Suara Angeline cukup keras. Lucas begitu khawatir ibunya akan bangun.
Oleh karena itu, Lucas lebih memilih untuk mengenakan pakaiannya secara lengkap dibandingkan harus menjelaskan apa yang baru saja dia lakukan dan kemudian Lucas keluar kamar.
Benar saja, kekhawatirannya menjadi nyata. Ibunya telah berdiri di depan pintu kamar.
Apakah Ibu mendengarnya? Bagaimana jika dia tahu?
“Ibu?” wajah Lucas tampak begitu cemas.
Yang ditakutkan oleh Lucas adalah kesehatan ibunya jika mengetahui yang baru saja dia lakukan terhadap Angeline.
Satu tahun yang lalu, Lucas mendapat kabar jika ibunya mengalami sakit keras.
Oleh karena itu, dia memutuskan untuk melepaskan statusnya sebagai Raja Mafia Ibukota dengan seluruh kemewahan dan harta yang dimiliki demi merawat sang ibu.
“Apa yang terjadi? Kenapa Angeline teriak-teriak? Kenapa kamu keringetan seperti ini? Apa yang baru saja kamu lakukan di dalam kamar Angeline?” tanya Rose, penuh curiga.
Tanpa menunggu jawaban Lucas, Rose berjalan masuk ke dalam kamar.
‘Tamat riwayatku!’ batin Lucas.
“Nona Angeline, ada apa? Kenapa kamu teriak-teriak tadi?” tanya Rose, cemas.
Angeline menatap tajam kedua mata Lucas sebelum menjawab pertanyaan Rose.
“Ah, tidak, Bi. Aku hanya kedinginan. Beruntung Lucas cepat membawakanku selimut.”
Lucas langsung merasa lega saat mendengar jawaban dari Angeline.
“Oh begitu. Bibi kira ada masalah apa. Bibi takut Lucas macam-macam kepada Nona,” kata Rose yang juga tampak lega.
Angeline hanya tersenyum saja.
“Ya sudah kalau begitu, Nona lanjutkan saja kembali tidurnya agar besok sudah pulih,” kata Rose dengan lembut.
Angeline menganggukkan kepalanya.
“Syukurlah kalau begitu,” kata Rose, lega.
Pagi hari
Angeline meminta Lucas untuk tidak masuk kerja agar dapat mengantarnya pulang.
Saat perjalanan pulang, Lucas menganggap harus meluruskan kesalahpahaman yang terjadi semalam, Lucas pun mencoba membahasnya.
“Bu Angeline. Untuk masalah semalam aku minta maaf. Tapi, sejujurnya, aku tidak memiliki pilihan lain. Semua itu —”
“Diam!” potong Angeline. “jangan bahas tentang hal itu. Aku jijik mendengarnya. Setelah ini aku harus mandi susu dengan ditambah anti bakteri dan virus.”
Angeline melihat jam tangan dan waktu menunjukkan jam 10 siang.
“Kita ke toko berlian di jalan V. Ada yang ingin aku beli,” titah Angeline.
“Baik Bu.” Lucas segera menuju ke tempat yang diperintahkan.
Kini mereka telah sampai. Lucas memarkirkan mobilnya di tepi jalan, tepat di depan toko berlian.
Saat keluar mobil, Lucas melihat ke seberang jalan yang mana terdapat sebuah toko barang antik. Dia tertarik untuk masuk ke toko itu.
“Selamat datang! Silakan masuk!” ucap seorang petugas keamanan toko berlian.
Angeline menganggukkan kepalanya dan berjalan masuk.
Namun saat Lucas akan menyusul, dia dicegah oleh petugas keamanan.
“Kamu tidak boleh masuk!” seru petugas keamanan itu.
Lucas mengerutkan keningnya seraya berkata, “Aku datang bersama Bu Angeline. Kenapa aku tidak boleh masuk?”
“Sopir hanya boleh menunggu di depan. Yang boleh masuk hanyalah majikan dan orang-orang yang punya uang. Orang miskin sepertimu, tidak bisa masuk ke dalam!” ucap pria berkepala plontos dengan suara yang tegas.
Lucas menyeringai. Lalu dia berkata, “Kamu saja cuma satpam, berani ngatain seseorang miskin. Apakah kamu tidak punya kaca?”
Angeline mendengar keributan di luar toko dan memilih keluar lagi untuk mengecek apa yang terjadi.
“Sialan! Kamu ngatain aku?” petugas keamanan itu murka.
Lucas mengangkat kedua bahunya.
“Apa yang terjadi? Kenapa kalian bertengkar?” tanya Angeline.
Petugas keamanan mencoba menahan diri. Dia tidak boleh lepas kontrol saat ada pelanggan. Jika tidak, pekerjaannya akan menjadi taruhan.
“Maaf, Nyonya. Aku hanya meminta sopir Anda untuk menunggu di sini tapi dia malah marah-marah,” kata petugas keamanan itu, mencoba memutar balikkan fakta.
Angeline menarik napas dalam-dalam sambil menatap Lucas.
“Jangan buat masalah! Tunggu saja di sini!”
“Ya, baiklah.”
Angeline kembali masuk ke dalam toko berlian.
Petugas keamanan tertawa.
“Ya, baiklah. Hahaha …”
Lucas tersinggung dengan tawa petugas keamanan yang meledeknya itu.
“Kenapa kamu tertawa?” tanya Lucas.
“Aku sudah mengatakannya, jangan masuk. Sekarang kamu juga kena omel majikanmu. Bagaimana kalau gajimu dipotong nanti? Tambah sengsara hidupmu hahaha… ” kata satpam itu.
“Hentikan tawamu itu atau aku akan merobek mulutmu!” seru Lucas dengan sangat serius.
Sang petugas keamanan itu tidak menyangka kalau Lucas berani mengancamnya dengan kasar.
“Kamu berani denganku? Sini maju kalau kamu bisa merobek mulutku,” kata satpam itu, menantang balik.
Lucas mencoba mengatur emosinya. Dia harus menahan diri agar tidak menimbulkan banyak perhatian.
Sebenarnya, melawan seribu petugas keamanan pun sangat mudah, apalagi hanya satu.
Oleh karena itu, Lucas pun memilih menghindar.
“Aku sedang berbaik hati sekarang, jadi kembali saja ke tempatmu,” kata Lucas sambil membalikkan badan.
Lucas memilih untuk pergi ke toko barang antik sambil menunggu Angeline selesai memilih perhiasan.
Namun petugas keamanan tidak membiarkan Lucas pergi. Sebab menurutnya, urusan dia dengan Lucas belum selesai.
“Kamu mau kabur, ya? Kalau tidak punya nyali, tidak usah menantangku,” kata petugas keamanan, meremehkan.
Karena Lucas tampak tidak peduli, membuat petugas keamanan itu tambah kesal. Dia pun mengejar Lucas dan kemudian menarik bahunya.
Namun sedetik kemudian, malah petugas keamanan itu yang terbanting dengan sangat keras hingga membuat tulang punggungnya patah.
“Aku sudah bilang, pergi saja ke tempatmu tapi malah ngeyel,” kata Lucas sambil menatap petugas keamanan yang sedang menangis kesakitan.
Lucas kembali berjalan ke toko barang antik. Tetapi, saat dia sedang menyebrang jalan, melaju mobil SUV dengan cepat dan menabraknya.
Dari balik reruntuhan dinding gudang, di kegelapan yang tersisa, sepasang mata yang memancarkan aura dingin dan menusuk mengamati setiap gerakan Lucas. Itu adalah Grandmaster Xena.Dia merasakan dengan jelas bentrokan energi yang baru saja terjadi, kekuatan dahsyat yang dilepaskan oleh Lucas dalam bentuk Pralaya Bhuminya. Ada keraguan yang mulai menggerogoti hatinya.Mungkinkah Lucas benar-benar melampaui perkiraannya?Saat Lucas menghancurkan Dario dengan energi yang begitu dahsyat, Xena merasakan getaran kekuatan yang bahkan membuatnya sedikit gentar. Dia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu yang terdekat dengan level immortal, merasakan ancaman yang nyata dari pemuda di depannya.Pertarungan barusan bukanlah pertarungan biasa. Itu adalah pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia normal. Instingnya sebagai seorang petarung berpengalaman mengatakan bahwa konfrontasi langsung dengan pria itu saat ini akan menjadi pertaruhan yang sangat besar.Tanpa mengucapkan sepatah k
Lucas membeku. Suara itu. Senyum itu.“Dario…” gumamnya pelan. “untuk apa kau datang?”“Aku hanya ingin bertemu denganmu dan menunjukan jika aku masih hidup dan telah berkembang,,” Dario melangkah masuk. Udara di sekelilingnya bergetar halus, lalu terdengar crack! Petir kecil menyambar di udara, menyatu dengan aura biru keperakan yang mulai mengelilingi tubuhnya.Lucas mengepalkan tinjunya. Chakra Bhuminya masih aktif, tapi tak stabil. Pertarungan barusan telah menguras terlalu banyak.“Jadi, kau ke sini untuk bertarung denganmu?” tanya Lucas dingin.Dario tertawa. “Untuk mengakhiri ini, tentu saja. Lynch hanya pembuka jalan. Kau target sesungguhnya. Selama kau hidup, dendam ini akan selalu bersemayam di dadaku.”Petir membungkus tangan Dario seperti cambuk-cambuk tipis. Udaranya kini berbau logam.Julian maju satu langkah. “Dario, cukup. Masalah lalu, biarkan berlalu.”“Ciih! Tidak mungkin bisa!” ucap Dario. “apa yang sudah kamu lakukan padaku, harus mendapatkan balasannya.”Ketua Lu
Darah menetes dari sudut bibir Lynch, tapi matanya menyala ganas.“Cukup main-mainnya,” desis Lynch. Kemudian dia merentangkan kedua lengannya.Angin di dalam gudang berubah.Aura hitam pekat mulai merambat dari tubuhnya, seperti kabut iblis yang merayap naik dari tanah neraka. Suara-suara aneh berbisik di udara, seperti ratapan roh-roh terperangkap.Julian mundur dua langkah. “Itu … teknik Ilmu Hitam Timur Tengah,” gumam Lucas, matanya menyipit. “kau sudah menjual jiwamu, Lynch.”Lynch tersenyum bengis. “Dan kau belum tahu harga yang harus kau bayar karena telah membangkitkan modeku ini.”Tubuh Lynch berubah. Otot-ototnya mengembang, urat-urat mencuat seperti akar pohon. Mata kirinya memucat, dan dari punggungnya, sepasang tonjolan keras muncul, bukan sayap, tapi seolah tulang yang mencuat liar.“The Obsidian Blade!” Julian berteriak. “kau harus pergi! Ini bukan pertarungan yang adil!”Emilio mengerutkan keningnya. Dia mendengar dengan jelas kali ini, Julian memanggil Lucas dengan pa
Dua pria itu berlutut dengan tangan terangkat, wajah mereka penuh debu dan darah. "Ampun... kami menyerah..." salah satu dari mereka terisak.Kai melangkah perlahan ke arah mereka. Napasnya sudah mulai teratur kembali. Wajahnya tetap dingin, tapi tangan kanannya masih mengepal.Dia menatap keduanya. Remuk, lemah, nyaris tak mampu berdiri. Mereka memang tak lagi mengancam.Kai mendesah. "Pergilah... sebelum aku berubah pikiran."Keduanya segera bergerak, namun sebelum sempat bangkit sepenuhnya—Doooor! Doooor!Dua peluru menembus kepala mereka. Darah memercik ke tanah.Kai terkejut. Ia menoleh cepat. Seorang pria berpakaian gelap, salah satu dari anggota Veleno, menurunkan senjatanya."Apa yang kamu lakukan?!" bentak Kai.Pria itu melirik dingin. "Orang-orang seperti mereka tidak pantas diberi pengampunan."Kai mengepalkan rahangnya. "Tapi mereka sudah menyerah. Kita tidak —”"Tidak tega? Kalau hatimu lemah, jangan masuk ke dalam lingkaran ini," katanya memotong, lalu berjalan pergi ta
Ketua kelompok musuh, sedikit tegang. Sebab peluru mereka sudah menipis.Mereka menganggap remeh karena tidak membawa peluru yang banyak. Mereka pikir pasukan Lucas tidak akan kuat dan banyak.Minimnya informasi membuat mereka menjadi salah mengambil keputusan “Bagaimana ini bos?” tanya pria gempal.“Jika sudah habis, kita serang dengan tangan kosong. Kita tidak bisa kembali!” ucap ketua kelompok.“Baik!”Teriakan nyaring terdengar dari sisi timur rumah.“Raaaghh!”Salah satu musuh menerobos pagar dengan brutal, melempar granat asap ke tengah halaman. Asap pekat menyebar cepat, menutupi pandangan. Kai menyipitkan mata. Ia tahu itu bukan untuk membunuh. Tapi untuk menculik.Mereka mengincar satu target.Angeline.Kai mengangkat tangan, memberi sinyal. Tiga anak buahnya langsung bergerak membentuk formasi segitiga, melindungi pintu depan.Namun dari balik asap, dua sosok melompat keluar dengan kecepatan kilat. Hitam, gesit, dan mematikan.“Dua orang ke kanan!” seru salah satu penjaga.
Dua puluh orang diperintahkan oleh Jukain untuk tetap tinggal, bersiaga di perimeter rumah Angeline. Sedangkan sekitar 15 orang dikerahkan untuk mencari keberadaan mertuanya Lucas, termasuk Julian.."Jangan tinggalkan rumah ini tanpa pengawalan," pesan terakhir Julian pada semua orang sebelum berangkat.Lalu ia mendekati seorang pria muda berseragam hitam yang berdiri paling belakang.“Kai,” ucap Julian singkat.Kai berdiri tegak. Usianya belum lewat dua puluh lima. Wajahnya bersih, bahkan terlalu bersih untuk lingkungan seperti ini. Tapi tatapannya tenang. Tak ada keraguan."Mulai sekarang, kamu yang memimpin di sini."Beberapa pasang mata sempat berpaling. Mereka tahu, Kai bukan orang lama. Bahkan baru dua minggu bergabung. Tapi tidak satu pun dari mereka memprotes.Kalau Julian sudah menunjuk seseorang, maka orang itu pasti punya alasan.Kai hanya mengangguk. "Siap."Julian menepuk bahunya sekali, lalu pergi.Setelah itu, Julian dsn pasukan mulai bergerak untuk mengejar kelompok ya