Home / Rumah Tangga / Pelakormu vs Aku / Bab 9: Bukti yang Mulai Terungkap

Share

Bab 9: Bukti yang Mulai Terungkap

Author: Vivits
last update Last Updated: 2025-01-01 18:08:17

Hari itu terasa lebih cerah dari biasanya, meskipun hati Kartini masih kelabu. Ia berusaha menjalani hari seperti biasa, mengurus rumah dan anak-anak sambil menahan rasa cemas yang terus menggerogoti.

Pagi itu, Dita, menantu pertama yang merupakan dokter spesialis, datang ke rumah membawa beberapa oleh-oleh. Kartini menyambutnya dengan senyum ramah, berusaha menutupi kegundahannya.

"Dita, wah, kok tumben ke sini pagi-pagi?" sapa Kartini sambil membantu Dita meletakkan barang bawaannya di meja.

Dita tersenyum, memperbaiki letak tas di bahunya. "Iya, Mbak. Aku habis ngantor, ada waktu kosong, jadi sekalian mampir ke sini."

Tidak lama kemudian, Ibu Sulastri keluar dari kamar. Wajahnya langsung cerah melihat Dita. "Wah, menantu kesayangan Ibu datang! Apa kabar, Nak?" tanyanya sambil memeluk Dita dengan hangat.

"Kabar baik, Bu. Ini aku bawain oleh-oleh kecil, tadi sempat beli di jalan," jawab Dita sambil menyerahkan sebuah kotak makanan mewah.

"Ah, kamu memang selalu perhatian," puji Ibu Sulastri sambil terkekeh.

Percakapan pun berlanjut, dari obrolan ringan hingga guyonan yang membuat suasana mencair. Kartini hanya duduk di sebelah, mendengarkan dengan senyum kecil. Tapi, tiba-tiba, Dita melirik ke arah Kartini dengan tatapan ragu.

"Mbak Kartini, boleh tanya sesuatu enggak?" Dita membuka pembicaraan dengan nada hati-hati.

Kartini mengangguk, meskipun ada sedikit kekhawatiran di wajahnya. "Tentu, Dit. Ada apa?"

Dita menarik napas dalam, lalu menoleh ke Ibu Sulastri. "Ibu juga boleh ikut jawab kalau tahu."

Ibu Sulastri mengangkat alis. "Apa tuh? Kok kayak serius banget?"

Dita tersenyum kaku, lalu mengalihkan pandangan ke Kartini. "Semalam, Mas Bastian di rumah, Mbak?"

Pertanyaan itu membuat Kartini bingung. Ia menatap Dita dengan kening berkerut. "Kenapa tanya begitu? Semalam Mas Bastian bilang ada meeting lagi, jadi dia pulang telat."

Ibu Sulastri menyipitkan mata, ikut penasaran. "Meeting? Sampai jam berapa dia pulang?"

Kartini menghela napas pelan, menunduk. "Sampai pagi, Bu. Katanya kerjaan di kantor lagi numpuk."

Dita menggigit bibir bawahnya, tampak ragu untuk melanjutkan. Tapi melihat tatapan penuh tanya dari Kartini dan Ibu Sulastri, ia akhirnya memberanikan diri untuk bicara.

"Maaf ya, Mbak, Bu. Aku enggak bermaksud apa-apa, cuma... semalam aku kebetulan lagi makan-makan sama teman-teman dokter di sebuah restoran. Dan aku... aku lihat Mas Bastian di sana."

Kartini menegakkan tubuhnya, matanya membesar. "Lihat Mas Bastian? Di restoran? Sama siapa?"

Dita semakin tidak nyaman, tapi ia tetap menjawab. "Dia lagi dinner sama seorang wanita, Mbak. Wanita itu rambutnya pirang. Aku enggak tahu dia siapa, tapi kayaknya mereka cukup akrab. Mas Bastian kayaknya juga enggak sadar kalau aku ada di sana."

Ruangan itu langsung sunyi. Kartini merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat, sementara Ibu Sulastri menatap Dita dengan pandangan tajam.

"Kamu yakin itu Bastian?" tanya Ibu Sulastri dengan nada serius.

Dita mengangguk pelan. "Yakin, Bu. Saya lihat cukup jelas. Mereka duduk di meja sudut, kelihatannya menikmati waktu mereka."

Kartini menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang mulai memuncak. "Kamu yakin itu bukan koleganya? Maksudku, mungkin mereka sedang membahas pekerjaan..."

Dita menghela napas, mencoba memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Aku enggak tahu pasti, Mbak. Tapi suasananya lebih seperti kencan daripada meeting. Kalau memang itu pekerjaan, kenapa harus di restoran mewah?"

Kartini hanya bisa diam, pikirannya kalut. Kata-kata Dita menusuk hatinya seperti belati.

Ibu Sulastri menatap Kartini dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. "Kartini, kamu harus tanya langsung ke Bastian. Kalau dia mulai aneh-aneh, kamu enggak boleh diam saja. Jangan sampai dia main belakang seperti...," Ia menghentikan kalimatnya, seolah tidak ingin melanjutkan.

Kartini mengangguk pelan, mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar. "Terima kasih sudah bilang, Dita. Aku akan bicara sama Mas Bastian nanti."

Namun, di dalam hatinya, Kartini merasa ketakutan yang luar biasa. Apakah benar suaminya telah berubah? Atau semua ini hanya salah paham? Ia tahu, waktunya untuk mendapatkan jawaban sudah semakin dekat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelakormu vs Aku   Bab 96 – Langkah yang Berwarna

    Kartini masih duduk di tepi ranjang, jemarinya menyentuh lembut gelang kaki yang baru saja dipasangkan Antonio. Pikirannya melayang. Dari sekian banyak jenis perhiasan yang ada di dunia ini, kenapa gelang kaki yang dipilih Antonio? Pria itu memang selalu penuh kejutan. Tapi ia juga sadar, di balik setiap tindakan Antonio, pasti ada alasan yang tak tertebak. Dengan sedikit ragu, Kartini akhirnya bertanya, “Pak Antonio…” suaranya hampir seperti bisikan, membuat pria yang sedang berdiri memandangi jendela berbalik perlahan. “Kenapa… memilih gelang kaki?? Maksud saya, Anda bisa memilih cincin, kalung, atau bahkan anting. Tapi kenapa ini?” Antonio menatapnya, senyum tipis yang khas itu kembali muncul di wajahnya. Sorot matanya seperti menembus jiwa, membuat Kartini merasa seperti satu-satunya hal yang penting di dunia ini. Pria itu mendekat, langkahnya tenang namun penuh wibawa. Ia berhenti di depannya, menunduk sedikit hingg

  • Pelakormu vs Aku   Bab 95: Hadiah Tak Terduga

    Kartini menatap lukisan yang baru saja ia selesaikan dengan hati berdebar. Kuas-kuas telah disisihkan, cat yang sedikit belepotan di tangannya menjadi saksi bagaimana ia mengerahkan seluruh perasaannya ke dalam karya itu. Dengan sedikit ragu, ia mendorong kanvas ke depan Antonio, memperlihatkan hasilnya. “Sudah selesai…” suaranya pelan, hampir seperti bisikan. “Saya harap… Pak Antonio nanti menyukainya.” Antonio, yang masih berbaring santai di ranjang, memiringkan kepala untuk melihat lukisan itu. Tatapannya tajam dan serius, tak ada ekspresi yang bisa Kartini tebak. Ia hanya diam, membuat suasana semakin menegangkan. Kartini mulai gelisah, jemarinya tanpa sadar meremas gaunnya. “Pak Antonio? Apa… apa ada yang salah dengan lukisannya?” tanyanya gugup. Beberapa detik berlalu sebelum pria itu akhirnya berbicara, suaranya rendah tetapi menggema penuh wibawa. “Kamu benar-benar… luar bias

  • Pelakormu vs Aku   Bab 94: Kanvasku, Kamu

    Ruangan kamar Antonio yang luas, dengan jendela besar yang menampilkan langit malam, kini terasa semakin intim. Di sudut, Kartini berdiri gugup sambil melirik ke arah lemari besar yang ditunjuk Antonio. Suara bariton pria itu menggema lembut namun tegas. “Di situ ada kanvas dan cat. Ambil semuanya. Mulailah melukis,” katanya, matanya yang tajam mengunci Kartini dalam kebimbangan. Kartini mengangguk pelan, tubuhnya bergerak menuju lemari. Setiap langkah terasa berat, bukan karena beban yang ia bawa, melainkan karena kehadiran Antonio yang begitu dominan. Ketika ia membuka lemari, pandangannya jatuh pada set lengkap peralatan melukis yang tersusun rapi. “Semua ini… untuk saya gunakan?” tanyanya pelan, suaranya nyaris berbisik. Antonio, yang kini sudah duduk di sisi ranjangnya, hanya mengangguk kecil sambil melepas arloji dari pergelangan tangan. Ia meletakkannya di meja samping dengan

  • Pelakormu vs Aku   Bab 93 : Lukisan di Kamar

    Langit sore mulai meredup ketika Antonio melangkah masuk ke rumahnya setelah selesai dengan sesi latihan tembaknya. Kaus polo hitam yang ia kenakan melekat sempurna pada tubuh atletisnya, menyiratkan kelelahan sekaligus kesan menawan yang tak terbantahkan. Langkahnya tenang, tetapi tatapannya tajam menyusuri ruangan, mencari seseorang—Kartini. Namun, Kartini tidak terlihat di mana-mana. Antonio mengerutkan dahi. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung melangkah menuju kamarnya. Begitu membuka pintu, ia berhenti sejenak. Kartini ada di sana. Wanita itu berdiri diam di depan dinding besar yang dihiasi sebuah lukisan wanita mengenakan gaun marun. Kartini tampak terpaku, matanya menatap lekat pada detail lukisan itu. Antonio bersandar di ambang pintu, kedua lengannya menyilang di dada. Matanya mengamati Kartini yang tampak begitu terpesona, tetapi ekspresinya tetap dingin. “Kartini,” suara baritonnya memecah

  • Pelakormu vs Aku   Bab 92 – Tepat Sasaran

    Antonio berdiri di area latihan tembak dengan postur tegap, mengenakan pakaian olahraga hitam yang membuat auranya semakin mencolok. Sebuah pistol semi-otomatis berada di genggamannya, siap untuk digunakan. Ia menarik napas panjang, menatap target yang berada beberapa meter di depannya—sebuah lingkaran dengan titik merah di tengah. DOR! Tembakan pertama melesat, tepat mengenai tepi lingkaran tengah. Antonio sedikit menghela napas, tampak tak puas. Ia mengangkat pistolnya lagi, tetapi kali ini wajahnya tampak lebih serius. Dalam pikirannya, ia membayangkan wajah seseorang. “Bastian,” gumamnya sambil mengarahkan pistol. “Kalau saja kamu tahu betapa menyebalkannya dirimu…” DOR! Kali ini tembakannya tepat di tengah. Antonio menyeringai kecil, senang membayangkan dirinya sedang "mengalahkan" Bastian, meski hanya di pikirannya. “Pak Antonio, Anda tampaknya sangat f

  • Pelakormu vs Aku   Bab 91 – Pertemuan yang Tak Pernah Tenang

    Antonio berjalan dengan tenang di lorong hotel, memeriksa setiap detail dari pelayanan hingga suasana hotel. Mata tajamnya memperhatikan kerapian meja, keramahan staf, hingga suasana yang dihadirkan. Hari itu seharusnya menjadi hari biasa. Tapi, tentu saja, tidak bagi Bastian. “Antonio!” suara khas itu memecah keheningan. Antonio berhenti sejenak, menoleh, lalu kembali berjalan. Namun, seperti biasa, Bastian tak menyerah. Ia mengejar dengan langkah cepat, membawa senyum yang seolah penuh kemenangan. “Kenapa selalu buru-buru kalau ketemu aku? Takut kalah debat, ya?” goda Bastian sambil menyamakan langkah dengan Antonio. Antonio menghela napas pelan, menoleh tanpa banyak ekspresi. “Kalau tidak ada yang penting, lebih baik kembali ke pekerjaanmu.” “Tenang dulu, bos. Aku cuma mau ngobrol ringan. Kamu tahu Kartini pindah kerja ke mana?” tanyanya tiba-tiba, mencoba terdengar santai, tapi matanya penuh selidik.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status