Wanita berwajah oval dengan alis mata tebal,, keluar dari mobil. Dia kemudian terkejut melihat pria yang ditabraknya masih berdiri dengan kokoh seperti tidak terjadi apa-apa.
‘Apa yang aku tabrak? Apakah dia punya tulang besi?’
Melihat kondisi yang terjadi, Lucas yang baik-baik saja dan mobil bagian depannya yang rusak, Magdalena tidak mau menjadi tersangka.
“Hati-hati kalau menyebrang jalan. Apakah kamu buta? Tidak bisa melihat ada mobil yang sedang melaju?” omel balik Magdalena.
“Kamu yang buta! Sudah jelas-jelas kamu berkendara dengan ugal-ugalan!” kata Lucas sambil menaikkan sebelah bibirnya.
Magdalena menunjuk ke arah mobilnya yang hancur sambil berkata, “Lihat mobilku! Karena ulahmu, mobilku hancur. Untuk memperbaikinya setidaknya memerlukan 50 Juta. Cepat berikan uangnya kepadaku!”
“Apa? 50 Juta?” Lucas terkejut mendengarnya.
Jelas ini hanyalah akal-akalannya saja.
“Ya, benar. Bahkan aku pikir itu akan lebih banyak lagi. Tapi, karena aku lihat kamu orang yang berasal dari kasta bawah, aku akan menanggung sisanya,” kata Magdalena sambil menatap Lucas dengan ekspresi wajah jijik.
Lucas sadar jika ini adalah sebuah pemerasan. Dia tidak mau tertipu.
“Lupakan saja. Lebih baik kamu cari orang bodoh saja untuk diperas,” kata Lucas.
“Kalau tidak mau bayar, aku akan laporkan polisi! Ayahku adalah polisi,” ancam Magdalena.
“Ada apa?”
Magdalena membalikkan badan dan nyaris mati berdiri saat melihat sosok Angeline.
Angeline adalah wanita yang terkenal di Kota Verdansk ini. Sosoknya yang cantik sempurna namun memiliki sisi dingin yang misterius, membuatnya banyak dibicarakan orang, khususnya mereka yang berada di kasta atas.
“Angeline? Kamu adalah Angeline Jordan, ‘kan?” tanya Magdalena, penuh rasa kagum.
Angeline mengangguk.
“Ada apa ribut-ribut? Apa kamu mengenalnya? Apa yang sudah dia perbuat?”
Mendengar pertanyaan itu, Magdalena memanfaatkannya dengan baik. Dia pun memfitnah Lucas sebagai orang yang ingin mencelakainya.
“Aku hanya ingin dia ganti rugi saja tapi dia malah kabur. Jadi, aku berniat untuk melaporkannya ke ayahku yang seorang polisi.”
Angeline menghela napas panjang. “Ya sudah, aku yang akan membayarnya.”
Magdalena terkejut mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Angeline orang yang dermawan.
Dia sempat menyesal karena tidak memberikan nominal yang lebih besar. Jika dia melakukannya, dia pasti akan untung besar.
“Kamu sangat dermawan sekali, Angeline. Tidak salah kalau aku mengidolakanmu,” puji Magdalena.
“Bu Angeline! Jangan, Bu. Dia hanya ingin mencari untung saja. Memperbaiki kerusakan mobil segitu saja, tidak akan menghabiskan 50 Juta,” kata Lucas.
“Diam!” bentak Angeline.
Angeline mentransfer uang kepada Magdalena. Setelah itu, Magdalena pergi dengan senyum bahagia.
“Belum sampai satu hari aku bersamamu, tapi kamu sudah membuat masalah. Apakah hidupmu selalu bermasalah?” Angeline tampak kesal sekali.
Lucas mengangkat bahunya sambil berkata, “Aku tidak melakukan apapun.”
“Semalam aku tidak melihat cermin di rumahmu. Mungkin itu yang membuatmu tidak bisa berkaca,” kata Angeline.
Aura dingin nan menyeramkan, keluar dari tubuh Angeline.
“Dengar! Aku sudah menolongmu dua kali dan kamu juga harus bertanggung jawab atas tindakanmu semalam. Jadi, untuk membayarnya, kamu harus menuruti semua perintahku tanpa terkecuali,” kata Angeline, sangat serius.
“Tapi aku juga sudah menyelamatkan nyawamu, kenapa tidak dianggap lunas saja?” Lucas bernegosiasi.
“Apa? Lunas? Tidak bisa. Mungkin untuk uang 50 Juta, aku anggap sebagai imbalan atas pengobatan. Tapi untuk yang kamu lakukan terhadapku semalam, tidak bisa. Jadi kamu masih mempunyai satu hutang lagi kepadaku.”
“Aku tidak mau!” jawab Lucas, lantang.
“Oh, begitu. Baiklah, aku akan melaporkanmu ke polisi dan aku akan memberitahu ibumu,” ancam Angeline dengan liciknya. “aku juga penasaran dengan reaksi ibumu.”
Licik!
Lucas tidak bisa lagi mengambil alih negosiasi. Pikiran ibunya sangat dijaga agar penyakitnya tidak kembali kambuh. Oleh sebab itu, Lucas memilih untuk mengikuti permainan Angeline.
“Nanti malam, kamu datang ke rumah Keluarga Jordan. Aku menunggumu di sana!” ucap Angeline.
Wanita itu kemudian masuk ke dalam mobilnya dan pergi.
“Dasar nenek lampir! Sangat licik sekali!” Lucas begitu kesal.
Pria itu pun melanjutkan rencananya untuk masuk ke dalam toko barang antik.
Siapa tahu bisa menghilangkan stresnya.
Saat pertama masuk, pandangannya langsung tertuju kepada tiga orang pria tua yang sedang berdiskusi di depan porselen.
“Di ukiran sebelah sini, terdapat seekor angsa yang kepalanya menghadap ke atas. Ini adalah lambang dari Kekaisaran Lynx di abad 8,” ucap seorang pria dengan kepala berbentuk bulat, Mario.
“Meskipun di sana terdapat angsa tetapi ada di bagian sini, ada ukiran hitam di sisi bawah dan atas yang menggambarkan angin gelap. Ini identik dengan kejadian mengerikan di abad ke 10 di mana terjadi wabah virus yang dikenal dengan Black Bird Virus,” ucap John. Politisi senior sekaligus Ketua Dewan Rakyat Kota Verdansk.
“Atau bisa jadi, umurnya lebih tua lagi,” ucap Giorgio Moratta, atau biasa dipanggil Gigio, seorang Wakil Ketua Serikat Dagang.
“Di abad 8 apalagi sampai abad 10, rasanya tidak mungkin jika ukiran motifnya sekasar ini. Terlihat ada serabut di ujung garis dan alat seperti itu, terakhir kali digunakan pada Kekaisaran Monian di abad ke 5,” terang Gigio dengan penuh percaya diri.
Diskusi itu sungguh menggelitik bagi Lucas. Dari kejauhan saja, dia bisa mengetahui tentang porselen tersebut.
“Berpikir terlalu jauh dan menghabiskan energi untuk sebuah porselen palsu yang dibuat sekitar 50 tahun yang lalu,” ucap Lucas sambil berjalan mendekati ketiganya.
Tentu saja, apa yang dikatakan oleh Lucas membuat ketiganya terkejut. Mereka bertiga sontak menoleh ke arah Lucas.
“Bocah bau kencur! Apa yang kamu tahu tentang barang-barang antik! Asal bicara saja!” John merasa kesal.
“Toko ini tidak mungkin menjual barang-barang palsu. Kredibilitas toko ini sudah tinggi sejak dulu. Jadi, kamu jangan asal bicara! Anak muda lebih baik banyak belajar!” ucap Mario.
Lucas mengangkat kedua bahunya. Lalu dia berkata, “Aku hanya mengatakan fakta. Lagipula, jika kalian saja tidak tahu tentang hal seperti ini, apa menurut kalian pemilik toko akan peduli dengan kebenarannya? Jika orang-orang bodoh mau mengeluarkan uang banyak untuk sebuah barang murah, bukankah itu menguntungkan?”
John, Mario dan Gigio mendidih mendengarnya.
“Kamu mengatakan kami bodoh? Apa kamu tahu siapa kami sebenarnya? Berani-beraninya kamu mengatakan kami bodoh!” geram John dengan wajah yang merah. “orang sepertimu, bisa lenyap dengan mudah olehku.”
Dari balik reruntuhan dinding gudang, di kegelapan yang tersisa, sepasang mata yang memancarkan aura dingin dan menusuk mengamati setiap gerakan Lucas. Itu adalah Grandmaster Xena.Dia merasakan dengan jelas bentrokan energi yang baru saja terjadi, kekuatan dahsyat yang dilepaskan oleh Lucas dalam bentuk Pralaya Bhuminya. Ada keraguan yang mulai menggerogoti hatinya.Mungkinkah Lucas benar-benar melampaui perkiraannya?Saat Lucas menghancurkan Dario dengan energi yang begitu dahsyat, Xena merasakan getaran kekuatan yang bahkan membuatnya sedikit gentar. Dia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu yang terdekat dengan level immortal, merasakan ancaman yang nyata dari pemuda di depannya.Pertarungan barusan bukanlah pertarungan biasa. Itu adalah pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia normal. Instingnya sebagai seorang petarung berpengalaman mengatakan bahwa konfrontasi langsung dengan pria itu saat ini akan menjadi pertaruhan yang sangat besar.Tanpa mengucapkan sepatah k
Lucas membeku. Suara itu. Senyum itu.“Dario…” gumamnya pelan. “untuk apa kau datang?”“Aku hanya ingin bertemu denganmu dan menunjukan jika aku masih hidup dan telah berkembang,,” Dario melangkah masuk. Udara di sekelilingnya bergetar halus, lalu terdengar crack! Petir kecil menyambar di udara, menyatu dengan aura biru keperakan yang mulai mengelilingi tubuhnya.Lucas mengepalkan tinjunya. Chakra Bhuminya masih aktif, tapi tak stabil. Pertarungan barusan telah menguras terlalu banyak.“Jadi, kau ke sini untuk bertarung denganmu?” tanya Lucas dingin.Dario tertawa. “Untuk mengakhiri ini, tentu saja. Lynch hanya pembuka jalan. Kau target sesungguhnya. Selama kau hidup, dendam ini akan selalu bersemayam di dadaku.”Petir membungkus tangan Dario seperti cambuk-cambuk tipis. Udaranya kini berbau logam.Julian maju satu langkah. “Dario, cukup. Masalah lalu, biarkan berlalu.”“Ciih! Tidak mungkin bisa!” ucap Dario. “apa yang sudah kamu lakukan padaku, harus mendapatkan balasannya.”Ketua Lu
Darah menetes dari sudut bibir Lynch, tapi matanya menyala ganas.“Cukup main-mainnya,” desis Lynch. Kemudian dia merentangkan kedua lengannya.Angin di dalam gudang berubah.Aura hitam pekat mulai merambat dari tubuhnya, seperti kabut iblis yang merayap naik dari tanah neraka. Suara-suara aneh berbisik di udara, seperti ratapan roh-roh terperangkap.Julian mundur dua langkah. “Itu … teknik Ilmu Hitam Timur Tengah,” gumam Lucas, matanya menyipit. “kau sudah menjual jiwamu, Lynch.”Lynch tersenyum bengis. “Dan kau belum tahu harga yang harus kau bayar karena telah membangkitkan modeku ini.”Tubuh Lynch berubah. Otot-ototnya mengembang, urat-urat mencuat seperti akar pohon. Mata kirinya memucat, dan dari punggungnya, sepasang tonjolan keras muncul, bukan sayap, tapi seolah tulang yang mencuat liar.“The Obsidian Blade!” Julian berteriak. “kau harus pergi! Ini bukan pertarungan yang adil!”Emilio mengerutkan keningnya. Dia mendengar dengan jelas kali ini, Julian memanggil Lucas dengan pa
Dua pria itu berlutut dengan tangan terangkat, wajah mereka penuh debu dan darah. "Ampun... kami menyerah..." salah satu dari mereka terisak.Kai melangkah perlahan ke arah mereka. Napasnya sudah mulai teratur kembali. Wajahnya tetap dingin, tapi tangan kanannya masih mengepal.Dia menatap keduanya. Remuk, lemah, nyaris tak mampu berdiri. Mereka memang tak lagi mengancam.Kai mendesah. "Pergilah... sebelum aku berubah pikiran."Keduanya segera bergerak, namun sebelum sempat bangkit sepenuhnya—Doooor! Doooor!Dua peluru menembus kepala mereka. Darah memercik ke tanah.Kai terkejut. Ia menoleh cepat. Seorang pria berpakaian gelap, salah satu dari anggota Veleno, menurunkan senjatanya."Apa yang kamu lakukan?!" bentak Kai.Pria itu melirik dingin. "Orang-orang seperti mereka tidak pantas diberi pengampunan."Kai mengepalkan rahangnya. "Tapi mereka sudah menyerah. Kita tidak —”"Tidak tega? Kalau hatimu lemah, jangan masuk ke dalam lingkaran ini," katanya memotong, lalu berjalan pergi ta
Ketua kelompok musuh, sedikit tegang. Sebab peluru mereka sudah menipis.Mereka menganggap remeh karena tidak membawa peluru yang banyak. Mereka pikir pasukan Lucas tidak akan kuat dan banyak.Minimnya informasi membuat mereka menjadi salah mengambil keputusan “Bagaimana ini bos?” tanya pria gempal.“Jika sudah habis, kita serang dengan tangan kosong. Kita tidak bisa kembali!” ucap ketua kelompok.“Baik!”Teriakan nyaring terdengar dari sisi timur rumah.“Raaaghh!”Salah satu musuh menerobos pagar dengan brutal, melempar granat asap ke tengah halaman. Asap pekat menyebar cepat, menutupi pandangan. Kai menyipitkan mata. Ia tahu itu bukan untuk membunuh. Tapi untuk menculik.Mereka mengincar satu target.Angeline.Kai mengangkat tangan, memberi sinyal. Tiga anak buahnya langsung bergerak membentuk formasi segitiga, melindungi pintu depan.Namun dari balik asap, dua sosok melompat keluar dengan kecepatan kilat. Hitam, gesit, dan mematikan.“Dua orang ke kanan!” seru salah satu penjaga.
Dua puluh orang diperintahkan oleh Jukain untuk tetap tinggal, bersiaga di perimeter rumah Angeline. Sedangkan sekitar 15 orang dikerahkan untuk mencari keberadaan mertuanya Lucas, termasuk Julian.."Jangan tinggalkan rumah ini tanpa pengawalan," pesan terakhir Julian pada semua orang sebelum berangkat.Lalu ia mendekati seorang pria muda berseragam hitam yang berdiri paling belakang.“Kai,” ucap Julian singkat.Kai berdiri tegak. Usianya belum lewat dua puluh lima. Wajahnya bersih, bahkan terlalu bersih untuk lingkungan seperti ini. Tapi tatapannya tenang. Tak ada keraguan."Mulai sekarang, kamu yang memimpin di sini."Beberapa pasang mata sempat berpaling. Mereka tahu, Kai bukan orang lama. Bahkan baru dua minggu bergabung. Tapi tidak satu pun dari mereka memprotes.Kalau Julian sudah menunjuk seseorang, maka orang itu pasti punya alasan.Kai hanya mengangguk. "Siap."Julian menepuk bahunya sekali, lalu pergi.Setelah itu, Julian dsn pasukan mulai bergerak untuk mengejar kelompok ya