Share

Bab 4. Lepaskan!

Dania tak pernah merasakan keraguan sebesar ini sebelumnya ketika menemui pelanggannya, tidak pernah karena Dania selalu bersiap atas semua kemungkinan yang ada. Petinggi pemerintah, pengusaha, bahkan orang-orang lain dengan jabatan tinggi sebelumnya, Dania tak pernah ragu.

Ia bahkan pernah melayani seorang aktor terkenal ternama yang sudah memiliki istri dan anak, aktor yang selalu mengumbar kehidupan bahagia keluarganya di media sosial, dan Dania tak pernah terganggu oleh itu.

Namun, sekarang ini berbeda. Yang akan ia layani sekarang adalah mantan suaminya, Allard Brawijaya. Pria yang pernah menjalani kehidupan bahagia bersamanya. Dan di sinilah Dania, berdiri tak jauh dari sang mantan suami dengan perasaan aneh yang susah Dania deskripsikan.

"Kau akan berdiri di sana selamanya?"

Suara berat dari mantan suaminya membuat Dania tersentak dari lamunannya, jantungnya berdegup kencang kala nada bicara Allard lebih lembut dari pada sebelumnya. Dania menggeleng sembari memegang erat gagang tas miliknya.

"Y-ya, um." Oh, Dania benar-benar gugup. Tak tahu harus menjawab apa dan melakukan apa selain berdiri kaku.

Allard berdiri di dekat ranjang hanya menggunakan jubah mandi hotel, pria itu sibuk dengan sesuatu. Dania menarik nafas kemudian membuka suara. "Kenapa kau memanggilku?" Akhirnya, Dania menanyakan pertanyaan yang sejak tadi ingin ia tanyakan pada Allard.

Sudut bibir Allard membentuk cekungan, ia menatap Dania dengan seringai mencemooh. "Karena kau adalah pelacur, Dania," sahutnya enteng.

Dania memejamkan matanya guna menahan diri, oh, ia pasti berharap terlalu banyak hanya karena nada suara Allard sedikit melunak padanya. Ia tak boleh terlena begitu saja, Allard yang sekarang berbeda dengan yang dulu.

Benar, dan yang Allard katakan itu tidak salah.

Kemudian mata Dania tertuju pada mantan suami yang tampak sibuk membuka penutup botol Wine dan menuangkan minuman bewarna merah itu ke dalam gelas, membiarkan Dania berdiri sejak beberapa menit yang lalu tanpa kejelasan apapun.

"Ayo ... Lakukan," ujar Dania datar. Sejujurnya Dania ingin menyelesaikan ini dengan cepat, berlama-lama dengan Allard membuat perasaanya tidak nyaman.

Kegiatan Allard yang menuangkan minuman itu terhenti, ia melirik Dania singkat kemudian kembali melanjutkan untuk mengisi dua gelas itu dengan minuman yang terbuat dari anggur fermentasi itu.

"Kenapa terburu-buru, Dania? Sebaiknya kita minum dulu." Pria berusia 33 tahun itu menghampiri Dania dengan dua gelas wine di tangannya.

"Aku tidak minum alkohol." Dania membuang wajahnya ketika Allard menyodorkan satu gelas itu padanya. Ia tak boleh makan dan minum sembarang, Dania harus menjaga bentuk tubuhnya. Lagipula Dania tidak terlalu menyukai wine.

"Hm, baiklah." Allard menurunkan gelas itu dari hadapan wajah Dania, ketika gelas itu jauh dari Dania mata Allard tak sengaja melihat sesuatu yang berkilau di leher Dania.

"Kalung yang cantik," puji Allard. Hal itu membuat Dania memegang bandul kalung yang ia pakai, kalung yang ia dapatkan dari Pak Burhan. Warnanya cantik, karena itu Dania memakainya.

"Seri musim panas dari Love & Rose, Plage Coucher de Soleil Violet, itu namanya. Terinspirasi dari bias cahaya matahari terbenam yang bewarna ungu di pantai pada musim panas. Cantik, bukan?" Allard menjelaskan kalung itu dengan kedua tangan yang ia lipat di dada.

Ekspresi Dania menjadi bingung.

"Bandulnya terbuat dari permata yang langka, dan dibuat oleh pengrajin perhiasan terbaik yang kami miliki oleh karena itu kalung ini diproduksi terbatas, dan harganya mahal. Kau membelinya?" tanya Allard remeh.

Kami? Jadi Allard sekarang bekerja di industri  perhiasan? Dania membatin. "I-ini hadiah."

"Hadiah ...."

Dania meneguk ludahnya kasar ketika Allard perlahan memangkas jarak di antara mereka. Dania mundur perlahan dengan jantung yang berdebar-debar. Tak bisa Dania pungkiri, hatinya kacau sekarang.

"Seseorang itu pasti cukup kaya untuk memberikanmu hadiah mahal ini." Nada bicara Allard terdengar tidak ramah, namun Dania tak tahu alasannya.

Tuk

Dania terpojok di dinding, tak ada ruang baginya untuk mundur lagi. Ketika jarak mereka hanya tinggal sejengkal, Allard menunduk, berbisik pada telinga Dania."Siapa? Siapa yang memberikannya?"

Allard begitu dekat, Dania bahkan bisa mencium aroma parfum mahal yang Allard gunakan. Aroma maskulin yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Hal itu rupanya juga membuat Dania merasa takut tanpa alasan, pertanyaan yang Allard berikan entah kenapa terasa begitu mengintimidasinya. Dania memejamkan mata, menenangkan dirinya sejenak kemudian melontarkan sebuah jawaban. "Bukan urusanmu."

Allard termenung sesaat, tapi kemudian ia tersenyum. "Ah, benar juga." Allard menjauhkan tubuhnya dari Dania, memberikan Dania ruang untuk bernafas lega.

"Lepaskan!"

"Ya?"

"Lepaskan pakaianmu, Dania. Jangan buat aku mengulanginya!"

Rasa lega yang sejenak Dania rasakan dengan cepat berganti dengan rasa terkejut.Dania tercengang, tapi kemudian ia sadar. Sejak awal memang ini alasan ia datang ke sini.

*****

Dania menghela nafas, kemudian ia lepas satu persatu pakaiannya. Tidak sulit melepaskan gaun ketat yang ia pakai karena dengan satu kali tarikan pada resleting di punggungnya, gaun itu menjadi longgar.

Gaun berwarna merah itu itu terlepas.

Sedangkan Allard hanya memperhatikan gerak-gerik yang Dania lakukan dari atas ranjang, ia duduk dengan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Matanya menyipit kala tubuh sang mantan istri yang tanpa sehelai benang terpampang nyata di hadapannya.

Tubuh seksi, berlekuk indah tanpa lemak berlebih. Dania menjelma jadi wanita dengan aura pemikat yang luar biasa.

"Jangan bersikap seperti perawan, datang ke sini dan lakukan, Dania," ujar Allard pada Dania yang berdiri kaku di ujung ranjang.

"Sebagai pelacur, kau pasti sangat berpengalaman." Allard menambahkan. Sengaja nada bicaranya ia buat mencemooh Dania, dan seperti itu berhasil memprovokasi Dania.

Tangan Dania terkepal di kedua sisinya, setiap kata yang keluar dari mulut Allard begitu menyakitinya. Padahal semua yang Allard katakan itu benar, namun entah kenapa itu menggores hatinya.

Tentu saja, jika mengingat pada masa lalu ketika ia dan Allard hidup bahagia, Allard adalah pria baik yang tak pernah berkata kasar ataupun kata-kata yang melukai hatinya.

Allard selalu berbicara lembut padanya, meski ada pertengkaran kecil namun semua diselesaikan dengan baik tanpa Allard harus mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati Dania.

Namun, itu semua hanya masa lalu. Sekarang semua berbeda.

Dania menarik nafas, kemudian membuangnya bersamaan dengan kegelisahan yang ia rasakan, dengan percaya diri Dania mengangkat dagunya. Matanya menghunus tepat pada dua mata biru Allard.

Baik, Dania akan melakukannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status