Dr Permana menutup pembicaraan pada handphonenya, lalu menoleh ke arah Dewi. Dia seolah dapat merasakan apa yang Dewi rasakan saat ini. Dengan perlakuan Iwan seperti itu, dan sebagian cerita yang sudah didengarnya dari pengakuan Dewi, tentang perselingkuhan Iwan dan Dini yang telah menghancurkan hatinya, Dr Permana malah jadi semakin sayang kepada Dewi.Saat itu Dewi masih memikirkan Iwan. Padahal pertemuan tersebut hanya suatu kebetulan. Sebelumnya, Iwan menitipkan bengkel kepada Maming,"Ming, saya keluar sebentar, ada urusan.. Kalo udah gelap, paling orang yang datang buat tambal ban, atau isi angin aja. Tolong kamu layani ya Ming,""Siap bang...,""Oya, pintu rolling doornya tutup separuh saja,"Maming mengangguk pelan.Iwan pergi tujuannya ke mall. Dia merasa perlu memberikan hadiah untuk putrinya, Tia, tapi dia masih bingung mainan apa yang Tia butuhkan saat usianya 5 tahun ini, dan dalam kondisi amnesia pula. Apakah Tia masih mengingatnya sebagai ayahnya, sedangkan Iwan sudah l
Kedai Kopi Para Mantan~Setibanya di kedai, motor Iwan langsung parkir di depan bengkel, dia mengambil kunci gembok pintu rolling door dari saku celananya, membuka gembok, lalu mendorong motornya masuk ke dalam ruang bengkel. Dia tahu persis Maming menutup bengkel, pasti karena sudah sibuk persiapan di dalam kedai.Iwan pun lalu jalan menuju ke tangga arah ke kamarnya.Sementara itu, di dalam ruang kerja bang Andy tampak Dr Permana dan Dewi masih bercengkerama, setelah Dewi menceritakan segala macam persoalannya kepada bang Andy, serta akibatnya Dr Permana malah jadi kena bogem mentah dari kepalan tangan Iwan."Ya sudah kamu gak perlu takut Dewi, karena rasa ketakutan itu akan memicu bermacam penyakit di dalam tubuh. Kasihan nanti anakmu siapa yang mengurusnya?.""Iya pak saya mengerti, ""Tetap fokus saja pada perawatan putrimu terutama menjaga kesehatan dirimu sendiri, nanti kalau ada apa-apa... kamu bisa hubungi ke no hape saya. Na, tolong kamu kasih no hape papah, soalnya pah gak h
Malam, di Kedai Kopi Para Mantan~Betul juga kata Iwan, kedai sudah banyak pengunjungnya. di halaman depan yang dijadikan tempat parkir motor, dan di pinggir jalan terlihat beberapa mobil parkir, termasuk mobil Dr. Permana. Mobil bang Andy lalu parkir di depan bengkel, Iwan dan bang Andy turun dari mobil, jalan menuju ke depan kedai, lalu masuk ke dalam.Baru beberapa langkah Iwan masuk, tiba-tiba dia dihadang oleh Dr Permana, yang mendorong dada Iwan, hingga hampir saja Iwan menabrak meja di dekatnya."He.. lu yang culik anaknya Dewi ya?""Enak aja lu ngomong gitu?" sahut Iwan.Bang Andy kaget melihat putranya menghadang Iwan,"Ada apa ini Na..?""Dia pah orangnya.. dia mantan suami Dewi,"Bang Andy kaget,"Betul Wan..?""Iya bang betul... tapi barusan dia menuduh saya culik anak saya sendiri, saya belum gila, kalau saya culik pun apa alasannya? saya gak punya waktu mengurus anak itu, tugas saya disini sudah full time"Bang Andy menatap Iwan dan lalu menoleh ke arah Dr Permana,"Bang
Diperjalanan pulang menuju ke kedai, dalam benaknya terbersit uang yang lima puluh juta dari bang Andy akan disimpannya dulu dibuku tabungannya, supaya suatu hari nanti bisa dia gunakan untuk biaya Tia selama di Panti Asuhan, serta berobat jalan. Tapi apa cukup dengan uang sejumlah itu?. Mengingat perawatan Tia sampai bisa sembuh total mungkin akan makan waktu yang cukup lama, sedangkan biaya perawatan rumahsakit sangat tinggi bagi kondisi keuangan Iwan saat ini. Sedikitnya Iwan harus menyimpan gaji dari kedai, dan sebagian keuntungan hasil pemasukan uang dari bengkel.Akan tetapi, dia merasa membutuhkan seseorang, ya seorang perempuan yang dapat membantunya untuk mengurus Tia. Mencari perempuan baru lagi? Pendekatan lagi.. huh sungguh merepotkan. Iya kalau perempuan itu benar-benar sayang kepada putrinya, kalau cuma sandiwara picisan?.Benak Iwan terasa penuh memikirkan jalan keluar, akibat mengikuti emosinya, membawa Tia keluar dari rumah Dewi, dan juga uang yang ada dalam tabunganny
Dini menatap airmata Iwan menetes disudut matanya, ia mengusap dengan jemari tangan. Pada akhirnya pecah juga tangis Dini, saat ia ingat bahwa laki-laki didepannya itu adalah orang yang pernah hadir dalam perjalanan hidupnya. Dini semakin sesegukan, Iwan memeluk erat kedadanya, seolah tak ingin melepasnya kembali.Iwan mengangkat kepala Dini hingga mendongak dibawah dagunya,"Ternyata kita masih dipertemukan ya Din," kata Iwan sambil memeluknya kembali."Waktu kejadian tsunami itu, kamu terdampar dimana? siapa yang menolong kamu Din?""Aki di karang,""Karang mana? cikarang maksudnya?"Dini menggeleng,"Kara kara ang," Dini berusaha mengingat rumah aki Jupri."Oooh.. karawang betul?. Kamu masih ingat alamatnya,?Dini mengangguk pelan.Pelayan warteg bengong dan terharu melihat pertemuan mereka berdua. "Keluarganya ya mas?" sapa bapak warteg."Iya pak, sudah tiga hari menghilang,""Iya mas.. saya juga kasihan sama dia, tiap ditanya, katanya sudah lupa,"Iwan menatap wajah laki-laki par
Badrun terkejut melihat kehadiran Dini, sosok wanita berhijab yang menutup wajahnya dengan cadar. Spontan dia tersenyum. Ada rasa aneh didalam dirinya, di lingkungan kehidupan yang bebas pada suasana di pesisir pantai, tiba-tiba ada wanita bercadar. Apakah wanita ini sangat alim, hingga menutupi wajah serta tubuhnya, atau hanya ikut-ikutan trend mode saja; atau bisa juga tulus melakukannya sebagai muslimah yang wajib menutup aurat pada tubuhnya.Bu haji Romlah terlihat sedang duduk di teras, ia menegur Dini. Anak lelakinya, Badrun menghampiri ibunya, seperti biasa mencium punggung telapak tangan bu Romlah."Neng Dini, kenalkan ini Badrun anak ibu yang bungsu."Dini menangkupkan kedua telapak tangan ke dadanya, Badrun pun spontan mengikutinya menangkupkan tangan ke dadanya, lalu jalan masuk ke dalam rumah."Anak ibu ada dua, yang nomer satu perempuan, sudah menjanda tapi tinggal di rumahnya sendiri. Dia hobby bisnis neng.. kalo mau ikutan bisinis sama si Ita, nanti ibu kenalin ya,""Te
Hari berganti hari, Iwan hanya sempat satu hari menginap di Karawang, karena tugasnya belum dapat digantikan oleh siapapun. Akan tetapi hatinya berontak, rasanya ingin setiap hari dia bersama dengan Dini dan merawat Tia, namun dia tidak berani senekad itu meninggalkan peluang baik bersama orang baik yang bernama bang Andy. Dua bulan telah berlalu, Iwan kembali menengok Dini dan Tia ke Karawang. Tidak ada perubahan dari perlakuan Dini terhadap Iwan, ia tetap bersikap manis, dan melayani Iwan sebagaimana halnya istri kepada suaminya.Suatu malam, saat Dini sudah tertidur, Iwan keluar dari kamar lalu duduk di teras rumah bu haji Romlah. Badrun baru saja pulang, mendorong motornya masuk ke ruang dalam. Lalu menghampiri Iwan, Badrun dengan keramahannya, menemani Iwan duduk disitu.”Belum tidur kang..?””Iya, kebiasaan tidur tengah malam,” ”Kalau boleh tahu, Kang Iwan tugasnya dimana?” tanya Badrun.”Malam hari, saya nyanyi di kedai dan siang ngurus bengkel boss kedai,” ”Ooh, berarti kang
Iwan, tak sanggup melihat kecepatan mobil yang dikemudikan oleh Badrun. Dia ingin mengambil alih kembali, tapi takut Badrun tersinggung. Akhirnya dia memejamkan matanya, berusaha melenturkan otot-otot tubuhnya yang tegang disetiap kali setelah Badrun menginjak rem.Anak muda ini benar-benar nekad, dalam hati Iwan, bagaimanapun dia harus menghargai kebebasan hak orang lain, dia sudah menyerahkan setir mobil itu kepada Badrun, tentu Badrun lebih tahu resiko yang bakal dihadapinya.”Akhirnya kita sampe juga kang Iwan,” seru Badrun senang."Gila kang Badrun, cuma dua jam,""Maaf ya kang Iwan, saya kalau jalan pelan-pelan suka ngantuk jadinya,""Iya gak apa-apa... asal kang Badrun tanggung jawab aja kalau ada apa-apa. Ini mobil sewaan,""Iya kang.. beres."Mobil memasuki kota Bandung. Dimata Iwan, Badrun memang menguasai seluruh tikungan dimedan perjalanan dari arah Karawang menuju ke Bandung. Iwan pun salut, meski hatinya ketar-ketir. ”Tokonya dimana kang” tanya Iwan.”Kang Iwan tahu bere