Share

bab 3. Pria Misterius

Senja mendongak menatap pria itu. Tapi detik kemudian ia menunduk saat mata mereka saling bertabrakan. Merasa tidak sopan.

Perlahan Senja bangkit di bantu oleh Riki. Ada kekuatan entah dari mana yang membuat ia kuat menghadapi kenyataan hidupnya.

"Terima kasih tuan sudah membantu saya mendapatkan kunci itu," lirih Senja seraya tetap menunduk. Hanya kalimat itu yang bisa ia katakan untuk membalas kebaikan pria di depannya saat ini.

Malu jika harus menangis di depan pria yang sudah menolongnya. Jangan sampai pertolongan pria itu terasa sia-sia saat ia terlihat lemah melawan suaminya

"Hemm.. Jadilah wanita kuat. Pria brengsek seperti dia tidak pantas mendapatkan air mata tulus dari wanita sepertimu. Lepaskan. Penghianat seperti mereka pantas untuk bersama. Sama-sama sampah dan tidak berguna."

Kalimat Langit menjadi tamparan bagi Senja.

Ya. Han memang tidak pantas untuk di tangisi. Penghianat seperti mereka harusnya di kasih pelajaran agar lebih tau diri. Sampah memang harus dibuang di tempat sampah. Bukan di pungut lalu di bawa pulang. Itu menjijikkan.

Setelah kepergian pria misterius yang bernama Langit itu, Senja berniat pergi dari sana. Tapi sebuah pelukan tiba-tiba mendarat ia rasakan.

Dengan hati yang bingung, Senja melihat seorang wanita parubaya yang tengah memeluknya saat ini. "Perjuangkan hakmu, Sayang. Jika memang tidak bisa dilanjutkan, lepaskan. Biar tidak menjadi beban untuk kedepannya. Percayalah, rencana Tuhan akan lebih indah untukmu dan Anakmu. Jangan kamu sesali apa yang terjadi saat ini. Anggaplah ini menjadi pemacu semangat untukmu lebih baik dan maju untuk masa depanmu. Aku yakin kamu dan anakmu akan mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik setelah ini." Ungkapan wanita itu sungguh membuat hatinya kembali kuat.

Tanpa terasa air matanya kembali menetes mendapat menguatan seperti itu. Di saat seperti ini, pelukan hangat dan kalimat seperti itulah yang dia butuhkan sebagai kekuatan.

Ia yang tadinya merasa rapuh dan tidak berguna, seolah mempunyai kekuatan baru untuk menghadapinya. Muncul keikhlasan dalam hatinya untuk melepaskan jika Han enggan memilih dirinya.

Senja memeluk wanita itu erat sebagai ungkapan terima kasih dan perpisahan. Semoga kelak mereka akan bertemu kembali di lain kesempatan dengan nasib yang berbeda.

Setelah itu Senja dan Riki bergegas menuju kamar Han yang berada di lantai 7. Selama menuju ke sana, Senja berusaha untuk menahan dirinya, juga menahan air matanya agar tidak tumpah ketika berhadapan dengan Sherly dan Han nantinya.

Rasa geram di hatinya membuat tangannya gatal ingin menerkam Sherly untuk meluapkan segala kekecewaannya karena tega menghina persahabatan mereka yang sudah terjalin lumayan lama.

Ternyata Sherly tak ubahnya pagar makan tanaman yang tega menghancurkan pagar ayu sahabatnya sendiri.

Apapun keputusannya nanti, ia akan menerimanya walau hatinya terluka. Ia akan mengalah demi kebahagiaan suaminya. Karena bukan rahasia umum lagi jika yang kedua adalah yang utama.

Senja juga enggan jika harus di duakan. Karena Senja mempunyai prinsip tidak akan pernah mau di madu.

"Senja, kamu harus bisa mengontrol emosimu nanti. Jangan sampai emosimu kembali membuat orang-orang gaduh melihatmu marah-marah seperti tadi," harap Riki mewanti-wanti adiknya agar tidak bersikap anarkis. Karena wanita kalem seperti Senja, jika sedang merasakan kecewa bisa saja menghancurkan dunia. Karena marahnya orang pendiam itu lebih mengerikan.

Senja diam. Ia berusaha untuk itu tapi biar waktu yang akan menjawabnya.

Ia hanya manusia biasa yang tidak luput dari dosa. Apalagi melihat suaminya mendua. Apakah dia harus diam saja saat harga dirinya di injak-injak oleh manusia seperti mereka?

"Senja." Riki mulai kehilangan kesabaran saat melihat Senja hanya diam saja.

"Iya. Senja akan berusaha mengontrol emosi Senja. Sudah puas?"

Riki tersenyum seraya mengusap puncak kepala adiknya dengan sayang.

Ia berjanji akan membalas sakit hati adiknya pada pria laknat itu. Tidak akan ia lepaskan begitu saja sebelum wajah tampannya itu tidak berbentuk lagi.

Tangannya terkepal erat dengan urat-urat wajah yang menonjol. Seolah bersiap menghajar Han saat ini.

Ting..

Lift terbuka.

Riki menarik lengan Senja agar tak mendahului jalannya. Itu juga untuk meredam emosinya yang akan membakar dirinya sendiri.

"Lepas, Mas!!!"

Senja berontak, berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Bobby.

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Nja." Riki mengeratkan cengkeramannya. "Biar aku yang menghajar Han. Akan aku jadikan samsak hidup untuk meluapkan segala rasa kecewamu."

Lagi-lagi Senja hanya diam. Ada dorongan dalam dirinya ingin langsung berlari dan mendobrak pintunya dengan kuat. Kemudian menerjang Han dengan brutal dan penuh amarah.

Ketika telah sampai di depan pintu kamar Han, Senja mematung untuk sesaat. Gerakan tangannya tertahan ketika tangannya terangkat untuk mengetuk pintu itu.

Deburan ombak kekecewaan sudah menghadangnya.

"Kenapa? Apa kamu ragu?" tanya Riki, "Biar aku yang membukanya. Toh kita sudah mendapatkan kuncinya bukan? Lalu buat apa harus mengetuk pintunya segala? Buang-buang waktu saja." sambungnya lagi.

Senja menahan gerakan tangan Riki seraya menggeleng cepat dan segera menarik tangan Riki yang akan mengetuk pintu itu. "Jangan, Mas. Biar aku saja. Aku ingin tahu bagaimana reaksi mereka berdua ketika mereka melihatku berdiri tepat di depan pintu."

"Makanya cepat. Tanganku sudah gatal ingin memberi pelajaran pada pria kurang ajar itu. Enak-enak mereka di dalam. Sama sekali tidak memikirkan perasaamu dan Bina yang terluka akibat kelakuan bejat mereka. Tunggu saja kamu, Han. Habis wajah tampan lo gue hajar!!" Riki menggeram seolah tidak sabar. Tangannya terkepal erat menahan emosi yang tertahan di dada.

Setelah mengumpulkan segenap tenaga dan menyiapkan hatinya untuk melihat semuanya, akhirnya Senja mengetuk pintu itu dengan keras.

Cukup lama mereka menunggu, hingga membuat Senja harus berulangkali mengetuk pintunya. Dan ketika Senja akan mengetuk pintunya untuk yang kesekian kalinya, tiba-tiba terdengar bunyi kunci terbuka.

Dada Senja bergemuruh dengan hebat. Seolah ia ingin pingsan dan pergi saja karena dia belum sanggup menerima kenyataan. Tapi jika di biarkan berlarut, akan ada banyak hati yang tersakiti. Karena dia yakin, Han dan Sherly akan semakin menggila jika dia diam saja.

Ketika pintunya terbuka, Senja melangkah mundur saat melihat sosok Sherly yang hanya memakai handuk di tubuhnya. Apalagi jejak-jejak merah yang menempel pada bagian leher serta pundaknya membuatnya langsung mendapatkan jawabannya. Karena dia bukan anak kecil yang akan dengan polos bertanya itu kenapa? Ia yakin jika itu adalah perbuatan suaminya di dalam sana.

Seketika pertahanannya runtuh, air mata sialan luruh juga tanpa bisa menunggu.

Kedua wanita itu saling berhadapan, saling menatap dengan pandangan yang sulit diartikan. Apalagi Senja menatap Sherly penuh dengan rasa kekecewaan yang mendalam.

"Se_Senja!!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status