Home / Rumah Tangga / Pelakor Sebaya / Jatuh Cinta Kedua pada Wanita Lain

Share

Jatuh Cinta Kedua pada Wanita Lain

Author: Kutudollar
last update Last Updated: 2022-08-23 15:45:09

"Pi?" panggil Langit ketika membuka daun pintu dengan nama Satriyo Singgih. Lelaki yang dipanggil Pi lantas mendongak, mengalihkan pandangan dari laptop di depannya.

"Eh, Langit."

Langit lantas duduk di depan meja sang papi. Lelaki semester akhir itu memperhatikan jemari papinya yang tengah sibuk.

"Mami sehat?"

Langit mengangguk. "Ya, kalau minum obat ya pasti baikan, Pi."

Satriyo berdehem paham. "Pelangi gimana?"

"Tadi kuanterin, kok. Pakai mobil mama. Ujan soalnya, hehe," ucap Langit menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Nggak apa-apa!"

Keduanya diam. Langit hanya terus memperhatikan sang papi yang bekerja. Sesekali dia menatap tumpukkan kertas dan map di mejanya.

"Nanti papa pulang, kan?" tanya Langit ragu.

"Iya. Tapi malem, ya. Masih banyak yang harus dikerjain!"

Langit mengangguk. Merasa papinya tengah sibuk, mahasiswa Tekhnik Elektro itu pamit. Dia keluar ruangan papinya dan menuju fakultasnya yang lumayan jauh.

Kampus tengah masa senggang karena para mahasiswa sudah melewati ujian. Hanya ada semester pendek dan ujian susulan beberapa fakultas. Langit ke kampus karena ingin melihat nilai ujiannya yang sudah keluar sekalian mengantar sang adik.

Saat di lorong menuju fakultasnya, Langit berpapasan dengan seorang wanita yang langsung menarik perhatiannya. Wanita dengan setelah celana panjang ketat, kemeja pas badan, sepatu hak tinggi, dan rambut indah yang dibiarkan tergerai. Langit mengerutkan kening. Daerah itu adalah fakultas Pendidikan yang notabene adalah kawasan sopan yang melarang mahasiswanya mengenakan pakaian seksi.

Ketika berpapasan, Langit sempat melirik sang wanita yang berjalan mantap dan menatap ke depan. Suara ketukan sepatu tingginya menggema. Langit pura-pura tidak melihatnya, hingga wanita itu hilang di belokan.

***

"Kok, kamu ke sini?" tanya Satriyo sembari mengintip dari balik kaca jendela, mengamati keadaan di luar. Janice tersenyum jahil dan mengunci pintu.

"Kan nanti kita nggak ketemu lagi, masak nggak boleh aku ke sini," jawab Janice merengut. Satriyo mendekat dan memeluk pinggangnya.

"Bukan nggak boleh, Sayang, kan ini kampus. Nggak enak kalau ada yang lihat!"

"Nggak akan ada yang lihat. Kan cuma kita berdua!" Janice memeluk pinggang kokoh Satriyo dan mencium bibirnya sekilas. Satriyo hanya tersenyum. Lelaki itu mendadak ingat Langit, putra bungsunya yang beberapa menit lalu menemuinya. Kini dia teringat Manda, sang istri yang sedang di rumah. Kesehatan wanita yang dinikahinya hampir 25 tahun itu terus memburuk. Leukimia, diabetes, dan anemia akut seolah setia menemaninya sejak sepuluh tahun ini.

"Istri mas masih sakit?" tanya Janice duduk di kursi Satriyo dan memainkan laptop. Sementara Satriyo duduk di meja, menghadap sang kekasih.

"Ya gitu, lah."

"Ehm, nggak bisa sembuh, ya? Kasihan!"

Satriyo diam. Diingatkan tentang Manda, lelaki itu semakin resah. Apalagi dia kini tengah bersama Janice. Matanya tak sengaja menatap bingkai foto keluarganya. Foto yang diambil lima tahun lalu, saat mereka tengah berlibur dan Manda sedang sehat. Mereka tersenyum bahagia.

"Kok melamun, Mas?" tanya Janice mengusap pipi Satriyo lembut. Lelaki itu menggeleng dan tersenyum. Diusapnya pipi halus Janice.

"Kamu ke kelas dulu aja, Mas masih ada kerjaan."

"Mas ngusir?"

"Bukan, Sayang—"

"Takut nggak konsentrasi, ya, hihi."

Satriyo tergelak. Dicubitnya hidung bangir wanita itu hingga menjerit manja. Setelah mendaratkan kecupan dan pagutan mesra, Janice melenggang keluar. Tentu saja setelah merapikan kemejanya yang sedikit berantakkan.

Tinggalah Satriyo sendiri. Kembali merenungi hidupnya. Dalam hati kecilnya, Satriyo sadar jika yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Hampir setengah tahun ini lelaki yang masih terlihat tampan dan lebih berwibawa di usia setengah abadnya itu menjalin kasih dengan mahasiswinya sendiri. Janice, mahasiswi Ilmu Pemerintahan yang saat itu tengah menempuh mata kuliah Bahasa Indonesia dengannya. Entah mengapa wanita blasteran itu begitu menggoda akal sehatnya.

Bermula dari saling senyum, konsultasi mata kuliah, sering bertemu, hingga kemudian bertukar nomor WA.

[Saya sudah berkeluarga.]

Tulis Satriyo saat itu. Saat dia meyadari jika mereka semakin hari semakin dekat. Lelaki itu siap kehilangan Janice andai dia memang akan pergi. Satriyo tahu diri posisinya yang hanya sebatas dosen dan mahasiswi. Namun ....

[Saya sudah tahu dari dulu, kok, Pak. Dan saya tidak peduli!]

Di luar dugaan, Janice tetap memaksa dekat dan tidak peduli statusnya. Satriyo bingung. Dia senang, karena ternyata apa yang dia rasakam selama ini benar-benar cinta. Jatuh cinta kedua pada wanita selain istrinya. Namun di lain sisi dia malu dan merasa bersalah. Statusnya dengan Janice sudah jelas, sebagai pasangan yang berselingkuh. Malu, karena Satriyo tahu usianya dan Janice terpaut jauh. Dia yang mendekati kepala lima sedangkan Janice masih seusia putra sulungnya, 23 tahun. Namun siapa yang peduli? Jika cinta sudah kadung melekat, usia bukan lagi sekat!

Hubungan mereka semakin akrab. Tidak ada yang menyangka jika kedekatan mahasiswi dan dosen itu lebih dari hubungan biasa, karena mereka pandai menyembunyikannya. Di kampus, Satriyo boleh saja bersikap biasa saja. Namun di luar, dia bagai remaja yang tengah kasmaran. Begitu pun Janice. Mahasiswi yang juga mempunyai usaha butik kecil-kecilan itu tak peduli apapun tentang Satriyo. Baginya Satriyo adalah cinta sejatinya yang selama ini ditunggu.

[Mas nggak takut ketahuan Mbak Manda?]

Satriyo yang kala itu tengah membaca diktat kuliah terdiam.

[Entahlah!]

Akhirnya hanya itu yang dijawab Satriyo.

Merasa pembahasan tentang istri selalu menjadi pemicu dinginnya hubungan mereka, keduanya berkomitmen untuk tidak pernah mengungkit rumah tangga Satriyo lagi. Mereka merasa dipertemukan oleh takdir yang berpihak untuk menyatukan mereka. Tidak peduli bagaimana pun keadaannya.

****

Menjelang tengah malam, Satriyo baru pulang ke rumah. Langit yang belum tidur membukakan pintu untuk sang papi.

"Kok malem banget, Pi?"

"Baru kelar kerjaannya!"

Langit mengangguk dan membuntuti sang papi yang duduk di sofa. Wajah lelaki itu terlihat lelah. Langit lantas menawarkan segelas air dingin yang langsung disetujui Satriyo.

"Mami sudah tidur?"

"Sudah, Pi. Habis minum obat tadi."

"Pelangi gimana?"

"Baik. Minggu depan dia ujian."

Satriyo mengangguk. Langit mengulurkan segelas air pada sang papi yang tak lupa mengucap terima kasih. Saat Satriyo memejamkan mata, diam-diam Langit memperhatikannya. Baginya sang papi adalah panutan sejak kecil. Lelaki pekerja keras, bertanggung jawab, dan penyayang. Senakal apapun Langit dan Pelangi, lelaki itu tidak pernah marah sedikitpun. Langit tersenyum. Senyum karena kini sang papi kembali setelah dua hari di luar, mencari nafkah untuknya dan sang adik. Senyum yang menyatakan setidaknya papi mereka benar-benar bekerja dan pulang untuk mereka. Sementara Satriyo langsung merebahkan tubuh di samping Manda. Di samping wanita yang beberapa hari ini dia tinggalkan. Wanita yang selalu setia menunggu cerita apa saja yang akan dibawa oleh sang suami.

....

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelakor Sebaya   Pesona Mama Tiri

    Sebulan berlalu. Janice membaik dengan cepat. Sikapnya tetap baik dan manis di depan semua orang. Kini dia tidak lagi bekerja di butik. Janice dan Satriyo memutuskan untuk menjual saja butiknya dan menggunakan uangnya untuk meneruskan kuliah Janice yang sempat tertunda. Wanita itu hanya sesekali menerima tawaran design pakaian dan dibayar kemudian. Janice senang melakukannya. Di rumah, Janice banyak belajar pada Manda. Mengurus rumah, memasak, membuat kue, merawat tanaman, hingga membuat sulaman. Manda pun dengan senang hati mengajarinya. Selama sebulan ini Janice bersikap baik padanya. Bahkan Janice lah yanh selalu menyediakan obat terapi untuk Manda. Satriyo pun senang melihat keakraban keduanya. Meski sempay terbersit ragu rumah tangganya akan baik-baik saja dengan dua istri dalam satu rumah. Namun semua tertepis saat melihat kedamaian keduanya. "Kalau terlihat baik-baik saja, berati ada yang disembunyikan.""Nggak akan baik-baik saja perasa

  • Pelakor Sebaya   Kasihan Mereka, Nak

    Tengah malam Satriyo mengajak Langit kembali ke Rumah Sakit. Kasihan Manda jika harus menunggu Janice sendirian. Di mobil, mereka berdua tak banyak bicara. Satriyo diam dengan pikiran yang penuh dan Langit fokus menyetir. Di Rumah Sakit, Manda baru saja melapor, Janice siuman. Kali iji wanita yang baru saja kehilangan bayinya itu tidak histeris lagi. Dia hanya menangis sesenggukkan merasa kehilangan. "Aku jahat, ya?" tanyanya pelan ketika dokter selesai memeriksanya. Tali pengikatnya sudah dilepas. Janice lebih tenang sekarang. "Nggak, kok. Allah punya rencana lain. Itu saja!" jawab Manda lembut dan mengusap lengan madunya. Janice semakin terisak. "Kenapa Mbak baik banget sama aku?"Manda menghela napas panjang dan tersenyum. "Karena aku juga wanita. Sama sepertimu!""Tapi aku nggak pernah mikir perasaan Mbak sedikit pun.""Hanya belum."Janice terdiam. Diraihnya lengan Manda dan memeluknya. Manda mendekat,

  • Pelakor Sebaya   Pengakuan

    Menjelang tengah malam Janice siuman. Dia langsung menjerit ketika meraba perutnya yang kini rata. Manda memeluk dan menghiburnya. Wanita itu nyaris kewalahan karena Janice terus meronta dan menjerit histeris. Sementara Satriyo belum juga pulang. "Mana anakku?" gumam Janice lemah setelah dokter kembali membiusnya. Suster memasang tali pengaman agar Janice tidak menyakiti dirinya sendiri dan membuat tim dokter kewalahan. Apalagi Manda yang kini harus ditangani serius karena dicakar Janice di beberapa tempat. "Kalau dia sadar, segera panggil kami!"Manda hanya mengangguk patuh. Lantas kembali menatap Janice yang tertidur. Wajahnya semakin pucat dengan rambut berantakkan. "Bagaimana ya rasanya kehilangan anak?" Manda mengusap perutnya sendiri. Seolah di sana sesosok malaikat kecil pernah hadir dan kemudian pergi. "Pasti menyenangkan ya merasakan gerakkan mereka setiap saat?" Air mata Manda mengalir pelan. Dia mengusap

  • Pelakor Sebaya   Bayi yang Tak Berdosa

    Satriyo diam menatap Janice yang belum juga siuman. Kata dokter detak jantungnya semakin lemah, termasuk bayi yang dikandungnya. Tim dokter tinggal menunggu persetujuan Satriyo untuk mengambil janinnya. Janin yang belum sempat melihat dunia tidak akan selamat. "Kenapa kamu tega?" ucap Satriyo pelan. Diusapnya punggung tangan Janice yang pucat. Seorang perawat mendatangi Satriyo untuk menandatangani beberapa dokumen terkait operasi dadakan Janice serta memberitahu sejumlah uang yang harus dia bayarkan. "Ini nggak salah, Bu?" tanya Satriyo tidak percaya ketika melihat jumlah nominal yang harus dia bayar. Petugas Rumah Sakit itu menggeleng dan tersenyum. "Ini perawatan terbaik, Pak. Lagipula ini juga tindakan beresiko yang kami ambil."Satriyo diam. Ditatapnya sejumlah digit angka biaya Rumah Sakit Janice. Lelaki itu mengurut kening. Diingatnya sejumlah uang di ATM yang bahkan tidak mencapai seperempat dari biaya yang harus dia bayar. Me

  • Pelakor Sebaya   Dia Tetap Istriku

    "Ampun, Mas!" Janice menjerit dan bersimpuh di bawah kaki Satriyo. Dia memeluk kaki Satriyo erat dan meraung-raung. Satriyo mengepalkan tangan, meredam emosinya yang memuncak. "Dia anak siapa?" Pertanyaan Satriyo tanpa jawaban. Janice masih terus menangis. Dengan kuat Satriyo mencengkeram bahu Janice, membuatnya berdiri tepat di depannya. Mata tajam dan berkilat Satriyo menatap Janice yang menangis. "Dia anak Dave, kan?"Janice sesenggukkan dan menggeleng lemah. "JAWAB JANICE!"Janice terpekik ketika Satriyo menghentakkan tubuhnya hingga jatuh terduduk di lantai. Dengan cepat dia merangkak dan memeluk kaki Satriyo lagi. Satriyo menepisnya dengan kaki. Sialnya hentakkan kecil kakinya mengenai wajah Janice. Wanita itu menjerit kesakitan. Satriyo sempat menatapnya sekilas, tapi kemudian acuh dan meninggalkan Janice ke kamar. "Mas?"Janice bangkit, berusaha mengejar Satriyo ke kamar. Dilihatnya Satriyo yang men

  • Pelakor Sebaya   Lalu Dia Anak Siapa?

    Satriyo tidak fokus saat meeting sedang berlangsung. Pikirannya tetap pada Janice dan Dave yang terlihat aneh. Satriyo memang tidak sepenuhnya mengenal keluarga istri mudanya itu. Dia hanya tahu papa Janice bercerai dengan mamanya saat dia masih duduk di bangku TK. Keduanya berpisah. Papa Janice menetap di Rusia dan mamanya tingga di Indonesia bersama dirinya. Hubungan kurang akrab antar mama dan anak membuat Janice kecil sudah biasa hidup mandiri. Apalagi papany selalu mengirim uang banyak untuknya hidup. Sekali lagi Satriyo mengingat rupa Dave yang memang agak sedikit bule. Hidung mancung dan kulit putih bersih. Tidak mirip memang, tapi itu bukan berati dia bohong. Satriyo lantas teringat pertemuan pertamanya dengan Dave. Semua pembicaraannya saat itu terekam jelas. Dave yang menyarankan dia untuk pisah rumah saja. Selesai meeting Satriyo berniat langsung pulang. Namun diurungkan ketika dilihatnya Langit duduk di kursi ruang kerjanya. Anak bujangnya itu tengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status