Bab 29. Pacar Baru, Mesin Uang Sang Durjana
Kedua makhluk itu kembali hanyut dalam napsu yang kian menjijikkan menjijikan.
Cukup sudah, aku sudah tak tahan!
Segera kuhentikan rekaman video itu, lalu kuketik pesan ke nomor Siska bahwa aku akan sampai lima belas menit lagi.
Terdengar notifikasi dari posel gadis itu, Mas Gilang menghentikan hisapa dan remasan tangannya di dada gadis itu.
“Sepertinya dari Mbak Melur, Pak,” desah Siska dengan napas masih memburu. Gadis itu lalu merapikan rambut dan kancing bagian atas bajunya.
“Coba periksa dulu!” perintah Mas Gilang.
“Iya, bener. Lima belas menit lagi dia sampai katanya,” sahut Siska sedikit gugup.
“Hem, tenang, Sayang. Kalau boleh tahu, berapa setoran penjualan hari ini?”
 
Bab 30. Rencana Pernikahan Rahasia Mas Gilang“Mas, ini Chika! Tolong kamu ajak main sebentar! Aku mau mandi!” ucapku sekali lagi dengan suara meninggi satu oktaf.“Iya, letak aja di situ, kenapa, sih?” sungutnya melirik sekilas, lalu kembali tenggelam dengan ponselnya. Jemarinya sibuk mengetik huruf-huruf di layarnya.Aku menghela nafas, pelan kuletakkan bayiku di sampingnya. “Tolong awasi, ya, Mas!” sergahku sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi.Entah mengapa Mas Gilang sepertinya sangat tidak memperdulikan Chika. Dari awal aku mandi sampai aku keluar lagi untuk berpakaian, dia sama sekali tidak menyentuh bayi itu. Ponsel masih berada di tangannya. Ngobrolin apa sih, sampai selama itu enggak kelar-kelar?Chika mulai merengek, sepertinya dia kehausan. Aku masih memilih pakaian dengan handuk melilit tubuh.&n
Bab 31. Kejutan Di Rumah PengacarakuSubuh telah tiba, segera aku membersihkan diri di kamar mandi. Syukurlah Chika malam ini tidak telalu rewel. Aku bisa beristirahat mengumpulkan tenaga yang telah terkuras selama sehari kemarin.Setelah menunaikan salat Subuh, kugendong putriku ke kamar bayi. Bik Ina sedang melipat peralatan salatnya saat aku memasuki kamar.“Dia masih tidur, tolong jagain, ya, Bik. Hari ini saya pasti sibuk banget. Banyak yang hendak saya urus. Urusan dapur enggak usah porsir banget, yang penting mertua saya disediakan makan. Nyuci dan bersih-bersih kalau sempat aja. Paham, kan, Bik?”“Paham, Bu.”Kuletakkan Chika di dalam boxnya, lalu melangkah kembali ke dalam kamar. Kali ini aku menggunakan tas ransel untuk keluar. Berkas-berkas persiapan gugatan pisah harus kubawa, enggak muat kalau pakai tas sandang. Tadi malam telah kusiapkan segalanya, b
Bab 32. Aku Dan Mantan Kekasihku“Reno … Mas Reno?” desisku tak percaya.“Ya, masa lalumu, cinta pertamamu!” sergah Mas Andi.“Jadi, yang kamu bilang kemarin itu, Reno … Mas Reno …?”“Ya, dia sudah hancur sekarang! Boleh kau lihat sendiri di kamarnya sana! Berhari-hari dia terbaring tidur, bangun nanti hanya untuk makan. Beberapa hari nanti dia akan keluar mencari barang terkutuk itu lagi. Begitu terus sudah lebih setahun ini. Tubuhnya kurus, matanya cekung. Gairah hidupnya tidak ada. Dia sudah mati, Mel. Mati karena pengkhianatanmu.”“Bukan! Bukan aku. Aku tidak mengkhianatinya. Justru dialah yang telah mengkhianati aku. Karena itu aku memilih menikah, berhenti kuliah, karena aku enggak sanggup berpisah dengannya,” lirihku membela diri.”Sudahlah! Kami juga sudah tah
Bab 33. Pelakor Diserang Warga“Tunjukkan mana ponselmu!” teriakku mulai keras.Perempuan itu merogoh saku celana panjangnya. Lalu menunjukkannya padaku.“Buka FBmu!” perintahku kemudian.“Untuk apa, Kak?” lirihnya.“Sekarang kau buat status, bahwa kau pernah jadi pembantuku. Kau tergila-gila pada suamiku. Karena itu kau kupecat. Kau terpaksa pulang kampung.”“Kak Mel?”“Kau buat cepat! Atau ….”“Jangan! Melur! Kau sudah gila menyuruh Harum seperti itu!” teriak ibunya.“Bukankah kenyataannya begitu, Mak Uda? Harum mencintai Mas Gilang! Itu kenyataan! Harum cepat kau buat statusmu seperti itu! Status yang tad
Bab 34. Mas Reno, Kamukah Itu?“Dari mana?” tanya Mala saat aku membukakan pintu mobil untuknya.“Dari bank,” sahutku sambil bergeser. “Kamu yang nyetir, dong! Aku capek banget.”“Ok, Kamu kelihatan lusuh banget. Kenapa? Ada masalah lagi?” Mala mengambil alih stir mobil.“Banyak, stress gue. Capek banget, tahu enggak, sih,” desisku menyenderkan kepala di sandaran kursi.“Refresing dulu, yuk!”“Ke mana? Aku minta kau ngantarin aku ke tempat fitness, kurusin badanku yang keloyor-loyor ini! Sesak nafas tau, enggak?”“Kamu enggak gendut amat, kok, Mel. Santai ajalah!”“Gendut! Aku mau badanku seperti awal nikah dulu!” sanggahku sambil memejamkan mata. Rasanya lumayan istirahat sejanak meski di dalam mobil seperti in
Bab 35. Mas Gilang BerdarahToko sudah tutup, saat mobilku memasuki halaman. Kumasukkan mobil ke dalam garasi, lalu melangkah gontai ke dalam rumah. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.“Mel! Dari mana aja, sih? Liat, Chika sepertinya kangen banget sama mamanya!” tegur mama mertua saat aku melintas.Kuhampiri mereka, kuraih Chika dari gendongan Ibu.“Gilang sepertinya enggak keluar-keluar, ada apa dengan anak itu?” tanya papa menatapku.“Biar saya liat, Pa,” sahutku.Setelah puas memeluk dan mencium putriku, aku melangkah ke kamar. Mas Gilang masih tengkurap seperti tadi, kamar masih berantakan seperti semula. Tapi kali ini dia tidak tidur. Buktinya dia langsung bangun saat tahu aku masuk.“Gila kamu!” teriaknya tiba-tiba menatapku tajam. Bola matanya seolah hendak loncat keluar.
Bab 36. Kupatahkan Usaha Mas Gilang menipu Orang TuanyaAku tercekat, Jadi mereka janji ketemu malam ini? Janji ngantar uang? Uang yang sepuluh juta itu?“Mas, renternir itu barusan datang lagi, dia ngamuk-ngamuk. Karena Ibu udah janji, malam ini udah ada uangnya. Dia ngancam jika besok pagi uangnya belum ada juga, maka dia akan menyita rumah ini. Mas Yanto juga marah-marah, dia nuntut bagiannya. Dia kalah judi, Mas. Janjinya malam ini dilunasi. Tapi Mas enggak datang-datang!”Suara tangis Harum semakin kencang. Ibu menatapku penasaran. Sengaja memang tidak kuspeaker. Aku takut Mas Gilang mendengar dari luar.“Mas …! Kenapa diam aja, sih! Jawab! Atau mas lagi di jalan, ya? Jalan mau kemari? Ya udah, kami tunggu. Hati-hati ya, Mas. Oh, iya, Mas Gilang enggak usah takut. Ibunya Harum enggak ada kok di kampung. Nenek sihir itu udah dibawa perempuan sial itu. Jadi, kita beb
Bab 37. Ternyata Harum Hamil“Jangan pergi, Mel! Jangan minta pisah dari Gilang, ya!” ucapnya memegangi lenganku.Kulirik anak kesayangannya. Sorot mataku penuh ancaman. Lelaki itu menunduk.Aku mengangguk, kubentuk lengkungan di kedua sudut bibir. Perempuan itu balas tersenyum lega.Setelah dia tenang, aku kembali menuju kamar. Ranjang masih berantakan. Tapi bersyukur pakaian sudah rapi kembali. Berkat bantuan Ibu.Kuminta ibu beristirahat di kamar tamu. Itu sudah menjadi kamar ibu untuk sementara dia tinggal di rumahku.Kuraih selimut dan bantal. Aku akan tidur di kamar Chika. Bik Ina biar tidur di kamar belakang. Tapi langkahku terhenti, lenganku ditahan oleh Mas Gilang.“Mau ke mana?” tanyanya lembut.“Mulai sekarang, aku tidur di kamar Chika,” sahutku menepis tanganya.