Sampai malam, pesan yang Tika kirim tak kunjung mendapatkan balasan. Meski telah belasan kali dia mengecek ponselnya bahkan memastikan ponselnya terhubung dengan jaringan.
"Baiklah, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi." Tika menghela napas berat. Hatinya kembali sakit. Dia menyesal menuruti saran Rose.
Tak lama kemudian Tika mulai menangis dan mengumpat Axel, "Laki-laki sialan, kenapa kau mempermainkan aku, huh?"
"Bagaimana bisa kau memperlakukanku dengan begitu manis, tapi mengabaikanku di kesempatan lain. Apa aku tampak begitu mudah?" cerocos Tika. Air matanya berderai tak tertahan. Sekaleng bir diteguknya habis dalam sekali tarikan napas.
Ring ring ring. Sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Serentak Tika berhenti menangis, dia mengusap air matanya lalu melihat pesan yang masuk.
Tika mendesah kecewa, karena pesan yang masuk bukanlah dari Axel melainkan dari agen trip mendaki. Mereka membagikan poster tentang rencana pendakian k
"Laura, kau semakin cantik," puji seorang lelaki berlesung pipi. Dia memakai pakaian mendaki serta menggendong ransel besar dipunggungnya. Laura tidak menghiraukan. Dia sedang sibuk membetulkan tali sepatunya. Seperti pria itu, Laura juga menggunakan pakaian mendaki. "Kau tidak berubah. Masih begitu dingin," pria kembali bicara. "Dan kau, masihlah playboy yang suka merayu wanita," balas Laura. "Auch, aku tidak seburuk itu," kekehnya. "Sudahlah, kita mulai saja mendaki. Akan aku ceritakan hal yang perlu kau lakukan." Laura memimpin jalan. "Siap," ujar lelaki itu mengikuti langkah Laura. Tiga puluh menit semenjak perjalanan itu dimulai, mereka memutuskan beristirahat. "Mau minum?" tawar si pria pada Laura. Laura mengambil air dari tangan lelaki itu lalu meneguknya. "Kau harus menyamar menjadi karyawan di Meidenbourgh. Awasi Axel dan seorang gadis untukku," ujar Laura. "Untuk Axel, aku mengerti. Tap
Matahari berada di puncak kepala saat Tika mulai merasa kelelahan. Dia jauh tertinggal dari rombongannya tapi masih bisa melihat beberapa orang yang pergi bersamanya. 'Sebaiknya aku beristirahat dulu,' pikir Tika. Namun, keputusannya itu justru membuatnya benar-benar tertinggal. Saat memutuskan istirahat dan berbaring di bawah pohon besar yang terletak di tepi jalur pendakian, Tika jatuh tertidur. Sementara itu Axel yang mendaki tidak lama setelah grup pendaki Tika, sampai di tempat Tika berada sejam kemudian. Axel tertegun melihat Tika yang bisa tertidur nyenyak di kondisi seperti itu. Dia mengacuhkannya dan berjalan terus. "Gadis bodoh, tidur sembarangan. Tapi itu bukan urusanku," gumam Axel tanpa mengurangi kecepatannya mendaki. Namun, dia teringat berpapasan dengan beberapa lelaki bermuka tidak ramah dan mesuk di kaki gunung. Axel tiba-tiba menjadi khawatir. Akhirnya dia memilih berbalik lagi. Sayangnya, Axel kurang hati-hati, sehing
"Aku tidak menyangka gadis bodoh sepertimu bisa berada di tengah gunung seperti ini," celetuk Axel setelah menyelesaikan makanannya."Um, apa salah?" tanya Tika."Tidak salah. Hanya sedikit ceroboh dan tidak bijaksana?""Maksudmu?" Tika mulai sedikit gusar. Lelaki di depannya memang tampan, hatinya bahkan tertawan, tapi bukan berarti dia tidak akan marah jika terus direndahkan dan dihina seperti itu."Kau tertidur sendirian di alam terbuka, bukankah itu suatu kecerobohan?" cela Axel.Tika merengut, "Aku tidak sendirian. Aku bersama rombongan.""Lalu, dimana mereka?""I--tu,...""Sudahlah, kau memang ceroboh sampai tertinggal rombonganmu. Kau sadar tidak, perbuatanmu itu sangat berbahaya. Ini gunung, bukan tempat piknik biasa," ceramah Axel.Tika bergeming, dia menyadari perkataan Axel sepenuhnya benar."Aku rasa kau setuju dengan ucapanku." Axel menghela napas. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan wanita di depannya itu. Axel tau persis bahwa Tik me
Kengerian yang tadi menyelimuti Tika perlahan menguap. Dia memegang kuat tangan yang meraihnya, lalu perlahan menaiki tebing. Orang yang menolongnya, mengerahkan sejumlah besar tenaga untuk menarik Tika, sehingga dalam waktu singkat dia telah berada di atas."Terima kasih sudah menye,..." kata-kata Tika menggantung. Kilatan penuh amarah dari orang yang menolongnya membuat lidahnya kelu. Seketika rasa lega karena telah diselamatkan berganti dengan rasa takut."Aku minta maaf, aku kurang hati-hati," lirih Tika hampir menangis. Wanita itu benar-benar merasa bersalah karena tidak mendengarkan Axel.Axel, lelaki yang telah menolongnya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam beberapa saat, lalu perlahan meraih tubuh Tika dan memeluknya. Tika kaget tapi tidak membuat reaksi apapun. Perlakuan Axel sungguh di luar dugaannya. Dia pikir Axel akan marah dan memakinya."Gadis bodoh, kau hampir kehilangan nyawamu," ucap Axel lembut sembari membelai kepala Tika.
Axel termangu mendengar pengakuan Tika. Namun, dia enggan melepaskan dekapannya meski Tika meminta dilepaskan. Ditatapnya wajah Tika dengan seksama lalu ditatapnya mata wanita itu dalam.'Siapa bilang aku mempermainkanmu, bodoh?' pekiknya dalam hati."Axel, lepaskan aku. Aku bisa jalan sendiri," Tika memohon. Alkohol memang luar biasa, bahkan Tika jadi memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang telah lama disimpannya.Axel tidak menjawab, dia masih memandang Tika lekat, membuat wanita itu makin tersipu."Ax, please?"Bukannya mendengar permintaan Tika, Axel justru mendaratkan ciuman lembut ke bibir wanita itu, membuat Tika membeku. Ciuman itu hanya sesaat tapi bagi Tika seperti selamanya."Jangan terlalu banyak bicara," ucap Axel datar setelah mencium Tika."Axel," panggil Tika lembut sembari menatap Axel dalam."Ya?"Tika membalas jawaban Axel dengan ciuman. Kali ini tautan itu berlangsung cukup lama. R
Tika mengerjapkan mata, seketika ngilu terasa di sekujur tubuhnya. Meski begitu, senyumnya merekah. Rasa sakitnya setimpal dengan apa yang dia peroleh, menjadi kekasih Axel. Pria yang amat disukainya. "Pasti, Rose akan kaget setengah mati kalau aku memberitahunya soal ini," senyum Tika makin terkembang membayangkan raut Rose. "Tapi, Axel tidak menginginkan hubungan kami diketahui." Tika menghela napas, lalu perlahan bangun dari posisi tidurnya. Tika mengecek ponselnya yang disimpan di nakas dekat tempat tidur. Ada panggilan dari Rose. "Baru saja aku memikirkan anak itu, ternyata dia langsung menelepon," gumam Tika sebelum menggeser tombol hijau pada layar ponsel. "Tika, aku kangen banget sama kamu tau." Suara khas Rose langsung terdengar nyaring dari seberang. "Rose, nanti orang salah paham kalau mendengar ucapanmu," protes Tika. "Tika, sejak kapan kau peduli ucapan orang." "Sejak sekarang." "A
" Tika, kamu udah tau belum?""Tau apa?" Tika menatap Rose dengan rasa penasaran."Bakalan ada karyawan baru. Semuanya cowok." Rose menyeringai."Trus?" tanya Tika acuh."Artinya bakalan ada pemandangan baru," Rose tersenyum genit."Astaga, Rose. Aku kira apa. Tapi aku penasaran, ko kamu bisa tau ya?""Tentu aja aku tau. Aku kan punya teman di SDM." Rose menjawab bangga."Oh, iya. Aku lupa.""Tika, kamu kok reaksinya gitu?" ucap Rose sambil cemberut."Terus, aku harus gimana Rose?"Tika mencubit pipi Rose gemas."Ya, kamu setidaknya bisa lebih antusias."Tika menghela napas, "Rose, kalau ada pegawai baru, itu artinya pekerjaanku bertambah. Aku harus menjadi supervisor mereka dan membimbing mereka. Itu merepotkan sekali." Tika merengut membayangkan pekerjaan yang akan dia hadapi nantinya.Rose menepuk dahinya, "ya, ampun, Tika. aku baru ingat. Kau yang paling muda, jadi kalau ad
Tika tak berhenti mengulum senyum. Tadi pagi Axel mengjaknya sarapan sebelum berangkat ke kantor. Tika benar-benar tidak menyangka, memiliki seseorang yang dia cintai akan membuat hidup menjadi begitu berwarna juga lebih bersemangat. "Pasti kau sedang bahagia ya?" suara Reino membawa angan Tika kembali. "Ah, ya. Bisa dibilang begitu," jawab Tika sambil tersenyum. Reino mengangguk, lalu mengulurkan segelas kopi yang tadi dibelinya. "Aku tidak tahu, kau suka apa, tapi aku membeli ini tadi." "Wah, kau sangat pandai mengambil hati, ya. Terima kasih." Tika mengambil kopi dari tangan Reino. "Nggak masalah." Reino lalu berjalan menuju mejanya. Tak lama Mike datang. "Hai, Tika. Hari ini kita akan belajar apa?" tanya Mike tanpa basa-basi. "Hari ini aku akan ajak kalian ke salah satu subkontraktor kita, lalu nanti malam aku akan traktir kalian makan. Ucapan selamat datang." "Wah, Tika, kau senior yang baik ya," celetuk Rose yang mendengar percakapan mereka. "Bukankah kau juga melakukan