Share

Bab 5. Maka, Jadilah Pelacur Pribadiku.

Ring ring

Dania nyaris saja menaiki ranjang jika saja ponselnya tak berbunyi begitu nyaring. Dania menoleh ke arah sofa putih di sudut ruangan, menatap tas yang di dalamnya terdapat ponselnya.

Nyatanya suara ponsel itu juga sedikit menarik perhatian Allard yang sedari tadi bersandar di kepala ranjang. Namun hanya sedikit, ia segera mengalihkan pandangannya pada sang mantan istri.

"Dania," panggilnya dengan suara rendah. Sukses membuat Dania menoleh pada Allard.

"Apa yang kau tunggu?" tanya Allard.

"Y-ya."

Dania memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu dan menaiki ranjang, mendekati Allard dan meraih ikatan jubah di pinggang Allard. Dengan rasa gugupnya yang luar biasa ia menarik ikatan itu hingga terlepas, selanjutnya ia hanya tinggal membukanya saja.

Dania meneguk ludahnya, rasanya ia benar-benar ingin semua ini berakhir. Ini memalukan dan juga mendebarkan. Siapa yang menyangka ia akan berada di posisi ini? Bercinta dengan mantan suaminya dengan status pelacur dan pelanggan. Oh, mungkin lebih tepatnya disebut berhubungan seks.

Sebutan bercinta hanya cocok untuk pasangan yang saling mencintai.

Ring ring

Ponsel kembali berbunyi, memecah konsentrasi Dania. Untuk kedua kalinya Dania kembali menoleh ke arah tasnya.

Melihat itu Allard berdecak kesal, ia menarik pergelangan tangan Dania. Memaksa wanita itu menatap padanya. "Kukatakan untuk fokus pada pekerjaanmu, Dania." Allard berujar tajam.

"Sebagai pelacur profesional kau harusnya tahu apa yang menjadi prioritasmu saat kau sudah telanjang di sini," tambah Allard sembari melepaskan pergelangan tangan Dania.

"Pergi ke sana, matikan ponsel itu!" Ucapan Allard terdengar seperti perintah, Dania meneguk ludahnya. Allard dalam mode seperti ini agak menakutkan.

Dania tak banyak bicara, dengan cepat ia segera turun dari ranjang dan meraih tasnya. Mengambil ponsel dari dalam tas itu dan hendak mematikan.

Wanita 29 tahun itu akan menekan tombol untuk mematikannya, namun sebuah pesan dari aplikasi bewarna hijau menarik perhatiannya disertai sebuah foto yang masuk. Dania melirik Allard dengan sudut matanya, pria itu juga masih menatapnya.

"Membacanya sebentar mungkin tak masalah." Dania membatin.

Dengan cepat Dania membuka kunci ponselnya, membuka aplikasi itu dan matanya membulat sempurna ketika sebaris pesan yang mengejutkan itu berhasil ia baca.

[Maaf, Buk. Angel masuk rumah sakit karena keracunan makanan di sekolahnya.]

[Foto.]

Pesan itu disertai dengan sebuah gambar yang menunjukkan jika putrinya berada di atas bangsal rumah sakit, tampak begitu lemah hingga Dania juga merasakan kakinya ikut melemas.

Putrinya keracunan!

Dania meremas ponselnya dengan perasaan gelisah, bahkan tangannya bergetar karena rasa khawatir. Malaikatnya, sekarang sedang sakit.

Ia melirik Allard kemudian melirik ponselnya lagi. "Oh, apa yang harus aku lakukan?"

°°°

Ekspresi Dania tampak jelas mengkhawatirkan sesuatu, namun Allard tak mau ambil pusing. Sejujurnya rasa kekesalan Allard sudah bertambah ke level selanjutnya melihat Dania yang berdiri kaku sembari memegang ponselnya.

Oh, ayolah. Allard sudah menunggu waktu ini, waktu di mana ia akan menginjak-injak harga diri Dania.

"Dania kau-"

"Allard," panggil Dania memotong perkataan Allard.

Alis pria berwajah rupawan itu terangkat naik melihat Dania yang mendekatinya dengan wajah pucat. Sesekali wanita itu meremas ponsel dan menatapnya ragu-ragu.

"Bisakah kita melakukannya lain kali?"

°•°•°•°

"Bisakah kita melakukannya lain kali?"

Dania tahu ini akan membuat Allard kesal, tapi ia benar-benar tak bisa sekarang. Ia harus segera melihat putrinya, menjenguknya, dan merawatnya. Nalurinya sebagai seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya benar-benar membuat Dania gelisah.

"Apa yang kau maksud dengan kata 'lain kali' Dania?" Nada tak setuju itu keluar dari mulut Allard, pria itu bangkit kemudian menghampiri Dania.

"Apa kau ingin berhenti ditengah jalan? Dengan sesuka hatimu?" tanyanya sembari bersedekap.

Allard berdiri menjulang di depan Dania, matanya yang menatap tajam mengeluarkan aura intimidasi yang sukses membuat Dania meneguk ludahnya.

Dania menggeleng cepat, membuang jauh-jauh rasa takutnya. Sekarang keadaan Angel jauh lebih penting dari apapun. "Bukan begitu, Allard. Sungguh aku tidak bisa melakukannya sekarang. Ada sesuatu penting yang harus aku lakukan."

"Kau memerintahku?" tanya Allard. Nada suaranya tak berubah, masih dingin dan tajam. Entah apa yang membuatnya begitu kesal.

Lagi dan lagi Dania menggeleng, sepertinya hanya itu aksi yang bisa ia lakukan di depan Allard saat ini. "Tidak, Allard. Ini benar-benar penting. Aku ... Aku mohon." Di akhir kata, suara Dania melemah.

Ia memohon pada mantan suaminya.

Allard membalikkan tubuhnya, kemudian berjalan ke arah ranjang dan duduk di sana, netranya menelisik Dania yang berdiri di depannya dengan tubuh gemetar. Membuat Allard berpikir urusan apa yang membuat Dania tampak begitu gelisahnya.

"Urusan apa?" tanya Allard.

Seperti mendapat secercah harapan, Dania menoleh cepat ke arah Allard. Ia hendak menjawabnya, namun sesuatu dalam pikiran mencegahnya untuk berucap.

"Aku tidak bisa memberitahunya jika aku punya anak." Dania membatin.

"I-ini urusan penting, aku tidak bisa menjawabnya. T-tapi, aku mohon izinkan aku pergi hari ini, tanpa memberitahu pada Madam." Tetap saja, Dania tak bisa memberitahukannya pada Allard.

Hanya Allard harapannya saat ini, ia ingin pergi tanpa ketahuan oleh Madam. Tanpa komplain dari Allard pada Madam juga tentunya.

"Apa itu sebegitu pentingnya?" Allard berujar dalam hati, sejenak ia tampak berpikir sebelum akhirnya sesuatu yang licik melintas di otaknya. Membuat sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman miring.

"Tidak," ujarnya tegas mendapatkan tatapan tak percaya dari Dania.

"T-tapi-"

"Tidak, Dania," potong Allard cepat sembari menikmati wajah menyedihkan yang Dania perlihatkan.

Dania memelas, sepertinya tak ada tanda-tanda Allard akan mengizinkannya. "Allard, Aku mohon."

Dania perlahan menurunkan tubuhnya, membuang harga dirinya kemudian bersimpuh di hadapan Allard yang duduk di atas ranjang. Mata coklat terangnya perlahan berkaca-kaca. "Aku mohon, sekali ini saja ... Allard." Dania mengucapkan kata itu sembari menekuk wajahnya ke bawah, menatap lantai yang terasa dingin ketika menyentuh kulitnya.

Perasaan Dania campur aduk, tak tahu harus melakukan apa lagi. Sekarang rasa khawatir dan prihatin memenuhi hatinya. Dania putus asa.

Rupanya apa yang Dania lakukan itu membuat Allard terkejut, tak menyangka Dania akan berbuat seperti ini. Tapi, rasa kejut yang ia rasakan berubah jadi rasa bangga dan puas, Dania sang mantan istrinya sekarang bersimpuh di hadapannya. Hal ini membuat Allard merasa berkuasa atas Dania, merasa unggul karena membuat Dania bersimpuh dan memohon di hadapannya.

Yah, inilah yang ia harapkan. Melebihi ekspektasinya.

"Baiklah."

Dania mengangkat wajahnya, menatap Allard dengan mata penuh pengharapan.

"Aku tak akan memberitahu pada atasanmu ataupun meminta pengembalian dana." Allard berdehem sembari memperbaiki posisi duduknya, matanya menatap angkuh pada Dania.

"Tapi itu tidak gratis, ada harga yang harus kau bayar."

"A-apa ...?"

"Maka, jadilah pelacur pribadiku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status