Dewasa 21+ Saat Freya terdesak oleh kebutuhan untuk membiayai pengobatan adiknya, dia menerima tawaran gelap yang tak terduga, menjadi orang ketiga dalam keluarga Javier Bennett yang kaya dan berkuasa. Istri Javier tidak bisa hamil, sementara keluarga itu sangat menginginkan pewaris. Pamela, ibu Javier, diam-diam merancang rencana licik untuk memenuhi keinginan itu, mengirim Freya untuk menggoda Javier. Meski Freya awalnya ragu, akhirnya dia terjerat dalam permainan gelap yang dirancang oleh Pamela. Setelah berhasil menjalani hubungan terlarang dengan Javier dan mengandung anaknya, tragedi pun melanda, adiknya meninggal dunia. Merasa bersalah dan terjebak dalam situasi yang semakin rumit, Freya kabur membawa rahasia besar, ia tengah mengandung anak Javier Bennett. Namun, sampai kapan Freya bisa menyembunyikan kenyataan ini? Dan saat kebenaran akhirnya terungkap, akankah Javier mengejar anak yang tak pernah ia tahu ada, ataukah Freya akan terus berlari, mengubur rahasia itu untuk selamanya?
View MoreThey say it's bad luck for the groom to see his bride before the wedding ceremony…
“Fuck it!" Jules yelled, holding up the bottom of her dress as she rushed down the hallway, determination and amusement on her face. She needed to find him before they stopped her, she thought, trying her best to keep herself from tripping on her heels. She hadn't seen him since the day before as he was away for his bachelorette party, and she was told they didn't let him attend to his phone. “Jules!” Cassie yelled, almost slamming into the wall in front of her as she stopped, trying to catch her breath. “You're literally getting married to him. You'll be seeing him for the rest of your life!" Those words only made Jules want to see him even more. She was finally getting married to the man of her dreams, and she couldn't wait to see how handsome he looked in his tux. To think no one thought he'd get married to an ordinary store clerk like her. And fuck his aunt for thinking they wouldn't work out. She would never forget the look on his aunt’s face when she said, “My son is out of your league." Just because she'd seen Nolan walk out of Jules' car after he'd begged her to drive him home in her car so he won't be followed. Well, who’s laughing now? “Where the heck is she?” Mrs Hart asked, Jules’ veil in her hand as she got to where Cassie stood. Cassie stared into the distance and managed a smile which didn't quite reach her eyes as she replied, “Off to find her Romeo." "Nolan!!” Jules was panting by now as she stood at the end of a hallway lined with many doors. Her husband, Nolan Cross, was in one of them, but she couldn't tell which, so this was the other option—yell. “Nolan!" She yelled again. A door creaked open at the end of the hall, and a blue eyed Nolan stepped out, his brows pulled together in concern. “Jules, what are you doing here? Is everything okay?” His voice was soft. Jules' smile only broadened, and she tilted her head. Before he could utter another word, she kicked off her shoes and lurched forward, throwing herself at him. Luckily, he was quick to catch her and hold himself from falling backwards. He chuckled softly, staring into her eyes. “Easy there. You don't want to ruin your gown." Jules just chuckled and pressed and a quick kiss on his lips. "I missed you.” Nolan raised a brow. "Really?” Jules nodded slowly. "You left me all throughout yesterday.” “But you were with your girls," Nolan argued with a smile. Jules leaned in for another kiss as if trying to silence him. "I'm not getting married to my girls, Nolan.” “Well, you—" "Juliette!” her mom yelled in frustration from behind. “The ceremony is about to start and you're not half ready!" It only made Jules chuckle again as he put her on her feet gently. Then, taking one last glance at her husband to be, she asked, ignoring her mom. “How do I look?" Nolan took a slow breath and folded his arms, his eyes running from her face down to the flowing gown she was wearing. He saw a woman who'd grown from the struggling little lady who had found him heartbroken…and stayed. To the woman he promised to spend the rest of his life with and he'd forever be grateful for her. “You look stunning, my love." Jules blushed just as her mom took her by the arm. "Juliette Shannon Hart. You are going to be the death of me.” Her mom grumbled and began pulling her away, with Juliette's shoes in her hand. Nolan laughed at the sight, and Jules also couldn't help it. She blew a kiss just as they turned a corner and yelled. “See you at the altar!" Nolan didn't stop staring even when they were out of sight, and his smile never left till a hand appeared on his shoulder. "She looks so happy, man. When are you going to tell her?” Kai, his friend and best man asked, as he emerged from the room. Nolan sighed, his smile wiping off completely. “I really don't know how she'd take it." He replied, the weight of what could destroy his and Jules' relationship putting a dent in his brows. It was getting harder to keep up with the act. “Well, It’s better she hears it from you,” Kai said gently. “She might actually forgive you.” ***** The music swelled as every head turned to view Juliette, who walked arm in arm with her uncle, down the aisle. "She's pretty though. I think that's what he saw in her.” “She's pretty basic to me." “I'm not sure I've seen her before. Does he hide her?" Jules ignored all the voices around her, because well—she didn't know up to half of the people in attendance. And honestly, she didn't care. All she cared about was the man who'd be saying I do to the priest's words. And that was enough to keep her smile. She kept her head straight, suddenly realizing how long the aisle was. From what she could see through the veil, Nolan stood with his hands behind him, his perfectly ironed tux sitting firmly on his muscular body, his blonde hair combed and arranged by whom ever Kai had gotten for him. She could feel his blue eyes on her, though she couldn't place his expression. Finally, they got to the altar, and Jules couldn't hold back her smile. ‘It’s happening.’ she squealed in her mind. And as the priest began the ceremony, she couldn't help but remember how far she and Nolan had come, from the day he ran into her store to escape paparazzi. “I do." Nolan's voice rang through her ears, it was…flat, no emotion. But Jules just shrugged and clutched her bouquet tighter, waiting for the priest to be done. Then finally, “I do." She replied with a bright smile. "By the power vested in me, I pronounce you man and wife.” The priest said, "You may now kiss the bride.” Nolan hesitated, then took a step closer. He reached for her veil and pulled it over head, revealing his beautiful wife. Even though his expression was serious, Jules could tell he was impressed. Finally, he pulled an arm around her waist and pulled her close. Instinctively, she put an arm around his neck and leaned in, accepting his lips with everything in her. Then, as the crowd roared and cheered with cameras flashing from different angles, Jules leaned close to his ear and whispered with a sly grin. “I have a surprise for you."Suasana makan malam itu dipenuhi kehangatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Lilin di atas meja makan memancarkan cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di permukaan piring dan gelas kristal. Aroma masakan rumahan yang menggugah selera menyatu dengan tawa dan percakapan ringan yang mengalir begitu alami, menciptakan momen yang terasa seperti potongan kecil kebahagiaan.Freya duduk di bersebelahan dengan Javier, matanya menelusuri wajah-wajah yang dicintainya. Sesekali, pandangannya tertuju pada pasangan anak-anaknya yang duduk berdampingan, menikmati hidangan yang ia siapkan dengan sepenuh hati. Ada senyum kecil di sudut bibir Freya, senyum penuh kebanggaan dan rasa syukur yang sulit disembunyikan.Mereka berbicara dalam nada lembut, berbagi cerita tentang hari mereka, sementara suara denting garpu dan sendok sesekali terdengar, menambah harmoni pada suasana. Freya memperhatikan cara anak-anaknya saling bertukar pandang, tertawa pada lelucon sederhana, dan berbagi piring kecil
Kediaman rumah Javier hari ini seperti panggung pertunjukan yang dipenuhi dengan aktivitas yang tak pernah berhenti. Para pelayan berlarian ke sana kemari, menyiapkan meja, kursi, dan dekorasi untuk makan malam keluarga yang spesial malam ini. Suasana riuh rendah terdengar dari halaman belakang, di mana meja panjang sudah mulai diatur dengan taplakan putih bersih dan peralatan makan yang berkilauan. Bunga-bunga segar yang dipesan Freya tiba tepat waktu, menambah sentuhan keanggunan di tengah keramaian.Freya sendiri tampak bersemangat, tangannya tak pernah berhenti bergerak. Dari memeriksa bahan masakan hingga memastikan setiap detail dekorasi sempurna, ia ingin semuanya berjalan lancar untuk menyambut Eloise, anggota baru keluarga mereka."Jangan lupa hiasan bunga di tengah meja," pesannya pada salah satu pelayan sambil tersenyum. "Aku ingin semuanya terlihat istimewa."Rumah yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi yang menggebu-gebu. Meski anak-anaknya belum datang, Freya s
Hari itu cerah, dan sinar matahari menembus jendela apartemen Felix, memantulkan kilau halus di dasi sutra yang baru saja ia kenakan. Dengan gerakan cekatan, ia meraih kunci mobil dari meja, lalu melangkah keluar, meninggalkan aroma kopi pagi yang masih hangat di udara.Pukul sembilan tepat, mobil sport hitamnya meluncur mulus ke arah gedung agensi. Dunia kerja menyambutnya dengan hiruk-pikuk yang biasa, tapi hari ini terasa berbeda. Waktunya di agensi hanya sebentar karena jadwalnya padat, penuh dengan pertemuan penting bersama mitra-mitra bisnis.Namun, satu hal yang terus mengganggu pikirannya adalah ponsel di saku jasnya. Setiap getaran kecil membuat jantungnya berdetak lebih cepat, ia menunggu telepon dari Katie. Jawaban atas tawaran yang ia berikan semalam menjadi satu-satunya hal yang benar-benar ingin ia dengar hari ini."Ada kemajuan pesat sejak kau mengambil alih hotel. Aku senang melihat bagaimana kau mengelolanya dengan baik," ucap Javier, dengan suara yang penuh kebanggaa
Pintu tertutup rapat dengan dentuman keras setelah Felix mendorongnya dengan kasar. Ia berbalik, nafasnya memburu, dan langsung bertemu dengan tatapan Katie.Namun berbeda dari yang ia bayangkan, perempuan itu tampak santai, terlalu santai, seolah situasi ini bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan. Tak ada jejak ketakutan atau khawatir di wajahnya, hanya ekspresi datar yang sulit diterjemahkan."Aku sudah memberitahumu kalau aku hamil," kata Katie, suaranya ringan namun menusuk. "Dan kau juga pasti sudah tahu siapa ayah dari bayi ini."Felix mengepalkan tangannya."Aku hanya berpikir," lanjut Katie sambil memainkan melipat tangan di depan dada. "Janin ini masih sangat kecil. Jika aku mengeluarkannya sekarang, resikonya tidak terlalu besar."Felix merasa dadanya menghantam batu."Kau gila?!" serunya, langkahnya maju mendekat.Dengan frustasi, ia menyisir rambutnya ke belakang, mencoba mengendalikan emosinya. "Aku tidak akan mengizinkanmu menggugurkan bayi itu!"Katie mendesah pelan,
Pesta masih berlangsung meriah, meski tak diadakan di gedung mewah dengan lampu kristal berkilauan. Sebaliknya, halaman belakang kediaman baru Dylan dan Eloise yang luas menjadi saksi kebahagiaan malam itu. Suara tawa, denting gelas sampanye yang saling beradu, serta alunan musik yang mengiringi tarian para tamu menciptakan suasana hangat dan intim.Namun, seiring waktu berlalu dan malam semakin larut, satu per satu tamu mulai berpamitan. Udara yang tadinya penuh dengan euforia perlahan berubah menjadi kehangatan yang lebih tenang."Selamat sekali lagi untuk pernikahan kalian," ujar Freya, merangkul Eloise dengan penuh kasih sayang. "Selamat bergabung di keluarga kami, Eoise." tambahnya dengan senyum tulus.Eloise membalas senyum itu dengan mata berbinar. Kebahagiaan yang ia rasakan malam ini begitu sempurna. Tak lama kemudian, Javier mendekat, menyampaikan ucapan serupa dengan sedikit canggung, namun tetap tulus.Di tengah percakapan, Daniel dan Avery ikut bergabung. Daniel menatap Ja
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Pesta pernikahan Dylan dan Eloise diselenggarakan dengan megah di halaman luas sebuah rumah di New Jersey, rumah yang akan mereka tempati setelah resmi menjadi suami istri.Para tamu mulai berdatangan, memenuhi tempat pernikahan dengan senyum bahagia. Di tengah hiruk-pikuk itu, Dylan berdiri dengan perasaan campur aduk antara gugup dan bahagia. Dylan sudah merasa berdebar debar karena hari ini ia akan memiliki Eloise sepenuhnya. Wanita itu akan menjadi istrinya, ini adalah pilihan yang tepat setelah tiga tahun menjalin hubungan dengan Eloise."Ini cukup mendebarkan," gumam Dylan.Felix yang mendengar itu menoleh, kemudian menepuk pundak saudara kembarnya dengan santai. "Kau bahkan setiap hari bertemu dengan Eloise." katanya.Dylan berdecak, "Kau ini, saat dirimu menikah nanti, aku yakin kau pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan sekarang." Felix terkekeh, namun tatapan Dylan tiba-tiba beralih ke seorang perempuan berbaju cokelat y
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments