Part 38Pagi hari berjalan seperti biasanya, Dhea membuat sarapan, mau goreng dan teh manis untuk mereka berdua, kali ini nasi goreng paket komplit topingnya, ada telur orak-arik, sosis, suir ayam dan kacang polong ditambah daun bawang dan bawang goreng. Ketika bangun tidur dia tidak mendapati Bram, lelaki itu sudah pergi ke masjid. Dhea sendiri salat sendiri dan langsung ke dapur."Pagi, Dhe! Udah mau ngantor?" Sapa Bram dengan bersimbah keringat, rupanya lelaki itu habis berlari di treadmill."Sarapan dulu, Bang."Dhea sudah duduk di meja makan, Bram menyusulnya."Ini baru jam tujuh, kau sudah mau berangkat?""Iya, sebagai karyawan biasa aku harus lebih disiplin.""Abang antar, ya? Dhea bekerja di mana?"Uhuk ... Uhuk ....Dhea terbatuk-batuk mendengar perkataan Bram, lelaki itu langsung menganggarkan segelas air putih ke hadapannya."Tidak usah ngantar, Bang. Kita beda arah, lagi pula Abang juga belum bersiap," ujar Dhea setelah meminum air putih."Memangnya Dhea tahu Abang kerja d
Part 39Sebulan berlalu usia pernikahan Dhea dan Bram, tetapi hubungan mereka tidak ada kemajuan, hanya berjalan di tempat. Setiap hari Bram selalu pulang sebelum magrib, mereka akan makan malam bersama, Dhea akan memasak makan malam, setelah makan, Bram akan mengurangi diri di ruang kerja, ruang yang belum pernah Dhea sambangi sama sekali, paginya Dhea akan mendapati suaminya tidur di sebelahnya, mereka bangun, salat, sarapan bersama dan pergi bekerja. Mereka sempat pergi bersama ke rumah Om Muhtar tatkala Afkar mengundang mereka, karena suami sepupu Dhea itu dipromosikan jabatannya menjadi manager perencanaan di kantor cabang Medan. Karena suaminya di tempatkan di lain provinsi, Intan otomatis ikut suaminya, apalagi sekarang di sedang hamil memasuki trimester ke dua.Butik yang dikelola Intan akhirnya di serahkan pada Tania, istrinya Andra dan Dhea. Namun Dhea sekali lagi hanya bisa membantu mendesain baju, Tania yang bisa menjahit walau tidak semahir intan kini terima menjahit pe
Part 40Ya, tak salah lagi! Dia adalah Bram dan asistennya Adi. Sedang apa mereka? Kenapa posisi duduk mereka sangat ambigu?Dhea tidak jelas apa yang mereka percakapan karena jarak mereka sekitar lima puluh meter, tetapi dari tempatnya berdiri, jelas sekali keberadaan mereka. Di sana terlihat Bram telah menanggalkan pakaian atasnya, tetapi lelaki itu duduk membelakanginya, sedangkan Adi terlihat pakaiannya juga berantakan. Adi, lelaki itu adalah lelaki paling misterius bagi Dhea, lebih misterius dari Bram sendiri. Usianya lebih tua setahun dari Bram, dia mengaku seorang duda tanpa anak. Tubuhnya yang atletis seperti atlit beladiri membuat orang takut di dekatnya, wajahnya yang selalu datar dan tidak pernah tersenyum semakin menakutkan.Tapi lihat itu, Adi tampak tertawa, rambutnya yang selalu rapi belah pinggir, kini sudah acak-acakan. Tiba-tiba Bram mengahadap ke arahnya, sama dengan Adi, lelaki itu juga tertawa dengan ceria, bahkan sampai terbahak-bahak. Entah apa yang dilakukan Ad
Part 41 Arrrggg!! Dhea terkejut mendengar teriakannya dari dalam ruangan Bram, suaranya memang tidak begitu jelas, apa ruangan itu kedap suara? Rasa penasaran membuat Dhea menempelkan telinganya ke pintu, ternyata suara teriakan itu memang ada, diiringi suara tawa dan percakapan. Berarti ada orang di dalam, ini sudah jam sembilan, Dhea jelas tidak ingin ketinggalan pesawat. Dhea memegang handle pintu, ternyata tidak terkunci. Ketika pintu terbuka, mata Dhea membola melihat pemandangan di hadapannya. "Abang!!" Spontan wanita muda itu menutup mulutnya, map yang dia pegang terlepas dari tangan dan jatuh ke lantai dengan bunyi yang cukup keras. Di sana, dia atas sofa busa yang terlihat empuk itu, lelaki yang telah menikahinya tengah berbaring telungkup dengan bertelanjang dada, di atasnya, Adi juga tidak mengenakan baju. Lelaki yang menjadi pengawal suaminya itu hanya mengenakan celana blue jeans, otot perut dan otot dadanya yang menonjol itu terlihat mengkilap karena berkeringat. Le
Part 42Bram walaupun sudah berumur, nyatanya dia belum pernah melakukan hubungan seksual dengan siapapun. Tetapi usia matang memang membuatnya memiliki fantasinya sendiri, bukan munafik, dia juga pernah menonton tontonan dewasa seperti itu, secara teori dia sudah menguasai, secara naluri tubuh lelaki itu bergerak otomatis.Suara decakan lidah dan bibir yang menyatu itu terdengar di telinga mereka laksana musik yang melenakan, membuat semangat dalam dada semakin berkobar. Entah kapan tepatnya tangan Bram terampil melepaskan hijab yang menutupi kepala istrinya itu, sementara Dhea, secara naluri mengalungkan kedua tangannya ke leher lelaki itu. Tungkai Dhea terasa lemas akibat getaran hebat yang tengah menguasainya, bergelayut di leher lelaki itu membuatnya merasa aman.Bram melepaskan ciuman panas mereka perlahan ketika menyadari Dhea sudah kehabisan napas, dahi keduanya saling menempel, napas mereka tersengal-sengal dengan debaran di dada yang terasa berdentum. Tangan Bram bahkan g
Part 43Dhea sudah sampai bandara Soekarno Hatta, di area kedatangan, Mang Aceng sudah bersiap menjemputnya, dengan mengendarai mobil Toyota Yaris, Dhea langsung meminta mang Aceng menemui ibunya di rumah sakit.Hari sudah jam delapan malam, sebenarnya jam kunjungan sudah lewat, tetapi karena Paramita menempati ruang VVIP, mereka mendapat hak istimewa, selagi keluarga yang menjenguk masih diperbolehkan, apalagi Dhea anaknya sendiri."Ibu harus kuat, Ya? Semangat biar cepat sembuh.""Iya, Dhea. Ibu selalu semangat, kok.""Ini, Dhea bawakan pesanan ibu, mpek-mpek dari Tante Rini."Paramitha hanya memakan dua saja, itupun tidak pakai kuah, Dhea menyisakan untuk suster Halimah, selebihnya akan dibawa untuk oleh-oleh Bik Yati dan Mang Aceng, juga untuk Sania.Ketika di mobil menuju rumah kediaman Bram, Dhea menghubungi Sania, sayang gadis itu sedang di luar kota, dia berjanji akan datang ke rumah sakit besok siang."Apa kabar, Bik Yati?" sapa Dhea ramah ketika sudah sampai di rumah suaminy
Part 44Dengan perlahan Dhea memasukkan anak kunci ke lubang kunci, cocok! Perlahan Dhea putar anak kunci tersebut, tak bisa dipungkiri, dada Dhea berdebar dengan kuat, dia tidak tahu apa yang ada di dalam sana, tetapi perasaannya sangat takut, tangannya bahkan gemetar, dia yakin kamar ini berhubungan erat dengan nama yang terukir di cincin itu, LIA!Dhea melongok ke dalam ruangan tersebut, luas kamar tersebut sama dengan kamar yang dia tempati sekarang. Namun di kamar ini tidak ada ranjangnya, hanya ada beberapa buffet yang menempel di dinding dan dipenuhi dengan benda-benda pajangan. Di tengah ruangan terdapat piano berwarna putih mengkilap, dengan tempat duduk memanjang cukup diduduki dua orang.Dhea masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya, mengamati setiap sudut ruangan, di dinding sebelah kiri terdapat lukisan wajah Bram, tengah tertawa lebar memakai kaca mata hitam. Ada beberapa lukisan abstrak juga di sana. Dhea menyusuri pajangan dalam buffet, ada boneka beruang, ada harmon
Part 45"Abang! Abang sudah datang? Katanya mau datang besok?" tanya Dhea dengan binar bahagia. Bram segera memeluk istrinya itu, perasaan rindu tak bisa lagi dibendung, padahal baru semalam tidak bertemu, kenapa rasanya serasa seabad? Bram bukannya menjawab pertanyaan Dhea, lelaki itu malah mencium dahi istrinya dengan kuat, menghirup aroma mawar pada shampoo yang biasa dipakai Dhea. "Memangnya kerjaan Abang sudah beres?" tanya Dhea lagi. "Iya, sudah Abang bereskan semua. Makanya Abang langsung ke sini," jawab Bram sambil mengusap lembut jilbab yang dikenakan Dhea. "Abang sudah kangen," bisik lelaki itu ditelinga Dhea, membuat bulu kuduk Dhea meremang. "Hmm, hmmm! Benar-benar ya, kalian? Kalau mau bermesraan itu jangan ditempat umum, jangan manas-manasi jomblo, gak kasihan apa kalian sama aku?" gerutu Sania melihat kelakuan kakak dan kakak iparnya ini. Dhea yang mendengar perkataan Sania langsung melepaskan pelukan Bram, semburat merah mewarnai pipinya, Dhea benar-benar meras