Share

Bab 2. Seorang Pelacur

"Aku menyukai teknikmu, memuaskan. Aku ingin melakukannya lagi pada hari kamis depan."

Sebuah senyum terbit di bibir merah seorang wanita ketika pelanggannya memberikan pujian atas pelayanan yang telah ia lakukan. Mata cantiknya menoleh ke arah ranjang, di sana seorang pria berbaring tanpa busana sembari menatap dirinya lapar.

"Kau bisa langsung ke Madam saja, ia yang mengatur jadwalku." Wanita itu kembali kembali menoleh ke cermin, menatap dirinya yang sudah kembali rapi. Rambut sebahu yang tadi berantakan sudah ia sisir rapi, disempurnakan dengan dress merah ketat yang ia pakai.

Memancarkan aura seorang wanita dewasa.

"Ya, aku ingin melakukannya lagi. Tak masalah membayar lebih karena kau yang terbaik, Dania."

Dania Fajarina, wanita penghibur kalangan elit. Dibayar mahal atas kepuasan yang ia berikan pada pria-pria hidung belang yang membutuhkan kehangatan di atas ranjang. Senyum manis tak hilang dari wajahnya. "Aku pergi dulu."

"Sampai jumpa Kamis depan, Dania."

Dania tak menjawab, ia melenggang keluar dari kamar hotel. Di lorong hotel, mendadak ekspresinya berubah datar, senyum manis yang ia perlihatkan pada pelanggannya kini lenyap. "Aku merindukan Angel," ujarnya.

Dania kemudian melirik jam tangannya, sudah pukul 6 sore. Perlahan senyum terukir di wajahnya ketika ia menyadari tak ada jadwal apapun setelah ini. "Tak sabar bertemu dengan malaikatku," harapnya senang.

~~~

"Madam, saya tidak ada jadwal apapun hari ini, jadi ingin berangkat untuk bertemu dengan Angel."

Dania berdiri di sebuah ruangan yang tampak seperti ruangan kantor, matanya menatap Madam Loro penuh harapan. Ia benar-benar merindukan Angel.

"Ck." Madam Loro berdecak, ia menatap ponselnya dengan kening berkerut. "Sepertinya hari ini kau tidak bisa bertemu Angel dulu, ada pelanggan yang harus kauu temui."

"Apa maksudnya, Madam? Saya yakin tidak ada pelanggan setelah ini, saya sudah melakukan pengecekan." Dania mendekat ke meja Madam Loro.

Wanita berusia 50 tahun itu menghela nafas. "Ini mendadak, seorang pria kaya memesan seorang wanita dengan beberapa kriteria. Saya rasa hanya kau yang cocok."

Dania menggeleng tegas. "Maaf, Madam. Tapi bisakah wanita lain saja, saya sudah sangat merindukan Angel. Saya ingin bertemu dengannya, saya bahkan belum bertemu dengannya sejak 15 hari yang lalu."

"Kamu bisa menemui Angel nanti, utamakan pelanggan dulu."

"Tidak Madam!" Dania menolak keras, ia menatap Madam kesal. "Anda sudah berjanji."

Jika tidak hari ini, maka Dania akan kehilangan kesempatan melihat hari pertama Angel masuk sekolah. "Besok adalah hari pertama Angel masuk TK, saya harus melihatnya!"

Brak!!

Madam Loro berdiri kemudian mengebrak meja, ia menatap Dania marah. "Heh, sudah untung kau dan anakmu saya tampung! Uang yang saya keluarkan untuk melakukan perawatan dari  hamil, melahirkan, dan setelah melahirkan itu banyak! Saya juga memberimu pekerjaan ini! Jika tidak, kau dan anakmu akan jadi gelandangan di luar sana!"

Mendengar itu Dania hanya bisa menunduk, itu semua benar.

"Anakmu juga bisa mendapatkan kehidupan yang layak karena saya! Sekolah yang bagus, makanan yang bergizi, dan baby sitter yang menjaganya. Berpikirlah!"

"Ma-maaf, Madam." Dania tertunduk mendengar ucapan yang Madam lontarkan. Yah, semua itu tidaklah gratis.

"Hah ... Sudahlah!" Madam Loro kembali duduk.

Kemudian wanita berambut keriting itu memberikan Dania sebuah kertas. "Ini alamat dan nomor kamarnya. Datang saja ke sana, sebelum itu bersiap-siaplah. Klien kali ini membayar mahal."

Dania mengangguk pasrah. "Baik, Madam."

Mungkin untuk 2 Minggu kedepan ia tak bisa bertemu dengan malaikat kecilnya.

~~~

"Kamar hotel 1102, atas nama Mr.A."

"Baiklah," ujar Dania.

Tangan rampingnya terangkat, mengetuk pintu itu beberapa kali.

Tok

Tok

Namun, tidak ada jawaban. Membuat Dania menerka-nerka apakah ini kamar yang salah, tapi sepertinya tidak. Di pintu kamar ini jelas bernomer 1102. Dania tidak salah, bukan?

"Apakah dia terlambat?"

Dania kembali mengangkat tangannya, bermaksud untuk mengetuknya sekali lagi, namun pintu itu mendadak terbuka dari dalam. "Maaf, tapi aku-"

Deg

Mendadak suasana terasa hening ketika mata mereka saling berpandangan, pria itu tercengang melihatnya. Tapi Dania jauh lebih terkejut. Untuk beberapa saat mereka sama-sama bungkam, sampai akhirnya Dania mengeluarkan suara.

"A-allard?" tanya Dania.

Tidak, Dania tidak salah. Di depannya ini adalah mantan suaminya. Tapi, bagaimana bisa? Banyak pertanyaan berputar di kepalanya, tapi tak sanggup ia utarakan.

"Dania?"

Dania meneguk kasar ludahnya kala sang mantan suami menyebut namanya dengan nada rendah, bisa Dania lihat perubahan ekspresi Allard menatapnya. Dari terkejut menjadi dingin, benci.

Tidak tahu harus mengatakan apa, Dania hanya bisa diam di ambang pintu dengan mulut yang terkatup rapat. Ia ingin biacara, namun kelihatannya itu akan membuat Allard marah. Dania tidak tahu cara mengatasi situasi canggung di antara mereka.

"Jadi, kau benar-benar seorang pelacur, heh?"

Wajah Dania terangkat mendengar ucapan bernada remeh itu keluar dari mulut Allard, ia menatap ekspresi sang mantan. Tersenyum miring sembari menilai penampilan Dania dari atas dan bawah.

"Aku-"

"Kau tidak berubah, ya." Allard memotong ucapan Dania, ia bersedekap sembari menyandarkan tubuhnya di kusen pintu. "Masih sama seperti dulu."

Dania meremas telapak tangannya yang bertautan, ia merasakan dentuman kuat di dadanya. Dentuman itu mengalir ke seluruh tubuhnya, menyebar hingga tak ada yang menyadari jika tubuh Dania bergetar. "Aku, aku hanya–"

"Hanya menjual tubuh untuk mendapatkan uang, bukan?" Allard tak memberikan kesempatan Dania untuk biacara.

Sedangkan Dania hanya bisa terbungkam mendengar kalimat yang Allard lontarkan, ia tak kuasa menolak fakta yang Allard ucapkan. Ya, Dania adalah pelacur.

Tatapan Allard seperti akan mengulitinya, meskipun Dania tak menatap langsung pada Allard, tapi ia tahu mantan suaminya itu mengamatinya tajam. "Ah, jangan heran aku tahu sedikit soal dunia pelacuran. Aku memiliki mantan istri yang menjadi jalang ketika statusnya masih istri, kau tahu?"

Spontan Dania mengangkat wajahnya ketika mendengar tuduhan dari Allard. "Itu tidak benar!" tampiknya.

Alis Allard naik sebelah. "Benarkah? Jadi semua itu bohong? Palsu?"

"Aku bahkan tidak mengenal mereka!" Dania merasakan nafasnya berat, sejujurnya ia tak mampu menghadapi situasi mendadak seperti ini. Bertemu mantan suami dan dicecar dengan berbagai hinaan, Dania tidak siap.

"Wajar bagi seorang pelacur melupakan pelanggannya, aku memakluminya. Seorang pelacur hanya ingin uangnya saja, bukankah begitu ... Dania?"

Plak

Allard terdiam, begitupun dengan Dania. Tamparan yang Dania layangkan berhasil membuat Allard bungkam, kemudian Dania menatap mantan suaminya itu dengan nanar. "Aku berharap suatu saat kau menyesali semua ini, Allard."

Setelah mengatakan itu, Dania berbalik. Ia hendak beranjak dari sana, namun sebelum ia pergi, Allard bersuara.

"Ya, satu-satunya hal yang aku sesali adalah pernah memberikan hatiku pada seorang pelacur."

Dania menghela nafas, kemudian ia bergegas menjauh dari sumber rasa sakitnya. "Aku harap, aku tak pernah bertemu dengannya lagi." Dania berdoa dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status