Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
"Bisakah saya bicara dengan ke dua orang tua Zaara Nadira?” tanya sang dokter mata seraya menatap lelaki berjambang tipis mirip aktor Turki Emre Kivilcim di hadapannya. Lelaki itu diperkirakan seumurannya, hanya saja dia bertubuh atletis di usianya yang tak lagi muda. Dia pandai merawat tubuhnya dengan gym. “Maaf, Dokter, ke dua orang tua Zaara telah meninggal setahun lalu karena Covid. Saya sekarang walinya, pamannya, Alfian,” ucap pria paruh baya itu sembari mengulurkan tangannya pada dokter itu. Dengan senang hati dokter itu menyambut uluran tangannya. “Baiklah, kita bicara di ruangan saya sebentar Pak Alfian!” Dokter mata itu merangkul pundak Alfian untuk ikut masuk ke dalam ruangannya yang bercat putih pasi. Alfian terlihat begitu cemas mendengar ucapan dokter yang terdengar serius. Dokter itu pasti akan menceritakan kondisi kesehatan mata keponakannya. Pintu ruangan terkuak lebar dan terlihat ruangan dokter itu yang begitu rapi dan bersih. Tercium pula pengharum ruangan ber
“Sabar ya Mbak Zaara, nanti Mbak Zaara sembuh kok asalkan menjalani pengobatan rutin. Saat ini Mbak Zaara butuh beradaptasi, menajamkan indera yang lain untuk membantu beraktifitas,” nasehat seorang perawat berusaha menenangkan Zaara yang terlihat putus asa.Seandainya dioperasi sekalipun beresiko. Kecuali jika pengobatan di luar negeri yang lebih canggih mungkin itu bisa jadi pilihan lain. Namun biaya operasi tidaklah murah. Hal yang musykil terjadi pada Zaara mengingat kondisi finansial pamannya yang buruk sebab perusahaannya gulung tikar akibat dampak pandemi. Hiks … hiks … hiks … Zaara menangis perih mengetahui keadaaan matanya yang tak bisa melihat. “Zaara, kamu harus tetap semangat untuk sembuh. Nanti kamu bisa menjalani pengobatan. Jika kamu semangat, maka kamu bisa pulih meskipun saya tidak bisa memastikan berapa lama,” papar dokter Yoga, dokter mata yang menangani Zaara berusaha menenangkannya. “Dokter bohong!” pekik Zaara yang memang benar adanya. Dokter hanya ingin memo
“Zaara … ini tak seperti apa yang kamu lihat,” seru Ray panik. Dia langsung mendorong gadis itu hingga terjatuh karena reflek dan langsung menyambar celana boxer untuk segera dipakai olehnya. Rupanya Zaara memergoki Ray yang tengah bercinta dengan sekretaris pribadinya. Ray merasa heran kenapa pandangan Zaara tak fokus padanya. Lalu mengapa Zaara membawa tongkat?“Ray, kamu jahat banget. Brengsek kamu Ray! Siapa gadis yang sekarang bersamamu?” cecar Zaara pada Ray yang masih kaget atas kedatangannya.“Ray, aku ke sini hanya ingin mengadu padamu kalau aku sekarang buta Ray. Aku kecelakaan. Tapi apa yang aku temukan saat ini Ray. Kamu jahat sekali …” Zaara melepas tongkatnya lalu berjalan ke arah Ray dan memukul-mukul dada bidang Ray. “Zaara … apa kamu bisa melihatku?” Ray mencoba mengetes Zaara dengan melambaikan tangannya ke depan wajahnya. Lalu seringai tipis mencuat di wajahnya. “Kamu hanya mendengar film dewasa barusan Zaara. Kamu bahkan tidak melihat apa yang aku kerjakan sa
Tanpa ragu Zaara meloncat dari jembatan itu tetapi seseorang menahannya, berusaha menyelamatkannya. Hap! Sepasang tangan kekar menahannya. “Jangan! Aku ingin mati saja,” pekik Zaara dalam isak yang begitu keras. Namun kerasnya suara isak tangis tentu tak terdengar karena hujan begitu lebat. Air matanya meruah, mengaliri pipinya menyatu dengan tetesan hujan. Lelaki itu tidak berbicara satu patah kata pun. Dia menarik Zaara ke atas. Karena kedinginan Zaara Nadira pingsan. Lelaki tua itu membawanya ke rumah. Di sana lah awal mula kehidupan Zaara pasca mengalami kebutaan. ****Setahun kemudian ***** “Di mana Ibu?” tanya Zaara dengan menyunggingkan senyum hangatnya yang sempat terkubur lama. “Ibu sedang memasak bubur,” jawab lelaki tua bersurai keperak-perakan. Dia meraih gagang cangkir untuk meneguk teh tawar yang baru dibuat sang istri. “Bapak, aku sudah tahu, aku bisa menghirup aroma bubur dari sini. Aku bisa menajamkan indera penciuman dan pendengaranku sekarang,” sahut Z
Dengan berjalan sedikit tersaruk-saruk Zaara mencari sumber suara seorang lelaki yang tengah meringis kesakitan. “Aa … tolong!” serunya lagi. Dia merintih kesakitan. Saking kesakitan dan mengeluarkan banyak darah dia mengalami pusing luar biasa sehingga membuat netranya kabur, tak bisa melihat jelas penampakkan Zaara yang berjalan ke arahnya. Dengan nafas yang tersengal-sengal dia memilih menunduk untuk menghindari banyak pergerakan. Sepertinya ujung pisau itu masih menancap di bagian entah mana perutnya. Atau mungkin pisau itu kotor saat melukai perutnya hingga menyebabkannya infeksi dan pendarahan. Zaara menurunkan bobot tubuhnya, setengah berjongkok sebab merasa ada orang yang terluka dan membutuhkan pertolongannya di bawah, di jalan yang dia lewati. Tepat ujung kakinya yang tertutup pump shoes menyentuh kakinya yang setengah ditekuk. “Apa kamu terluka?” tanya Zaara dengan suara yang terpantul merdu. Merdu yang tak dibuat-buat sebab suaranya terlahir begitu. Lelaki itu terseny
Perlahan secercah cahaya tampak berpendar melalui retina matanya. Entah mengapa hanya sekedar membuka mata dia seolah mengeluarkan energi besar. Alasannya karena pengaruh obat bius seusai operasi. Lampu LED dengan intensitas rendah masih saja tampak menyilaukan sehingga membuat matanya kembali ingin tenggelam sebelum suara dengungan dari wanita yang duduk di sampingnya terdengar. Lelaki itu berpura-pura tidur kembali, tak sudi mendengar ceramah ibunya saat itu. Apalagi dalam kondisi tubuhnya yang remuk redam dan perut terasa dililit ular piton. “Bangun! Pura-pura tidur!” cibir sang ibu bahkan tanpa menatap lawan bicaranya. Dia seolah memiliki indera keenam untuk mengetahui gelagat anaknya yang menyebalkan. Dia tengah melakukan video call dengan teman sosialitanya. “Di mana gadis itu Mom?”Lelaki itu berusaha bangun dan duduk dengan kasar. “Haikal, diam dulu! Jangan banyak gerak, kamu baru habis dioperasi.”Ibunya berkomentar dan langsung membantunya kembali tidur.“Mom, mana gadis