Sherly tergagap mendapati Senja yang sudah berada di depannya saat ini. Sesungguhnya dia terkejut, tapi dengan cepat dia berusaha menguasai rasa terkejutnya dan memasang wajah pura-pura berdosa.
Ketika Sherly melangkahkan kakinya untuk mendekati Senja, seketika Senja mengangkat tangannya. "Stopp!! Jangan mendekat. Aku tidak sudi di sentuh wanita pelakor sepertimu, Sherly!" sentak Senja dengan suara tercekat. Hatinya masih berusaha kuat untuk melihat cobaan yang mungkin akan lebih dahsyat. Tangan Riki terkepal kuat. Rahangnya mengeras mendapati kenyataan pahit tentang rumah tangga adiknya. Yang ia lakukan saat ini hanya menunggu kemunculan pria yang mengaku mencintai adiknya itu. Rasanya ia ingin melibas habis pria itu sampai babak belur. "Senja, i_ini," Bahkan Sherly pun tak bisa menyangkal apa yang dilakukannya sekarang. Sekuat tenaga dia mengeluarkan suara, yang ada suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Mereka hanya saling menatap, mematung di depan pintu dengan tatapan pilu. Senja mencoba kuat agar tidak semakin di injak-injak oleh wanita murahan seperti Sherly. Hingga terdengar suara yang memanggil Sherly dengan sebutan sayang. Dari suaranya Senja hafal jika itu adalah suara Han, suaminya. Karena Han juga selalu memanggilnya dengan sebutan sayang. "Sayang, Kenapa lama seka_ Senja!!" Han melotot mendapati Senja berada di depannya saat ini. Senja tersenyum getir mendapati Han yang hanya memakai handuk membelit pinggangnya. "Ma_mas!!" lirih Senja dengan tatapan tak percaya. Hatinya remuk hancur kala melihat jejak cinta mereka berdua di area leher Han. Air matanya semakin deras mengalir dari pelupuk matanya. Ia tidak bisa menahan sakit hatinya yang luar biasa karena perbuatan kedua orang yang berarti dalam hidupnya. Bagai di rajam pisau berkarat rasanya melihat suami yang selalu dia puja dan ia hormati dengan tega melakukan hal terhina dengan sahabatnya. Tanpa ragu Senja segera masuk ke dalam kamar mereka. Merangsek masuk membelah barisan antara Sherly dan Han yang masih mematung di depan pintu. Sherly mengejar Senja masuk ke dalam dan meraih tangan Senja. Plaaakk.. Sebuah tangan lembut menyapa pipi Sherly dengan kerasnya, sehingga membuat Sherly tertoleh ke samping dan meringis kesakitan. "Jangan sentuh Aku. Dasar kamu wanita menjijikkan!!" hardik Senja seraya menunjuk Sherly dengan hina. Ia sangat kecewa karena sahabat yang sangat dia percaya malah tega bermain hati dengan suaminya. Sherly menoleh ke arah Senja dengan menyentuh pipinya. "Senja!!" lirih Sherly dengan mata berkaca-kaca. "Apa? Pura-pura menangis untuk menarik simpati Han, begitu? Hah, dasar ratu drama," cibir Senja dengan menatap Sherly mengejek. Sekuat tenaga dia menekan gejolak di hatinya agar tidak mengundang keributan kembali. Mungkin jika berdua dengan suaminya dia bisa menampar bahkan memukul suaminya tersebut hingga pingsan, bahkan meninggal dunia. Agar rasa sakit di hatinya terbalaskan seketika. "Senja, aku minta maaf," mohon Sherly. Senja mendorong Sherly hingga tersungkur karena muak jika harus melihat air mata buaya Sherly. Han bereaksi, "Senja!! Apa yang kamu lakukan?" bentak Han membela Sherly. "Apa? Kamu tidak terima jika aku menampar Sherly, Mas. Kenapa? Apakah kamu mencintainya, hah? Sehingga kamu dengan kesadaran penuh menduakan aku?" Han terdiam. Dia merasa kalah telak dengan apa yang di ucapkan Senja. Memang dia mencintai Sherly hingga dengan teganya dia menduakan cinta Senja. Plakk.. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Han. Han menerimanya karena dia merasa jika dia bersalah. Tapi sayangnya Sherly tidak terima akan tamparan itu. Dia mendorong Senja hingga wanita itu tersungkur di lantai. "Senja!!" dengan cepat Riki membantu adiknya untuk bangkit. Senja menatap nyalang pada Sherly yang membuat semakin panas hatinya dengan mengusap lembut pipi Han bekas tamparan Senja. "Aku sudah membalas Senja, Sayang. Agar dia juga merasakan apa yang kamu rasakan," ucap Sherly seraya melirik ke arah Senja yang berada di dekapan Riki. Senyum smirk terbit di bibir tipis bergincu merah. "Oh, ternyata kamu sejalang itu, Sherly." Sherly diam. Ia malah mengecup pipi Han di bekas tamparan Senja. Cup.. Membuat Senja semakin murka. "Pasti orang tuanya tidak pernah mendidiknya hingga Senja berubah liar seperti itu," ucap Sherly penuh provokasi. Senja terbakar. Ia melepaskan tangan Riki yang membelenggunya, menghampiri Sherly dan menarik rambutnya hingga wanita itu memekik kesakitan. "Sakit, Nja!!! Tolong lepaskan!!" Senja semakin mengeratkan jambakan pada rambut coklat Sherly hingga wajahnya mendongak ke atas. Tangan Sherly juga berusaha melepaskan tangan Senja di rambutnya, tapi dia gagal. "Kalau kamu mau merebut sampah itu, kamu ambil. Tapi jangan pernah menghina orang tuaku, Sherly. Karena aku tidak akan pernah menerimanya." Senja semakin gemas. Han yang berusaha melerai segera di dorong oleh Riki dan membawanya ke dinding. "Brengsek lo, Han. Terima pembalasan dari gue. Ini untuk air mata adik gue!!" Bught!! Riki yang sedari tadi sudah menahan gejolak di hatinya segera melampiaskan dengan memberi pukulan bertubi-tubi pada Han hingga dia jatuh tersungkur dengan bibir pecah. "Bangun lo pria kurang ajar. Beraninya lo membuat adikku menangis," hardik Riki seraya menarik rambut Han untuk bangkit. Dia berniat kembali melayangkan pukulan kedua, tapi Senja sudah menahan tangannya seolah mengatakan sudah cukup. Senja sudah puas karena telah membalaskan apa yang bercokol di hatinya tentang penghianatan suami dan sahabatnya. Sherly pun sudah tidak berdaya saat ini karena masih mengerang kesakitan karena jambakan maut dan tamparan dari tangan Senja. Walau dia tidak menampik jika kepalanya juga sedikit sakit bekas jambakan Sherly di rambutnya. Han tak terima. Dia gegas bangkit untuk membalas pukulan Riki padanya. Senja berteriak ketika Han menendang Riki hingga terjerembab ke lantai. Ketika Han akan membalasnya lagi, Senja maju memasang badan demi melindungi saudaranya itu. "Stop!! Jika kamu mendekat, aku akan berteriak agar security datang kemari dan menangkapmu," ancam Senja. "Sialan!!" Kemudian Han menarik tubuh Sherly yang masih tersungkur di lantai itu dengan hati-hati. "Keterlaluan kamu, Senja!!" hardik Han yang tak terima jika Senja melukai Sherly. Senja tersenyum miris mendapati suaminya yang lebih membela selingkuhannya ketimbang dirinya yang jelas-jelas istri sahnya. Jika tau begini, dia ingin sekali lagi mendorong Sherly dari balkon agar kisah mereka tamat saat ini juga. "Kenapa? Apa kamu tidak terima jika aku menyakitinya?" "Iya. Aku tidak terima atas perlakuanmu pada Sherly. Seperti itu bukan kamu." Senja tersenyum sinis. "Tapi kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku, Mas? Apa salahku pada kalian berdua sehingga kalian tega berbuat seperti ini di belakangku, Hah?" bentak Senja yang sudah tiada rasa hormat lagi pada suaminya. Suami yang dulu dia banggakan seolah telah mati ditelan bumi, berganti dengan iblis yang menjelma menjadi suaminya. "Jawab, Mas!!!""Kenapa dia cantik sekali saat tidur begini?' tanya Langit dalam hati. Memang Senja terlihat lebih manis dan kalem saat menutup matanya. "Tidak salah aku menjadikanmu istriku, Nja," sambungnya yang lagi-lagi dalam hati saja. Merasakan sapuan lembut di wajahnya, membuat Senja perlahan menggerakkan matanya. Ia menutup mulutnya yang menguap lebar seraya berusaha membuka matanya yang seolah masih merekat. "Nyenyak sekali tidurmu, Sayang. Sampai membuatku harus menunggu lama hanya untuk melihatmu membuka mata untuk pertama kalinya." Suara Langit membuat Senja menoleh ke arah suaminya. "Kamu sudah bangun, Mas?" tanya Senja, menyipitkan kedua matanya yang masih melihat dengan buram. Langit hanya berdehem. Kemudian ia kembali memeluk Senja dengan erat dan membau aroma dari tubuh istrinya yang entah sejak kapan menjadi candu baru baginya. Senja yang mengendus aroma bahaya, berniat bergegas untuk bangkit dari tidurnya. Karena jika tidak, akan ada olahraga lagi menantiny
Percintaan yang terjadi di antara mereka beberapa jam yang lalu diakhiri dengan sebuah kecupan yang cukup lama. Rasa lelah dan lega yang semula tertahankan kini sudah tumpah menjadi satu. Ya, dengan susah payah Langit membujuk Senja untuk kembali bertukar keringat di atas ranjang untuk yang kesekian kalinya. Meski sempat mendapatkan penolakan dari Senja dengan alasan lelah, tapi akhirnya Senja menerimanya setelah Langit mengeluarkan dalil-dalil panjang yang membuat Senja berubah pikiran. Dada mereka kembang kempis saling berebut oksigen untuk mengisi paru-parunya agar pernafasan mereka teratur seperti sedia kala. Senyum manis tersungging di sana. Tangan Langit menarik selimut tebal untuk menutupi sebagian tubuhnya dan juga tubuh istrinya. Rasa lelah karena penyatuan yang menguras tenaga, membuat mereka enggan beranjak walau hanya untuk memakai pakaian mereka saja. Mereka lebih memilih mengistirahatkan tubuh mereka. Walau itu tidak mudah karena sisa-sisa kenikmatan
"Sayang, buka pintunya!!" Langit mengetuk pintu dengan lesu. Beberapa kali ia mencoba membuka pintu, tapi terkunci. Langit dibuat frustasi karenanya. Apalagi ketika melihat baju yang dikenakan Senja, ia yakin jika itu sebuah kode dari istrinya. Sekarang, karena kebodohannya, hal ternikmat yang dia idam-idamkan melayang dengan sia-sia. Tubuhnya merosot, terduduk di depan pintu dengan wajah sendu. Jika bisa, ia ingin menangis saat ini. "Sayang!!!" Tangannya mencoba menggapai pintu, tapi tubuhnya sudah lemas. Kepalanya bersandar di daun pintu, matanya terpejam karena rasa lelah yang mendera setelah jutaan bujuk rayuan tidak mempan membuat Senja luluh. Baru saja ia akan menuju ke alam mimpi, terasa pintu tiba-tiba terbuka. Hampir saja tubuh Langit terguling jika saja ia tidak cepat-cepat sadar dan mengendalikan tubuhnya. "Sayang." Langit langsung beranjak berdiri ketika melihat Senja yang sudah berdiri dengan tangan terlipat di dada. Wajahnya belum juga ted
"Ayo buka bajunya. Biar aku periksa." Perkataan Langit itu tentu saja membuat Senja mendelik tak terima. Tangannya langsung menutup area dadanya. "Kamu jangan ngawur ya, Mas!!" Senja menatap galak ketika mendapati tatapan Langit yang mesum. Langit tertawa. Pria itu semakin gemas melihat istrinya. Pletak.. Langit menyentil pelan kening Senja. "Memangnya apa yang kamu pikirkan, Sayang? Aku hanya ingin mengobati lukamu, bukan yang lain." Senja gelagapan. Ternyata Langit salah tangkap atas sikapnya. "Bukan itu, Mas. Tapi aku malu jika harus buka baju. Kamu sendiri tau jika luka itu lebih banyak di dada dan bagian pundakku." Tangannya terangkat dan membelai wajah istrinya. "Tidak usah malu, Sayang. Aku akan lebih senang jika kamu mau menuruti apa yang aku katakan. Semua ini untukmu. Demi kesembuhanmu." Senja terdiam. Benar apa kata suaminya. Luka lebam masih butuh diberi obat agar tidak membengkak. Tapi jujur dia malu jika Langit harus melihat tubuh polosnya. "Aku j
"Kamu sudah yakin akan keputusan kamu, Sayang?" tanya Langit yang tengah duduk di sisi ranjang. Matanya menatap lekat pada sang istri yang tengah berkemas. Senja menatap sekilas, kemudian fokus memasukkan bajunya untuk dimasukkan ke dalam koper. "Aku serius, mas!" "Kamu tega ninggalin Bina?" Gerakan Senja terhenti. Ia menghela nafas panjang. Sebagai ibu Ia pun tidak tega jika harus meninggalkan anaknya yang masih membutuhkan dirinya. Belum juga nanti para omongan tetangga yang mungkin akan menjelekkan suaminya yang dikira ingin ibunya saja tapi anaknya enggan diterima. "Kamu sendiri sudah mendengar ibu berbicara seperti apa tadi pagi. Aku sudah berusaha membawa Bina untuk pergi bersama kita tapi Ibu melarangnya bukan? Lalu aku harus bagaimana, Mas?" Mata Senja mulai berkaca-kaca. Pagi itu setelah sarapan, Senja menemui ibunya secara langsung untuk meminta izin membawa Bina ke rumah yang sudah disiapkan Langit untuknya. Tapi jawaban ibunya sungguh m
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Senja Kamila Binti Ahmad Arhandi dengan mas kawin satu set perhiasan, uang seratus juta dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!!" "Bagaimana para saksi? Sah?" "Saahh!!!" Lantunan doa mengalun merdu mengiringi pergantian status mereka secara agama dan negara. Setelah menggelar acara ijab qobul, mereka melakukan sungkem pada ibu mereka masing-masing. Tangis haru tidak bisa dihindari ketika anak-anak mereka bersimpuh untuk memohon doa restu. Bahkan, Yuke sampai tergugu dalam tangisnya yang sampai membuat beberapa hadirin yang datang ikut menitikkan air mata. Seolah ikut terseret dalam alur penuh keharuan. "Mama, maafkan Langit yang selama ini belum bisa menjadi putra yang baik bagi mama. Belum bisa membahagiakan mama sebagai mestinya. Mah, berilah doa restu untuk Langit, agar Langit bisa mengarungi samudra kehidupan rumah tangga dengan baik bersama wanita pilihan Langit." Jujur, inilah hal yang paling membuat dirinya emosional