Dissa tertawa sumbang. Ia tidak tahu apakah ia harus percaya dengan perkataan Daniel atau tidak. Sebab, sudah banyak bukti yang dikirimkan Jesika jika mereka punya hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja. Ia sudah kehilangan kepercayaannya beberapa saat lalu. Ia sudah sabar dan terus menjaga komitmennya.
"Kenapa aku harus percaya kamu?" Pertanyaan Dissa membuat Daniel tahu jika Dissa sudah benar-benar kecewa padanya. Ia tidak menyalahkan siapa pun di sini. Tapi jika ada yang harus disalahkan, dialah yang pantas—dirinya sendiri.
"Kamu tidak harus percaya aku, Dissa. Kamu hanya perlu tahu kebenarannya. Soal kamu akan percaya atau enggak, itu bukan kehendakku, karena kamu, perasaanmu, emosimu, itu milikmu sendiri," kata Daniel.
Tak lama kemudian, pintu terbuka. Dissa bisa melihat calon suaminya itu masih duduk di depan pintu. Daniel berdiri—menatap Dissa yang wajahnya sembap, matanya merah. Sungguh pemandangan yang tidak Daniel suka. Pria itu menga
Pagi telah menjelang, di sebuah kamar yang penuh dengan hiasan oleh berbagai dekor bunga merekah nan indah dipandang, terlihat seorang wanita cantik sibuk merapikan beberapa peralatan Pakaian dan alat make up yang dibutuhkannya. "Apakah semuanya sudah selesai?" tanya Daniel yang keluar dari kamar mandi. "Iya," jawab Dissa singkat. Ia masih membereskan beberapa peralatan Daniel yang akan dimasukkan ke dalam satu koper besar berwarna gold miliknya. Daniel menatap gerak-gerik Dissa yang berada di sampingnya, yang ia tahu betul bahwa Dissa bersemangat dengan rencana pergi bulan madunya, hari ini. Tanpa terasa ia sibuk mengambil semua pakaiannya dan Daniel. "Sayang, kamu beneran mau mengisi semua pakaian kita? Jangan terlalu banyak bawa barangnya, cukup bawa pakaian yang bisa kite gunakan selama 1 minggu saja dan jika kurang kita bisa membelikan pakaian yang baru," ujar Daniel dengan ekspresi data
Setelah menempuh perjalanan menuju Paris, kini memakan waktu kurang kurang lebih 3 jam, akhirnya pesawat pribadi milik Dissa yang ditumpangi oleh Dissa, Daniel dan 2 pilot telah mendarat di bandara Paris Charles de Gaulle Airport ( GDG ). Daniel dengan santainya membantu Dissa untuk turun dari pesawat. sementara, mereka meninggal Zico yang masih tertidur di dalam pesawat. Zico revando, adalah sepupu lelaki dari adek mama Dilla. Sejak Dissa masih kecil, Zico lah yang menjaganya kemanapun dan kapanpun tetapi Zico yang lebih tua 3 tahun dari Dissa dan saat Dissa menginjak ke banggu SMP, Zico terpisah dengan Dissa. Zico yang lebih mementingkan tentang dunia pendidikan, ia memilh meneruskan SMA luar negeri dan saat Dissa dan Daniel pergi menuju bandara. Mereka bertemu dengan Zico yang sedang menunggu temannya yang akan pulang ke kota kelahirannya. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan adik kesayangannya dan saat ini, sikapnya yang posesif menjaga adiknya ikut pergi bersama bulan madu
Berbeda dengan suasana di dalam pesawat, disana, terlihat seorang lelaki tampan terbangun dari tidur nyenyaknya. Zico menatap ke seluruh ruangan pesawat yang terlihat kosong dan tidak ada siapapun. Zico dengan wajah binggungnya, ia mengaruk kepalanya yang tidak gatal. “Jangan bilang, aku ditinggalkan sendirian di pesawat,” gumam Zico dalam hati, ia berjalan keluar pintu pesawat dan dia menatapi keselilingnya yang ternyata ia sudah sampai di Paris. “Kurang ajar, mereka benar-benar meninggalkanku. Dasar tidak punya perasaan, aku yang super tampan begini ditinggal sendiri di dalam pesawat!” umpat Zico. “Bagaimana kalo aku diperkosa oleh tante girang tadi, aku kan rugi nanti tak perjaka lagi,” ujar Zico menghela nafas berat. Ia mengambil tas kpoer miliknya dan tidak lupa, ia memakaikan kacamata hitam kesayangannya dan pergi meninggalkan pesawat pribadi Dissa. “Dissa, dimana kamu? Apakah kamu baik-baik saja, hidup dengan seorang dokter kejam seperti Daniel
"Daniel..." ucap Dissa dengan raut wajah pucat tetapi terlihat cantik.Daniel menoleh ke belakang dan menatap wajah cantik Dissa."Kamu sudah siuman?" tanya Daniel, duduk dipinggir ranjang tidur.Dissa mengangguk dan berusaha menampilkan senyuman indahnya.Daniel menyentuh kening Dissa dengan tangan kekarnya dan ia mengecek keadaan Dissa."Baiklah, aku hanya kelelahan dan cukup banyak istirahat." imbuh Daniel. Ia membereskan beberapa peralatan medis yang tadi ia taruh di meja sebelah tempat tidur Dissa. Supaya memudahkannya untuk mengecek kondisi Dissa seperti yang dilakukannya sekarang dan untungnya rekan dokter khusus ahli dalam belum datang maka memudahkannya untuk membatalkan pertemuaannya."Wah... Wah... Wah... Ternyata begini kau memperlakukan istrimu hingga jatuh sakit," ucap Sean tersenyum penuh arti.Daniel menoleh ke arah sumber suara itu, ternyata teman kerjanya sudah berdiri di depan pintu."Sejak kapan kamu berada
Di sebuah kamar mewah yang ditempati oleh sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Kini, mereka sedang bercanda ria di atas kasur ukuran king size. Tok... Tok... Tok, Siapa? tanya Dissa menghentikan tertawa kerasnya. 'Entahlah, aku tidak tahu. Biarkan saja nanti bisa pergi sendiri. Eh, Sudah sampai dimana cerita tadi," Daniel mulai menceritakan kisah kekonyolan di masa SMA. "Daniel," panggil Dissa, saat ia mendengarkan ketukan pintu yang semakin lama semakin keras. "Kamu lihat dulu, siapa tahu ada orang penting!" ujar Dissa. "Baiklah," ucap Daniel dengan memasang wajah kesal, karena di saat sedang berdua selalu saja ada orang yang pengganggu. Daniel yang bangun dari tempat tidurnya, ia berjalan menuju pintu kamar. Ia langsung membuka pintu kamarnya. "Mau apa kamu datang kesini?" tanya Daniel pada Zico yang tersenyum di depan pintu kamarnya. "Tentu saja, ingin bertemu dengan seseorang yang sudah berani meningga
"Apakah benar ini nomornya Daniel?" tanya seseorang di seberang sana. "Maaf, saya istrinya beliau dan ada keperluan apa dengan suami saya," jawab Dissa cetus. "Oh ya, saya Nick, pemilik rumah sakit terbesar di kota Sungailiat. Apa boleh saya berbicara dengan Daniel, sebentar," Ujar Nick. Dissa menoleh ke arah Daniel yang berdiri tidak jauh darinya dan ia memberikan menanyakan kepada Daniel yang dibalas anggukan iya olehnya. "Tentu saja, boleh," ucap Dissa seraya menyerahkan ponselnya ke arah Daniel. Daniel mengambil ponsel yang dari tangan Dissa dan memberikan respon dari penelpon. "Hallo," ucap Daniel. "Maaf mengganggu, apa benar bapak bernama Daniel?" tanya Nick. "Iya bener saya sendiri, ada apa?" tanya Daniel. "Saya Nick, pemilik rumah sakit terbesar di kota Sungailiat ingin mengajukan kerja sama mengenai rencana acara di luar negeri yang diikuti oleh sekumpulan dokter. Disini, saya ingin memberikan informasi
Dissa menatap mobil mewah yang berjalan keluar dari pekarangan Villanya. "Semoga saja, tidak terjadi apa-apa dan kita bisa berkumpul seperti dulu lagi," kata Dissa pada dirinya. Dissa berjalan masuk ke dalam villa, ia berjalan menuju lift dan mempersiapkan semua barangnya untuk pulang ke negaranya. *** Di sebuah bangunan mewah, terlihat seorang pria yang berjalan melintasi setiap lorong yang gelap tetapi masih terlihat dengan cahaya yang remang-remang. Tap... Tap... Tap, Diki berjalan melewati sebuah lorong menuju kamar mayat, "Kau tahu, ketika aku masih kecil,aku tak pernah menyangka hidupku bisa seperti menjadi ini," Diki menghentikan langkah kakinya di hadapan sebuah tempat brankas khusus orang yang meninggal. Ia membuka sebuah kain yang menutupi seorang mayat yang sedang bergerak dan ia langsung menembaknya. Dor! Dor! Dor! "Bahkan, merasakan dicintai oleh orang yang mengasihi ku pun tak pantas aku miliki. Aku benar-
Dor! Dor! Dor! "Bahkan, merasakan dicintai oleh orang yang mengasihi ku pun tak pantas aku miliki. Aku benar-benar terpuruk, hidupku hambar tanpa rasa dan hatiku rapuh tanpa perasaan," kata Diki dengan raut wajah sedihnya di hadapan seorang pria yang berhasil di tembaknya. Di langit malam yang gelap, sebuah helikopter Bergerak cepat mencari keberadaan seseorang. "Criss, apa kamu sudah yakin akan menyelidiki kasus ini?" "Iya, aku sudah siap, karena aku tidak ingin melihat korban selanjutnya yang mati menjadi tumbalnya," Daniel terdiam mendengarkan setiap ucapannya, saat ini, Daniel berada di dalam helikopter ditemani rekan kerjanya bernama Budi, Jesika, Sean selaku pemilik rumah sakit dan beberapa TNI AU dan Panglimanya yang siap siaga membantunya untuk menolong warga pengungsian. "Kau mungkin telah banyak membunuh. Apakah kamu punya saran, bagaimana kita menanganinya?" tanya Daniel yang menatap Criss yang duduk di sebelahnya. "