Lucas menghela napas panjang. “Masih untung aku beritahu agar kalian tidak rugi. Jika tidak punya pengetahuan akan barang antik, jangan berlagak seperti ahli. Itu sangat memalukan.”
Merasa terhina dengan apa yang dikatakan oleh Lucas, membuat John menggertakan giginya. Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah direndahkan oleh seorang anak muda.
“Kurang ajar! Berani sekali kamu berbicara seperti itu kepada kami!” geram John. “apa kamu tidak tahu siapa kami?”
Lucas tidak terpengaruh dan ekspresi wajah yang datar dan tanpa takut itu, membuat John semakin meradang.
Sambil menunjuk wajah Lucas, John berkata, “Kamu ini benar-benar kurang ajar, ya. Kamu bahkan tidak memiliki niat untuk meminta maaf.”
“Asal kamu tahu, aku adalah Ketua Dewan Rakyat Kota Verdansk. Sangat mudah bagiku mengusirmu dan seluruh keluargamu dari kota ini. Aku juga dapat dengan mudah menggusur rumahmu tanpa uang ganti rugi!”
Lucas tertawa mendapat ancaman seperti itu dari John.
“Jadi kerjaan Ketua Dewan Rakyat itu hanya mengancam rakyat? Selama ini aku kira lebih dari itu.”
John semakin merah wajahnya.
Mario ikut kesal dengan kelakuan Lucas. “Masih muda tetapi sama sekali tidak memiliki sopan santun.”
Kemudian pemimpin keluarga Zeto itu melanjutkan. “Dilihat dari penampilanmu, aku bisa menyimpulkan jika kamu bukanlah orang yang spesial. Sebenarnya aku tidak mau berbicara kasar, tapi jujur saja, kamu sama sekali tidak pantas berbicara dengan kami.”
Tidak seperti kedua temannya yang lain, Gigio malah menaruh ketertarikan kepada pemuda itu. Dia memiliki firasat jika Lucas memiliki sesuatu yang spesial.
Pria berambut putih itu berkata, “Jadi, kamu memiliki kemampuan membaca barang antik lebih baik dari kami?”
“Sudah jelas!” ucap Lucas dengan penuh percaya diri.
John mendesis. Dia bagai seekor ular yang siap memangsa.
Gigio mengambil satu buah mangkok keramik yang ada di sisi sebelah kanannya.
Kamu tidak bisa membual kali ini!
“Jika kamu ahli, seharusnya kamu tahu tentang mangkuk keramik ini,” kata Gigio sambil menunjukkan mangkok keramik berwarna biru.
Hanya melihat sekilas, Lucas mengetahuinya.
“Sudah jelas, itu adalah mangkok dari Kerajaan Cezif abad ke 17. Mangkok itu meski kuno tetapi berharga murah karena stok yang banyak. Tapi menurutku, mangkok ini seharusnya memiliki nilai lebih.”
Gigio mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini dia percaya jika Lucas memiliki kemampuan menganalisa barang antik.
“Pak, untuk saat ini, lebih baik kamu membeli barang yang bermanfaat saja untukmu. Jika boleh memberi saran, lebih baik kamu ambil barang itu,” ucap Lucas sambil menunjuk ke arah batu giok hitam.
Batu giok hitam yang bentuknya lebih mirip seperti arang, direkomendasikan kepada Gigio? Apa ini sebuah penghinaan?
“Hey, anak muda! Beraninya kamu merekomendasikan sampah itu kepada Wakil Ketua Serikat Dagang. Kamu mau mati, ya!” geram John. Dia sudah mulai habis batas kesabarannya.
Para pengawal yang ada di dalam ruangan, juga mulai bersiap. Mereka pun menganggap kalau Lucas sudah di luar batas.
“Apa maksudmu?” tanya Gigio dengan tatapan mata yang tajam.
“Batu itu akan membantu menyembuhkan komplikasi yang ada di dalam dirimu dan mencegah gagal jantung. Aku akan menuliskan resepnya padamu jika kamu mau,” jelas Lucas.
Gigio terkejut. Sejauh ini, hanya dokter pribadinya yang mengetahui tentang penyakit komplikasi yang dialaminya serta potensi gagal jantung yang besar.
Selama ini dia menyembunyikan dari siapapun termasuk istri dan anak-anaknya.
“Bagaimana kamu mengetahuinya?” tanya Gigio.
“Aku melihat dari caramu berdiri dan berbicara,” jawab Lucas dengan ringan.
Gigio terperanjat.
“Berapa nomormu? Aku akan mengirimkan resepnya,” tanya Lucas.
Kepala pengawal Gigio, Abin, berjalan mendekat.
“Tidak bisa! Hanya orang penting dan berada di tingkat atas saja yang diizinkan menyimpan nomor ponsel Wakil Ketua.”
“Baiklah kalau begitu. Aku pulang saja.”
Ketika Lucas baru berjalan satu langkah, Gigio menghentikan Lucas.
“Berhenti!”
Lucas menoleh.
“Abin! Berikan nomorku kepadanya!” seru Gigio.
Tak bisa membantah, Abin langsung meminta ponsel Lucas dan mencatatkan nomor Gigio.
Lucas langsung mengirim resep.
“Batu itu bukan sembarangan. Di dalamnya terdapat giok api abadi. Ikuti yang telah aku tulis dan kamu akan sembuh,” ucap Lucas.
Setelah itu, Lucas melanjutkan langkah kakinya keluar dari toko barang antik itu.
Gigio gemetaran tubuhnya. Selama ini dia selalu mencari keberadaan giok api abadi, namun dia selalu gagal meski telah mengeluarkan uang yang banyak.
“Abin! Cepat belah batu itu sesuai dengan yang tertulis di sini!” seru Gigio dengan suara yang bergetar.
Abin mengambil batu giok hitam dan membayarnya seharga 100 Juta. Kemudian dia pergi ke pemotong yang ada di belakang toko.
Abin membelah giok hitam itu sesuai dengan instruksi yang diberikan Lucas, semua orang terpukau.
Cahaya yang begitu terang, muncul dari dalam batu giok hitam itu dan sedetik kemudian, tampak giok api abadi yang memukau.
“Ternyata benar. Ini adalah giok api abadi!”
***
Malam hari
“Hey, menyingkir! Mau mati!”
Lucas menoleh dan menyadari kalau dia menghalangi jalan mobil masuk.
Lucas menyingkir.
Mobil berjalan dan berhenti di samping Lucas.
“Singkirkan pengemis ini. Seluruh anggota keluarga besar, akan datang. Jangan sampai rumah ini kotor karena dia!” seru seorang wanita cantik dengan alis tebal dan mata yang tajam.
Wanita itu adalah Bella, sepupu Angeline.
Dia memerintahkan satpam di rumahnya untuk menyingkirkan Lucas. Dia menganggap Lucas sebagai sampah yang mengotori rumah.
Dengan cepat, petugas keamanan yang berbadan besar menghampiri Lucas.
“Cepat pergi dari sini! Jangan mengotori rumah Keluarga Jordan!” usir satpam.
“Aku ke sini karena diundang. Jika tidak, aku tidak mungkin juga akan datang,” kata Lucas.
Bella keluar dari dalam mobil. Dengan wajah merah padam, dia menghampiri Lucas.
“Pengemis! Bisa-bisanya kamu bilang kalau kamu diundang ke acara keluargaku! Memangnya kamu siapa? Dasar pengemis gak tahu diri! Cepat pergi!” Bella berkata dengan mata yang melotot.
Satpam menarik tangan Lucas dengan kasar sambil berkata, “Kamu tidak diterima di sini. Ayo pergi!”
Secara spontan Lucas melawan tarikan satpam itu yang membuat si satpam harus terpelanting.
Bella terkejut. Dia mundur beberapa langkah.
“Lucas! Berani-beraninya kamu bersikap kasar di sini!”
Apa? Bersikap kasar? Bukankah mereka yang bersikap kasar terlebih dahulu?
“Di mana satpam yang lain? Cepat semua ke sini! Seret pembuat onar ini dari sini. Kalau perlu bawa dia ke kantor polisi!” titah Bella.
Tiga satpam yang lain langsung berlari menghampiri untuk menjalankan perintah.
Namun suara wanita lain, menghentikan mereka.
“Berhenti! Dia tamuku!”
Angeline?
Dari balik reruntuhan dinding gudang, di kegelapan yang tersisa, sepasang mata yang memancarkan aura dingin dan menusuk mengamati setiap gerakan Lucas. Itu adalah Grandmaster Xena.Dia merasakan dengan jelas bentrokan energi yang baru saja terjadi, kekuatan dahsyat yang dilepaskan oleh Lucas dalam bentuk Pralaya Bhuminya. Ada keraguan yang mulai menggerogoti hatinya.Mungkinkah Lucas benar-benar melampaui perkiraannya?Saat Lucas menghancurkan Dario dengan energi yang begitu dahsyat, Xena merasakan getaran kekuatan yang bahkan membuatnya sedikit gentar. Dia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu yang terdekat dengan level immortal, merasakan ancaman yang nyata dari pemuda di depannya.Pertarungan barusan bukanlah pertarungan biasa. Itu adalah pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia normal. Instingnya sebagai seorang petarung berpengalaman mengatakan bahwa konfrontasi langsung dengan pria itu saat ini akan menjadi pertaruhan yang sangat besar.Tanpa mengucapkan sepatah k
Lucas membeku. Suara itu. Senyum itu.“Dario…” gumamnya pelan. “untuk apa kau datang?”“Aku hanya ingin bertemu denganmu dan menunjukan jika aku masih hidup dan telah berkembang,,” Dario melangkah masuk. Udara di sekelilingnya bergetar halus, lalu terdengar crack! Petir kecil menyambar di udara, menyatu dengan aura biru keperakan yang mulai mengelilingi tubuhnya.Lucas mengepalkan tinjunya. Chakra Bhuminya masih aktif, tapi tak stabil. Pertarungan barusan telah menguras terlalu banyak.“Jadi, kau ke sini untuk bertarung denganmu?” tanya Lucas dingin.Dario tertawa. “Untuk mengakhiri ini, tentu saja. Lynch hanya pembuka jalan. Kau target sesungguhnya. Selama kau hidup, dendam ini akan selalu bersemayam di dadaku.”Petir membungkus tangan Dario seperti cambuk-cambuk tipis. Udaranya kini berbau logam.Julian maju satu langkah. “Dario, cukup. Masalah lalu, biarkan berlalu.”“Ciih! Tidak mungkin bisa!” ucap Dario. “apa yang sudah kamu lakukan padaku, harus mendapatkan balasannya.”Ketua Lu
Darah menetes dari sudut bibir Lynch, tapi matanya menyala ganas.“Cukup main-mainnya,” desis Lynch. Kemudian dia merentangkan kedua lengannya.Angin di dalam gudang berubah.Aura hitam pekat mulai merambat dari tubuhnya, seperti kabut iblis yang merayap naik dari tanah neraka. Suara-suara aneh berbisik di udara, seperti ratapan roh-roh terperangkap.Julian mundur dua langkah. “Itu … teknik Ilmu Hitam Timur Tengah,” gumam Lucas, matanya menyipit. “kau sudah menjual jiwamu, Lynch.”Lynch tersenyum bengis. “Dan kau belum tahu harga yang harus kau bayar karena telah membangkitkan modeku ini.”Tubuh Lynch berubah. Otot-ototnya mengembang, urat-urat mencuat seperti akar pohon. Mata kirinya memucat, dan dari punggungnya, sepasang tonjolan keras muncul, bukan sayap, tapi seolah tulang yang mencuat liar.“The Obsidian Blade!” Julian berteriak. “kau harus pergi! Ini bukan pertarungan yang adil!”Emilio mengerutkan keningnya. Dia mendengar dengan jelas kali ini, Julian memanggil Lucas dengan pa
Dua pria itu berlutut dengan tangan terangkat, wajah mereka penuh debu dan darah. "Ampun... kami menyerah..." salah satu dari mereka terisak.Kai melangkah perlahan ke arah mereka. Napasnya sudah mulai teratur kembali. Wajahnya tetap dingin, tapi tangan kanannya masih mengepal.Dia menatap keduanya. Remuk, lemah, nyaris tak mampu berdiri. Mereka memang tak lagi mengancam.Kai mendesah. "Pergilah... sebelum aku berubah pikiran."Keduanya segera bergerak, namun sebelum sempat bangkit sepenuhnya—Doooor! Doooor!Dua peluru menembus kepala mereka. Darah memercik ke tanah.Kai terkejut. Ia menoleh cepat. Seorang pria berpakaian gelap, salah satu dari anggota Veleno, menurunkan senjatanya."Apa yang kamu lakukan?!" bentak Kai.Pria itu melirik dingin. "Orang-orang seperti mereka tidak pantas diberi pengampunan."Kai mengepalkan rahangnya. "Tapi mereka sudah menyerah. Kita tidak —”"Tidak tega? Kalau hatimu lemah, jangan masuk ke dalam lingkaran ini," katanya memotong, lalu berjalan pergi ta
Ketua kelompok musuh, sedikit tegang. Sebab peluru mereka sudah menipis.Mereka menganggap remeh karena tidak membawa peluru yang banyak. Mereka pikir pasukan Lucas tidak akan kuat dan banyak.Minimnya informasi membuat mereka menjadi salah mengambil keputusan “Bagaimana ini bos?” tanya pria gempal.“Jika sudah habis, kita serang dengan tangan kosong. Kita tidak bisa kembali!” ucap ketua kelompok.“Baik!”Teriakan nyaring terdengar dari sisi timur rumah.“Raaaghh!”Salah satu musuh menerobos pagar dengan brutal, melempar granat asap ke tengah halaman. Asap pekat menyebar cepat, menutupi pandangan. Kai menyipitkan mata. Ia tahu itu bukan untuk membunuh. Tapi untuk menculik.Mereka mengincar satu target.Angeline.Kai mengangkat tangan, memberi sinyal. Tiga anak buahnya langsung bergerak membentuk formasi segitiga, melindungi pintu depan.Namun dari balik asap, dua sosok melompat keluar dengan kecepatan kilat. Hitam, gesit, dan mematikan.“Dua orang ke kanan!” seru salah satu penjaga.
Dua puluh orang diperintahkan oleh Jukain untuk tetap tinggal, bersiaga di perimeter rumah Angeline. Sedangkan sekitar 15 orang dikerahkan untuk mencari keberadaan mertuanya Lucas, termasuk Julian.."Jangan tinggalkan rumah ini tanpa pengawalan," pesan terakhir Julian pada semua orang sebelum berangkat.Lalu ia mendekati seorang pria muda berseragam hitam yang berdiri paling belakang.“Kai,” ucap Julian singkat.Kai berdiri tegak. Usianya belum lewat dua puluh lima. Wajahnya bersih, bahkan terlalu bersih untuk lingkungan seperti ini. Tapi tatapannya tenang. Tak ada keraguan."Mulai sekarang, kamu yang memimpin di sini."Beberapa pasang mata sempat berpaling. Mereka tahu, Kai bukan orang lama. Bahkan baru dua minggu bergabung. Tapi tidak satu pun dari mereka memprotes.Kalau Julian sudah menunjuk seseorang, maka orang itu pasti punya alasan.Kai hanya mengangguk. "Siap."Julian menepuk bahunya sekali, lalu pergi.Setelah itu, Julian dsn pasukan mulai bergerak untuk mengejar kelompok ya
Tiga kendaraan berlapis baja meluncur cepat menembus jalanan kota yang mulai lengang. Di dalam salah satunya, Lucas duduk diam di kursi penumpang depan, pandangannya tertuju ke luar jendela. Angin malam meniupkan bau tanah dan bahaya yang semakin dekat.Bukit Selatan menjadi tujuan mereka. Tempat sunyi yang jauh dari pemukiman. Tempat yang sudah Lucas siapkan sebagai arena terakhir,njika semua rencana gagal.Troy mengendarai mobil di depan mereka. Di belakang, Moretti dan sepuluh orang petarung terbaik dari Veleno dan Brotherhood duduk dalam diam. Wajah mereka dingin. Mata mereka tajam. Semua tahu, malam ini bukan malam biasa.“Percepat. Kita harus sampai duluan sebelum mereka,” kata Lucas. Suaranya pelan, tapi tidak bisa dibantah.Troy mengangguk dan menginjak pedal gas lebih dalam. Dalam hitungan menit, kendaraan mereka menyusuri jalan sempit menuju bukit. Lampu-lampu dari mobil menembus kabut tipis yang menggantung di udara.Sementara itu, Troy telah lebih dulu mengirimkan perintah
Sabrina menegang. Napasnya seolah berhenti sesaat saat mendengar ucapan Lucas tadi.“Sebentar lagi akan terjadi? Apa maksudmu?” tanyanya cepat. Nada suaranya bergetar. Wajahnya pucat, seperti seseorang yang baru saja mendengar kabar akan datangnya badai, tapi belum tahu dari mana datangnya.Lucas memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum membuka suara.“Bahaya itu sudah bergerak. Dan aku yakin, dalam beberapa jam ke depan, mereka akan sampai di kota ini,” ucapnya pelan, namun pasti.Sabrina menelan ludah. Hawa malam yang tadi hanya dingin kini berubah menjadi menggigit. Dia menggenggam ujung bajunya sendiri, berusaha menahan getar di jari-jarinya.“Bahaya … dari mana? Siapa?” tanya Sabrina lagi. Kali ini suaranya benar-benar terdengar cemas.Lucas menggeleng pelan. “Kalau aku bisa menjelaskan semuanya, aku akan. Tapi ini rumit, Sab. Terlalu banyak pihak yang bisa terlibat. Aku hanya tahu satu hal, perwakilan dari Dominus Noctis sedang bergerak. Tidak semuanya tapi me
Lucas memandangi wajah Angeline, bingung dan berat. Matanya menatap dalam, seolah berharap bisa membaca isi hati istrinya dari sorot itu. Tapi yang dia dapatkan hanyalah dinding dingin yang tak bisa ditembus.“Apa maksudmu?” tanyanya pelan, seperti seseorang yang baru saja kehilangan peta di tengah hutan gelap.Angeline menyilangkan tangan. Nada suaranya tajam, namun matanya mengandung luka yang tak bisa disembunyikan. “Kamu tidak tahu atau kamu pura-pura tidak tahu?”Lucas menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata, “Aku benar-benar tidak tahu, Angeline. Apa yang kamu pikir aku sembunyikan?”Angeline menutup mata sesaat. Napasnya masuk pelan, lalu keluar dengan ledakan frustrasi.“Kupikir aku sudah cukup pintar membaca orang, Lucas. Tapi ternyata aku salah besar. Aku pikir … menikah denganmu adalah langkah tepat. Tapi mungkin itu keputusan paling bodoh dalam hidupku,” kata Angeline tanpa melihat mata Lucas.Kata-kata itu mengguncang Lucas. Tapi dia tidak membalas. Tidak membela di