Home / Romansa / Pelakor Tak Pantas Bahagia / Semoga Kau Cepat Mati

Share

Semoga Kau Cepat Mati

Author: Athalaz
last update Last Updated: 2021-08-28 23:59:00

PRANG!!

Bu Mira melemparkan asbak tepat ke wajah Danu. Untung saja, Danu sempat mengelak.

"Apa-apaan sih, Bu!" protes Danu.

"Makanya, jawab! Kamu dari mana? Sama siapa? Kalau tidak, jangan salahkan Ibu. Kalau semua barang di dalam rumahmu hancur!!" ancamnya lagi.

"Bukan urusan, Ibu!" hardik Danu.

"Apa katamu? Bukan urusan Ibu! Kalau kamu masih hidup dengan uangku! Semua urusan kamu, jadi urusan Ibu," ucap bu Marni sambil berkacak pinggang.

Danu terdiam, tak ingin memperpanjang masalah. Dia melangkah memasuki kamar. Meninggalkan yang lain di ruang tamu.

Melihat Danu melangkah, semakin membuat bu Marni emosi. "Anak durhaka, set*n kamu!"l

Mira mengusap lembut lengan ibunya. "Sabar, Bu! Nanti besok marahnya di lanjutkan."

Airin yang melihat hal itu, tak bisa berbuat banyak.

"Bu, Airin ke kamar dulu," pamit Airin, kemudian berlalu menyusul suaminya.

Airin membuka pintu. Terlihat Danu sedang terduduk di pinggir tempat tidur, tangannya menutup muka.

Pelan Airin mendekati suaminya.

"Mas... ."

"Tinggalkan, Aku! Jangan berpura-pura peduli. Semua ini gara-gara kamu!" potong Danu, saat mendengar suara istrinya.

"Ma— af," ucap Airin terbata.

"Aku tidak butuh kata itu. Aku butuh kamu, pergi selamanya dari hidupku!" Penuh penekan Danu berkata seperti itu.

"Astaghfirullah," lirih Airin. Air mata tak mampu dia bendung.

Selama ini dia bersabar dengan kelakuan suaminya. Tapi, ucapannya barusan. Membuatnya sadar. Dia sama sekali tak ada artinya lagi.

"Salahku apa, Mas?! Apa kurang baktiku padamu? Apa tak cukup pengorbananku selama ini? Sampai-sampai, aku rela tak di anggap oleh kedua orang tuaku," protes Airin, sambil sesenggukan karena menangis.

"Kau tanya kurangmu? Heh, Airin Putri Wijaya! Kamu tak sadar dengan dirimu yang sekarang? Apa yang bisa aku harapkan dari Wanita cacat sepertimu?! Tak ada!!" Maki Danu.

Hening, kata-kata Danu tepat menancap di lubuk hati Airin. Air mata yang sedari tadi sudah mengalir di pipi tirusnya, hilang tak bersisa. Bak di tarik kembali masuk ke kelopak matanya.

"Terus apa maumu sekarang, Mas?" tanya Airin tegar.

"Mauku? Aku ingin bersama Maya, dan kalau kamu masih mau hidup bersamaku. Jangan banyak tingkah!" ucap Danu, terang-terangan.

"Jangan harap! Selama aku masih hidup kamu tak akan pernah bisa bersatu dengan pelac*r itu!!" teriak Airin, dia tak mau kalah dengan Danu.

Danu yang mendengar kata-kata istrinya itu hanya terdiam, matanya memancarkan amarah, dia berdiri dari duduknya, melangkah pelan mendekati Airin, tubuhnya sedikit membungkuk, tangannya menumpu pada kursi roda, wajahnya mendekati telinga Airin, lalu berbisik. "Kalau begitu, semoga kau cepat MATI."

Tangan Danu mendorong kursi roda yang diduduki Airin dengan keras.

Kursi tersebut mundur, dan menghantam dinding.

Kursi Roda terbalik dan Airin terjungkang ke samping.

Danu melangkah keluar, meninggalkan istrinya dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Saat melintasi ruang tamu, terlihat ibu Marni dan Mira sedang berbincang.

"Mau kemana kamu?" cegah bu Marni ketika melihat Danu.

"Cari hiburan, di sini suntuk." Jawab Danu tapi tak menghentikan langkahnya.

Tak berapa lama, terdengar bunyi mobil berlalu.

"Mir, kamu tidur sama mbak mu saja! kasian dia tidur sendiri, pasti dia sedih," perintah bu Marni.

"Iya, Bu. Kalau begitu, Mira ke kamar saja, liat kondisi mbak Airin."

Bu Marni mengangguk, lalu kembali menonton TV.

Mereka sengaja tak tidur, sebentar lagi suara adzan subuh berkumandang. Jangan sampai kalau tidur sekarang, kebablasan. Sampai tak sholat subuh.

"Bu... Ibu... tolong, tolong." Terdengar teriakan dari dalam kamar Danu. Sesaat setelah Mira berlalu.

Bu Marni yang mendengar teriakan anaknya,  berlari menuju kamar.

Di pintu masuk, dia hampir saja bertabrakan dengan Intan, perawat yang selama ini menjaga Airin.

Di depan pintu bu Marni berhenti, dia syok melihat menantunya tergeletak. Kursi roda menindih tubuhnya yang kurus.

Intan yang juga melihat hal itu, segera menggeser tubuh bu Marni, agar dia bisa masuk.

"Mir, bantu angkat bu Airin ke tempat tidur," ucap Intan, tangannya menepuk pelan bahu Mira.

Mira tersentak, kemudian mengikuti arahan Intan.

Dengan susah payah, mereka berdua berhasil membaringkan Airin di tempat tidur.

"Bu, boleh minta tolong telpon ambulance! Bu Airin harus segera mendapatkan penanganan medis yang serius," pinta Intan.

"Ehh... nggak usah telpon ambulance," tolak bu Marni.

"Ta—"

"Saya tau, biar kita saja yang bawa Airin  kalau tunggu mobil, kelamaan," jelas bu Marni.

Intan bernapas lega, tadinya dia berfikir bu Marni tak mau Airin di bawa ke rumah sakit. Ternyata yang dia fikirkan salah.

"Mir, siapkan mobil, nanti Ibu dan Intan yang angkat Airin." Bu Marni memberi instruksi kepada anak bungsunya itu.

Mira bangkit, gegas berlari keluar kamar, menyambar kunci mobil Airin yang tergantung di dinding dan menuju garasi untuk menyiapkan mobil.

Tak sampai lima belas menit, mobil telah membela jalan raya yang sunyi dengan kecepatan tinggi.

Tujuan mereka, Rumah sakit terdekat.

"Mir, berapa lama lagi sampai rumah sakit? Darah tak berhenti mengalir dari kepala kakakmu," tanya Airin.

Sebentar lagi, tinggal satu tikungan, kita sudah sampai.

Mira kembali menambah kecepatan, dia sudah melihat papan nama rumah sakit yang mereka tuju.

Mobil membelok, memasuki rumah sakit.

"Langsung, ke IGD,"  titah Intan.

Sesampainya di IGD, mereka di sambut oleh beberapa petugas yang dengan cekatan menurunkan Airin dari mobil.

Mengangkat dan memindahkan ke brangkar, Airin di dorong masuk ke ruang penanganan.

Dokter telah standby, mereka langsung memeriksa denyut nadi dan jantung Airin.

Dokter memerintahkan memasang Alat monitor untuk memantau denyut jantung dan tekanan darah.

Saat pemasangan tiba-tiba.

Tiiiiiiiit... tiiiiiiiiiiiiit!

"Dok... pasien dok!"

*****

( Hayooooo... Apa Airin meninggal? Yang penasaran boleh lanjut ke bab 👉)

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Bolehkah?

    "Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Semuanya Terbongkar

    "Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Bunga Tertembak

    "Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Ke rumah Mona

    Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   POV Hamid

    Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la

  • Pelakor Tak Pantas Bahagia   Tante Rani dan Hamid

    DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status