencoba menggodaku?" Kata-kata itu tepat mengenai sasaran, dan jantung Freya serasa melonjak. "Ti-tidak, Tuan," ia segera menggeleng, mencoba mengelak. "Udara di luar mulai panas. Saya hanya mengenakan pakaian yang nyaman untuk musim panas." Mata Javier memicing, meneliti Freya dengan kecurigaan yang terasa mencekam. Namun, ia tidak berkomentar lebih lanjut. Dengan sikap dingin seperti biasanya, ia duduk di meja dan menyantap sarapan yang disiapkan Freya. Ketika selesai, Javier berdiri dan memberikan perintah yang membuat Freya kembali gugup. "Nanti siapkan makan malam. Aku akan pulang tepat waktu." Freya mengangguk patuh, namun di balik ketenangannya, hatinya berdebar kencang. Javier mungkin tidak banyak bicara, tapi kenyataan bahwa pria itu menyadari dan mengomentari pakaiannya sudah membuatnya waspada. "Setidaknya dia memperhatikanku," pikir Freya, meski ia merasa ada ketidaktenangan yang merayap di dalam dirinya. Ponselnya berdering, lagi-lagi pesan dari Pamela yang semakin mendesaknya. Waktu yang dimilikinya semakin sedikit. Freya tak punya banyak pilihan, tapi ia benar-benar bingung bagaimana caranya menggoda Javier yang selalu menjaga jarak dan dingin. "Aku takut menghadapinya," bisiknya pada diri sendiri. Malam tiba, dan Freya dengan telaten menyiapkan makan malam sesuai perintah Javier. Ia memastikan semua menu favoritnya tersaji di meja. Namun, di saat terakhir, Freya mengeluarkan sebuah bubuk dari saku bajunya, matanya dipenuhi keraguan. Ia tahu apa yang harus dilakukan, tapi hatinya berontak. "Maaf, Tuan," bisiknya pelan, sambil menaburkan bubuk itu ke atas makanan Javier. "Aku tidak punya pilihan lain." Beberapa saat kemudian, Javier tiba di rumah. Setelah berganti pakaian, Javier kembali turun ke ruang makan tanpa banyak bicara. Ia duduk dan mulai menyantap makanan yang telah disiapkan. Tidak ada percakapan, hanya keheningan yang menguasai ruangan. Freya berdiri di sudut ruangan, memperhatikan setiap gerakan Javier dengan nafas yang tertahan. Ketakutan mulai merayap masuk ke dalam benaknya. Bagaimana jika Javier menyadari ada yang tidak beres dengan makanannya? Bagaimana jika pria itu marah, atau lebih buruk, mencurigainya? Namun, makanan itu ternyata disantap hingga habis tanpa keluhan. Selesai makan, Javier langsung menuju halaman belakang untuk berenang. Freya berusaha menenangkan debaran jantungnya. "Efeknya akan segera terasa," gumamnya, "Aku hanya perlu bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi." Setengah jam berlalu, dan Javier yang tengah berenang mulai merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya mendadak terasa panas, seolah darahnya mendidih. Ia naik dari kolam, menyelimuti tubuhnya dengan jubah mandi, tetapi perasaan tidak nyaman itu semakin intens. Dengan tubuh yang masih basah, Javier naik ke lantai atas. Di sepanjang lorong, matanya tak sengaja menangkap sosok Freya yang sedang menyetrika, kakinya yang jenjang terpapar jelas oleh pakaian yang minim. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak makan malam semakin menguat, membuat tenggorokannya kering. Ia menelan ludah, mencoba menahan dorongan yang mendadak membara dalam dirinya. Kenapa ia merasakan hal ini? Kenapa tiba-tiba Freya terlihat begitu menarik? Javier berusaha keras mengendalikan dirinya, mengabaikan denyutan dalam tubuhnya yang semakin menggila. Ia masuk ke dalam kamar, berusaha menjauh dari godaan yang terus menghantuinya. Namun, beberapa menit kemudian, Freya masuk ke dalam kamar untuk menyimpan pakaian Javier yang sudah ia rapikan. Javier tak bisa lagi mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Setiap gerak-geriknya, setiap sentuhan pada pakaian, seakan memanggil hasrat yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Tanpa disadari, ia mulai mendekat, mengikuti Freya dari belakang. Freya yang tak menyadari keberadaan Javier, berbalik tiba-tiba, dan karena kaget ia tak bisa mengendalikan diri sampai terpeleset. Tubuhnya jatuh ke arah Javier, membuat mereka bertabrakan. Sentuhan tubuh mereka mengirimkan sengatan yang membingungkan, membuat tubuh Javier tegang. Namun dengan cepat, pria itu menyingkirkan Freya sambil berusaha menahan dirinya agar tetap terkendali. "Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja," kata Freya, suaranya terdengar manis dan penuh sandiwara. Namun, saat ia membelai dada Javier dengan lembut, sentuhannya sengaja lebih lama dari yang seharusnya. Javier mengumpat kasar. Pria itu pergi ke ruangan lain dan mengalihkan hasrat dengan meneguk wine sepuasnya. Javier meneguk wine dengan harapan memadamkan hasrat yang bergejolak dalam dirinya, tetapi alkohol hanya membuat kepalanya pusing, sementara keinginannya tetap mendidih, tak tersentuh. Di rumah ini, hanya ada dirinya dan Freya, satu-satunya wanita yang tersisa sejak Viona pergi liburan. Javier menurunkan gelasnya, tatapannya berubah tajam ketika ia melihat Freya berdiri di balkon, mengenakan pakaian tidur tipis yang memperlihatkan siluet tubuhnya. Sesuatu dalam dirinya terguncang, membuatnya kehilangan kendali. Tanpa berpikir panjang, Javier mendekat. Pelukannya melingkari tubuh Freya dari belakang, menariknya ke dalam pelukan yang kuat dan intens. "Tu-Tuan?" Freya terkejut, suaranya lirih. Dia tak pernah menduga ini akan terjadi secepat ini, meski sebenarnya sudah ia nanti-nantikan. Tapi kini, rasa takut mengusiknya. Apakah ia benar-benar siap? Javier tidak merespons. Ia semakin dekat, mencium tengkuk Freya dengan gairah yang tak terbendung, sementara tangannya menyusup ke balik pakaian tidurnya yang tipis. Kulit Freya yang telanjang terasa begitu hangat di bawah sentuhan tangannya, dan Javier mulai memijat dadanya dengan gerakan kasar, seolah mencoba melampiaskan rasa haus yang tak kunjung reda ….Suasana makan malam itu dipenuhi kehangatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Lilin di atas meja makan memancarkan cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di permukaan piring dan gelas kristal. Aroma masakan rumahan yang menggugah selera menyatu dengan tawa dan percakapan ringan yang mengalir begitu alami, menciptakan momen yang terasa seperti potongan kecil kebahagiaan.Freya duduk di bersebelahan dengan Javier, matanya menelusuri wajah-wajah yang dicintainya. Sesekali, pandangannya tertuju pada pasangan anak-anaknya yang duduk berdampingan, menikmati hidangan yang ia siapkan dengan sepenuh hati. Ada senyum kecil di sudut bibir Freya, senyum penuh kebanggaan dan rasa syukur yang sulit disembunyikan.Mereka berbicara dalam nada lembut, berbagi cerita tentang hari mereka, sementara suara denting garpu dan sendok sesekali terdengar, menambah harmoni pada suasana. Freya memperhatikan cara anak-anaknya saling bertukar pandang, tertawa pada lelucon sederhana, dan berbagi piring kecil
Kediaman rumah Javier hari ini seperti panggung pertunjukan yang dipenuhi dengan aktivitas yang tak pernah berhenti. Para pelayan berlarian ke sana kemari, menyiapkan meja, kursi, dan dekorasi untuk makan malam keluarga yang spesial malam ini. Suasana riuh rendah terdengar dari halaman belakang, di mana meja panjang sudah mulai diatur dengan taplakan putih bersih dan peralatan makan yang berkilauan. Bunga-bunga segar yang dipesan Freya tiba tepat waktu, menambah sentuhan keanggunan di tengah keramaian.Freya sendiri tampak bersemangat, tangannya tak pernah berhenti bergerak. Dari memeriksa bahan masakan hingga memastikan setiap detail dekorasi sempurna, ia ingin semuanya berjalan lancar untuk menyambut Eloise, anggota baru keluarga mereka."Jangan lupa hiasan bunga di tengah meja," pesannya pada salah satu pelayan sambil tersenyum. "Aku ingin semuanya terlihat istimewa."Rumah yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi yang menggebu-gebu. Meski anak-anaknya belum datang, Freya s
Hari itu cerah, dan sinar matahari menembus jendela apartemen Felix, memantulkan kilau halus di dasi sutra yang baru saja ia kenakan. Dengan gerakan cekatan, ia meraih kunci mobil dari meja, lalu melangkah keluar, meninggalkan aroma kopi pagi yang masih hangat di udara.Pukul sembilan tepat, mobil sport hitamnya meluncur mulus ke arah gedung agensi. Dunia kerja menyambutnya dengan hiruk-pikuk yang biasa, tapi hari ini terasa berbeda. Waktunya di agensi hanya sebentar karena jadwalnya padat, penuh dengan pertemuan penting bersama mitra-mitra bisnis.Namun, satu hal yang terus mengganggu pikirannya adalah ponsel di saku jasnya. Setiap getaran kecil membuat jantungnya berdetak lebih cepat, ia menunggu telepon dari Katie. Jawaban atas tawaran yang ia berikan semalam menjadi satu-satunya hal yang benar-benar ingin ia dengar hari ini."Ada kemajuan pesat sejak kau mengambil alih hotel. Aku senang melihat bagaimana kau mengelolanya dengan baik," ucap Javier, dengan suara yang penuh kebanggaa
Pintu tertutup rapat dengan dentuman keras setelah Felix mendorongnya dengan kasar. Ia berbalik, nafasnya memburu, dan langsung bertemu dengan tatapan Katie.Namun berbeda dari yang ia bayangkan, perempuan itu tampak santai, terlalu santai, seolah situasi ini bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan. Tak ada jejak ketakutan atau khawatir di wajahnya, hanya ekspresi datar yang sulit diterjemahkan."Aku sudah memberitahumu kalau aku hamil," kata Katie, suaranya ringan namun menusuk. "Dan kau juga pasti sudah tahu siapa ayah dari bayi ini."Felix mengepalkan tangannya."Aku hanya berpikir," lanjut Katie sambil memainkan melipat tangan di depan dada. "Janin ini masih sangat kecil. Jika aku mengeluarkannya sekarang, resikonya tidak terlalu besar."Felix merasa dadanya menghantam batu."Kau gila?!" serunya, langkahnya maju mendekat.Dengan frustasi, ia menyisir rambutnya ke belakang, mencoba mengendalikan emosinya. "Aku tidak akan mengizinkanmu menggugurkan bayi itu!"Katie mendesah pelan,
Pesta masih berlangsung meriah, meski tak diadakan di gedung mewah dengan lampu kristal berkilauan. Sebaliknya, halaman belakang kediaman baru Dylan dan Eloise yang luas menjadi saksi kebahagiaan malam itu. Suara tawa, denting gelas sampanye yang saling beradu, serta alunan musik yang mengiringi tarian para tamu menciptakan suasana hangat dan intim.Namun, seiring waktu berlalu dan malam semakin larut, satu per satu tamu mulai berpamitan. Udara yang tadinya penuh dengan euforia perlahan berubah menjadi kehangatan yang lebih tenang."Selamat sekali lagi untuk pernikahan kalian," ujar Freya, merangkul Eloise dengan penuh kasih sayang. "Selamat bergabung di keluarga kami, Eoise." tambahnya dengan senyum tulus.Eloise membalas senyum itu dengan mata berbinar. Kebahagiaan yang ia rasakan malam ini begitu sempurna. Tak lama kemudian, Javier mendekat, menyampaikan ucapan serupa dengan sedikit canggung, namun tetap tulus.Di tengah percakapan, Daniel dan Avery ikut bergabung. Daniel menatap Ja
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Pesta pernikahan Dylan dan Eloise diselenggarakan dengan megah di halaman luas sebuah rumah di New Jersey, rumah yang akan mereka tempati setelah resmi menjadi suami istri.Para tamu mulai berdatangan, memenuhi tempat pernikahan dengan senyum bahagia. Di tengah hiruk-pikuk itu, Dylan berdiri dengan perasaan campur aduk antara gugup dan bahagia. Dylan sudah merasa berdebar debar karena hari ini ia akan memiliki Eloise sepenuhnya. Wanita itu akan menjadi istrinya, ini adalah pilihan yang tepat setelah tiga tahun menjalin hubungan dengan Eloise."Ini cukup mendebarkan," gumam Dylan.Felix yang mendengar itu menoleh, kemudian menepuk pundak saudara kembarnya dengan santai. "Kau bahkan setiap hari bertemu dengan Eloise." katanya.Dylan berdecak, "Kau ini, saat dirimu menikah nanti, aku yakin kau pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan sekarang." Felix terkekeh, namun tatapan Dylan tiba-tiba beralih ke seorang perempuan berbaju cokelat y