Share

3. "Nikah, Yuk!"

Jaka nggak habis pikir Nuning habis kesambet apa. Tiba-tiba ngebet banget pengen pindah hidup ke Jakarta. Jangankan minggat ke ibukota negara, nginap melewati batas kecamatan aja dikejar sama Pak Priyo pake pentungan kok. Meskipun otaknya gesrek dan kelakuannya menceng, tetap saja yang namanya orang tua peduli dan menyayanginya. Apalagi anak gadis satu-satunya. Masalahnya justru Nuning yang kayaknya nggak ngerti disayang. Makin dilarang malah makin ngebet kepingin minggat.

“Pokoknya aku mau ikut kamu ke Jakarta. Titik! Bosen akutuuu, sejak lahir sampe segede ini hidup di kampung. Bisa mati engap aku makan buah colongan mulu. Aku juga kan pengen ngerasain makan pizza, makan steak, makan donat yang macem-macem toppingnya kayak yang sering nongol di TV. Pengen mejeng di mall, bukannya nongkrong di sawah mulu liat kebo sama bebek,” oceh Nuning merutuki nasib. Kebanyakan membayangkan wajah ibukota yang gemerlap yang menjanjikan kesenangan dalam pikiran sederhananya.

Mungkin kesenangan sebatas perut itu receh bagi orang lain, tapi penting baginya. Mumpung giginya masih utuh, mumpung indera pengecapnya masih berfungsi optimal. Bayangin kalau sudah uzur kayak Mbah Surip terus disodori pizza sama steik? Pasti bilangnya masih enakan singkong yang direbus sampai lembek, biar makannya tinggal telen karena giginya sudah pada habis. Nuning nggak mau nasibnya kayak Mbah Surip, yang dari jaman Belanda sampai Indonesia merdeka puluhan tahun, makannya masih aja singkong, mentang-mentang tinggal nyabut di kebon. Mumpung Nuning masih muda kudu banyak nyicip yang enak-enak. Anak muda bersenang-senang itu wajib hukumnya. Kalau sudah tua baru senang-senang, keburu kena rematik, nggak asyik.

Toh, Nuning kepingin senang-senang dari hasil keringatnya sendiri. Nggak minta jatah sama emak-bapaknya. Dia siap menghadapi tantangan kerja. Nggak takut sama ibukota yang katanya lebih kejam daripada ibu tiri. Sama ibu sendiri yang bisa bikin kualat aja Nuning nggak takut kok, apalagi sama ibukota yang nggak pernah melahirkan dirinya.

Jaka mencebik. Dia sudah pernah hidup di Jakarta. Pernah menjelajahi kota besar itu dengan kaki kecilnya yang telanjang. Bersama ibu yang tiga hari terseok-seok sepanjang jalan, menuntun tangan kecilnya tanpa arah tujuan.

“Minta antar aja sama bapakmu, apa masmu. Masa aku?” ujar Jaka.

“Tapi yang tahu Jakarta kan kamu. Yang bakal tinggal di Jakarta juga kamu. Bukan bapakku, apalagi Mas Bambang yang cita-citanya aja kerja di tambak udang,” sahut Nuning ngeyel tiap Jaka mengelak diikuti.

Jaka jadi jengkel. Nuning nggak asyik diajak main lagi. Umpan di kailnya jadi utuh, mungkin ikan-ikan pada ngacir karena budeg sama suara berisik Nuning yang membahas Jakarta melulu tiap mereka lagi mancing.

“Udahlah nggak usah bahas Jakarta terus. Lulus dapat ijazah aja belum kok.”

“Janji deh, nggak akan nyolong lagi kalau kamu bawa aku ke Jakarta. Aku tobat. Mau cari kerja yang halal. Ngumpulin duit yang banyak buat nyenengin Emak sama Bapak. Biar mereka nggak nyesel udah ngijinin aku kerja di sana. Sumpah!”

Bukannya tersentuh mendengar janji Nuning yang bisa ngundang geledek di siang bolong, Jaka malah ngikik sambil megangin perutnya yang sakit kebanyakan ketawa. Habis makan apa si Nuning?? Kok tiba-tiba waras gini? Tapi kalau anak ini waras, siap-siap aja bentar lagi gempa bumi. Tanda-tanda mau kiamat.

Si Emak juga sama aja nggak asyiknya kayak Jaka. Begitu Nuning bilang kepingin kerja di Jakarta, matanya seketika melotot sebesar biji duren. “Siapa yang mau ngawasin kelakuanmu di sana? Di kampung aja udah bikin jantung Emak mpot-mpotan kok. Nggak usah aneh-aneh, di kampung aja udah! Ngapain kerja ke Jakarta segala? Cari nafkah urusan bapakmu. Kamu mau makan sebakul, Emak masih sanggup masakin.”

Nuning manyun. Bohong bangeeet. Yang suka bikin kepalanya benjol kalo dia ngabisin isi magic com itu siapa? Lagian, memangnya hidup cuma buat makan nasi? Dia kan pengen makan enak. Dan makanan enak yang penampakannya suka aneh-aneh kayak di TV itu adanya di kota macam Jakarta. Di sana apa aja juga ada. Asal punya duitnya. Makanya Nuning kepingin kerja di sana sambil menikmati hidup enak sebaik-baiknya dari hasil kerja kerasnya sendiri. Mandiri gitu loh. Kerja di Jakarta gajinya kan gede katanya.

“Hidup di Jakarta itu nggak seindah yang kamu lihat di TV, Nduk...” emaknya menasihati seakan bisa mendengar isi pikiran Nuning.

“Ah, kayak Emak pernah hidup di Jakarta aja.”

“Sembarangan kalau ngomong. Gini-gini Emak pernah jadi pembantu di Jakarta sebelum nikah sama bapakmu!”

“Dih, pernah jadi pembantu bangga. Bangga tuh kalo pernah jadi artis!” cebik Nuning yang seketika mengaduh sakit saat Bu Parmi mencubit bibirnya yang dimonyong-monyongin buat meledek.

“Sampai kapan aku hidup sama Emak terus?” rengeknya sambil mengupas bawang. Bikin Bu Parmi nengok ke jendela. Takut tiba-tiba hujan badai karena tumben-tumbenan Nuning bantuin pekerjaan dapurnya.

“Ya sampai kamu kawinlah! Sampai kamu punya suami yang jagain kamu. Yang bisa kasih kamu makan. Kalau sudah kawin, kamu mau ke mana kek... asal sama suamimu, ya terserah.”

Nuning memutar bola mata sambil memonyongkan bibir. Nyari suami kok kayak nyari tukang gembala yang tugasnya jagain dan ngasih makan kambing aja. Sebelll. Cuma izin kerja ke Jakarta tapi ribetnya kayak minta warisan!

“Tapi, Mak... Liat tuh tetangga-tetangga kita yang anaknya pada kerja di Jakarta. Hidupnya pada enak kan sekarang. Bisa beliin bapaknya motor yang bagus. Bisa beliin emaknya TV yang layarnya datar, nggak gembrot kayak TV kita, kayak perut Emak!”

Kurang asem! Itu mulut apa petasan cabe? Ngomong sama orang tua kok seenak jidatnya. Bikin Bu Parmi sewot sambil diam-diam ngempisin perutnya dengan narik napas dalam-dalam terus melipir ke kamar. Ngambil stagen, melilitkan ke perut, dan  mengikatnya kencang-kencang. Lalu melirik bayangan perutnya yang menyedihkan di cermin dengan muka masam.

***

Bambang lulus SMA dan keterima kerja di tambak udang sesuai harapannya. Nggak lanjut kuliah karena kondisi ekonomi. Giliran Nuning yang bentar lagi siap-siap menghadapi ujian negara. Tapi bukannya fokus mikir ujian, pikirannya justru dipenuhi dengan Jakarta. Nuning nggak mau terjebak seumur hidupnya di kampung yang sering mati lampu. Minim hiburan. Miskin uang jajan. Nggak banyak pilihan kerjaan. Ditambah sahabat karibnya balik ke Jakarta begitu lulus SMA. Ngeri. Ditinggalin sama Jaka sih lebih horor daripada film Suzana beranak dalam kubur. Menghabiskan hidup di kampung sampai tua tanpa teman bermain seasyik Jaka? Ini sih sama aja kiamat sebelum waktunya!

“Nikah, yuk!”

Ucapan Nuning yang tak masuk akal bikin Jaka terbatuk-batuk. Es teh dimulutnya nyembur membasahi baju seragamnya. Ajakan Nuning bagai geledek di siang bolong, menyambar kuping dan mengoyak ketenangannya. ‘Kesambet apa lagi bocah gendeng ini?!’ pikirnya horor.

“Emang udah telat berapa bulan?” seloroh Jaka sambil mengunyah pentol baksonya dua sekaligus hingga pipinya menggembung penuh. Masa bodoh sama lirikan abang bakso yang tiba-tiba kepo, siap-siap menangkap gosip besar. Yang bisa mengguncang seisi kampung kalau disebarkan. Ya kali aja bisa bikin warung baksonya ikut viral narik pelanggan.

Nuning manyun sambil mengaduk es tehnya. “Soalnya sama Emak aku nggak boleh ninggalin kampung kalau belum kawin. Padahal aku kan pengen kerja di Jakarta. Makanya itu,” Nuning lalu terdiam dan cengar-cengir menatapnya.

“Apaan?” Jaka mulai mengendus keanehan. Bulu kuduknya merinding kalau liat cengiran Nuning macem itu. Horor. Lebih horor ketimbang nyium wangi kembang melati tengah malam.

Nuning berkedip-kedip macem orang kelilipan. “Makanya, nikahin aku...” rengeknya sambil mengatupkan kedua tangannya, memohon.

“Ogah!” ketus Jaka sembari melengos. Menikahi Nuning? Yang benar aja!

Ditolak dengan kecepatan cahaya sedemikian rupa bikin ego Nuning sebagai perempuan sakit juga. Lalu dicubitnya pinggang Jaka yang melolong minta ampun. “Pokoknya kamu kudu tanggung jawab!” bentaknya berubah garang, bikin si abang bakso makin memanjangkan kuping.

Jaka mengusapi pinggangnya yang panas. “Duh! Nggak kebayang aku kawin sama kamu, bisa ditindas seumur hidupku,” keluhnya nahan sakit. Cubitan cewek scorpio satu ini emang nggak pernah main-main.

“Siapa yang mau menindasmu? Aku kan cuma minta dinikahi biar sah aja. Ntar aku bisa nyari makan sendiri, nggak minta kamu. Yang penting... habis nikah, kamu kudu bawa aku ke Jakarta, pokoknya bawa aku pergi dari kampung!” cerocosnya.

Abang bakso yang asyik nguping merasa ngenes. Lalu mengkhayal. Andai saja ada perempuan muda dan semanis Nuning ngomong begitu padanya, dia gak bakal mikir lagi. Enak tho punya istri yang nggak minta dinafkahi? Nggak kayak istrinya di rumah yang selalu ngeluh uang belanja kurang, tapi saban ke pasar beli daster. Beli lingerie kek! Boro-boro beliin sempak suaminya, padahal sempaknya dah pada bolong karena otot pantatnya kerja keras saban hari dorongin gerobak baksonya lewatin banyak tanjakan.

“Ogah!” Jaka mengelak.

Nuning mengatupkan kembali kedua tangannya lebih erat. “Plissss,” rengeknya dengan memasang tampang memelas. Melirik abang bakso yang makin kepo. Lalu melirik lagi pada Jaka yang asyik ngunyah pentol bakso. “Mau kugugurin aja nih?!” ucapnya mengada-ada sambil akting mengusapi perutnya yang buncit karena kekenyangan.

Jaka mendengus lalu menjitak kepala gadis itu. Hilang sudah selera makannya gegara tingkah absurd Nuning yang mulai kelewatan.

“Berapa semuanya, Bang?’ tanya Jaka pada abang bakso sambil mencantelkan tas ranselnya ke bahu. Kemudian merogoh saku dan membayar sejumlah harga yang disebut si Abang. Mengabaikan Nuning yang merengek di belakangnya minta ditungguin, tapi sempat-sempatnya menyikat habis dulu sisa mie dan kuah di mangkuk Jaka. Padahal tadi  udah ngabisin semangkuk mie ayam pake nambah lagi dua mangkuk.

“Jakaaaaa. Nikah, yuuuuk!” panggilnya bikin malu.

Jaka pun lekas ngibrit. Lari tunggang langgang. Nuning mengejar sambil melemparinya dengan buah mahoni yang berserakan di tepian jalan. Tapi Jaka gesit menghindar dan Nuning jadi semakin kesetanan mengejar. Dua remaja absurd itu pun kejar-kejaran di siang bolong. Bikin ngiri kambing tetangga yang diiket di bawah pohon, kepingin bebas lari-larian juga.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status