Karir Zaara Nadira sebagai pelukis muda berbakat seketika hancur. Dia mengalami depresi setelah divonis buta karena tabrak lari. Tak hanya itu, Zaara juga diselingkuhi tunangannya. Untuk memutuskan penderitaannya, Zaara akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup. Namun, semua itu tak berhasil karena seorang pria tua berhasil menyelamatkan Zaara dan membuatnya bangkit. Setahun kemudian, Zaara yang sedang pulang dari kajian, menemukan Haikal yang bersimbah luka. Dia pun menolongnya. Zaara--yang tidak tahu bahwa Haikal yang menyebabkan Zaara buta--justru semakin hari, semakin dekat dengan Haikal. Bagaimana hubungan mereka setelah Zaara tahu jika pemuda yang dia cintai adalah orang yang menyebabkannya buta? Akankah Zaara memaafkannya atau kisah itu harus berakhir begitu saja?
View More"Bisakah saya bicara dengan ke dua orang tua Zaara Nadira?” tanya sang dokter mata seraya menatap lelaki berjambang tipis mirip aktor Turki Emre Kivilcim di hadapannya. Lelaki itu diperkirakan seumurannya, hanya saja dia bertubuh atletis di usianya yang tak lagi muda. Dia pandai merawat tubuhnya dengan gym.
“Maaf, Dokter, ke dua orang tua Zaara telah meninggal setahun lalu karena Covid. Saya sekarang walinya, pamannya, Alfian,” ucap pria paruh baya itu sembari mengulurkan tangannya pada dokter itu. Dengan senang hati dokter itu menyambut uluran tangannya.
“Baiklah, kita bicara di ruangan saya sebentar Pak Alfian!”
Dokter mata itu merangkul pundak Alfian untuk ikut masuk ke dalam ruangannya yang bercat putih pasi.
Alfian terlihat begitu cemas mendengar ucapan dokter yang terdengar serius. Dokter itu pasti akan menceritakan kondisi kesehatan mata keponakannya.
Pintu ruangan terkuak lebar dan terlihat ruangan dokter itu yang begitu rapi dan bersih. Tercium pula pengharum ruangan beraroma lavender. Mereka berdua berjalan masuk ke dalamnya dengan langkah gontai.
Dokter itu pun mengenyahkan bokongnya di atas kursi ergonomis kebesarannya sedangkan Alfian duduk di kursi plastik berseberangan dengannya terhalang meja persegi panjang dengan perasaan tak karuan. Dia merasa seperti disidang oleh dosen penguji yang meminta pertanggungjawaban soal hasil skripsi yang disusunnya. Tak terasa peluh mengucur di pelipisnya, menetes melewati alisnya yang tebal hitam mirip ulat bulu.
Bukan tanpa alasan Alfian begitu tegang, secara tak sengaja dia menangkap perbincangan yang terjadi di antara para perawat yang hilir mudik keluar masuk ruangan di mana Zaara dirawat. Dia sudah mengetahui kondisi terburuk yang menimpa keponakannya, hanya tinggal menunggu validasi dari sang dokter.
“Pak Alfian, ini bukan berita yang baik tapi sebagai seorang dokter saya harus mengabari apapun kondisi baik ataupun buruk mengenai kesehatan pasien. Keponakan Anda, Zaara mengalami kebutaan akibat terkena benturan yang cukup keras yang menyebabkan saraf matanya rusak,” papar dokter mata dengan serius dan berhasil membuat Alfian seperti tersambar petir.
“Ap-pa Dokter?”
Tenggorokan Alfian terasa tercekat sehingga membuatnya menelan saliva susah payah. Tak percaya dengan apa yang dokter itu sampaikan. Dia sangat terkejut mendengar kabar itu.
Bagaimana bisa Zaara mengalami kebutaan hanya karena terbentur sedangkan dia tak mengalami luka serius di tubuhnya?
Alfian menggelengkan kepalanya. “Mana mungkin, Dok!”
Tubuh Alfian seketika menunduk lesu bagai bunga yang layu dengan mata yang berkaca-kaca. Seketika bayangan melintas bak kereta monorel, persis beberapa hari yang lalu dia membantu mengemas lukisan mahakarya Zaara untuk dipamerkan esok hari. Lukisannya akan bersanding dengan lukisan para seniman muda ternama seperti Robby Dwi Antono, Naufal Absar, Sinta Tantra dan masih banyak pelukis muda berbakat lainnya.
Andai malam tadi dia tidak mengijinkan Zaara pergi ke Pub menghadiri acara ulang tahun temannya. Mungkin kecelakaan tragis tersebut tidak akan terjadi. Sebuah motor gede melintas dan menabrak Zaara. Kepala Zaara terbentur pada bahu jalan beberapa kali. Sayang, pelaku melarikan diri dan tidak bertanggungjawab. Zaara ditemukan tergolek di aspal sendirian oleh seorang buruh pabrik yang baru pulang kerja.
“Ini faktanya Pak Alfian, sepertinya beberapa kali Zaara mengalami benturan pada matanya. Saraf mata Zaara mengalami kerusakan dan …” ucapnya mengambil jeda.
Dokter juga manusia seringkali mengalami dilema ketika harus dipaksa untuk menceritakan kondisi kesehatan pasiennya yang buruk. Dia mencoba memahami perasaan Alfian.
“Dan apa Dok? Apakah bisa diobati misal dengan operasi?” tanya Alfian dengan penuh harap.
“Um, akan sangat beresiko Pak Alfian. Ini bukan kornea mata yang bisa didonor dengan transplantasi kornea mata tetapi ini berkaitan dengan saraf. Pengobatan bisa dengan operasi tetapi kami tidak bisa menjamin akan sembuh seratus persen dan hal itu tentu sangat berisiko buat Zaara. Rumah sakit kami tak mampu dan menjamin kesembuhan Zaara,” papar dokter itu dengan terus terang. Dia tak ingin memberikan harapan palsu hanya demi menyenangkan hati keluarga pasien.
Setelah mendengar penuturan dokter mata yang menangani Zaara, Alfian terbengong lama di depan ruangan di mana Zaara dirawat. Dia duduk dengan menangkup ke dua tangannya ke wajahnya dengan pundak yang berguncang akibat tangis yang tak mampu dia bendung.
Dia bingung bagaimana nanti melihat reaksi Zaara setelah sadar karena dia tak bisa melihat. Zaara akan sangat terpukul karena dia seorang pelukis. Bagaimana bisa dia meneruskan karirnya dalam dunia lukis sementara dia buta. Mata adalah cara dia melihat sebuah objek lukis. Dan, besok adalah pameran perdana Zaara sebagai pelukis muda berbakat di Jakarta.
“Bagaimana kondisi Zaara Pa?” tanya sang istri dengan khawatir. Dia pun turut duduk di samping suaminya, memberinya dukungan moril.
“Ma, Zaara divonis buta oleh dokter,” ucap Alfian bernada lemah. Seolah harapannya ikut pupus melihat penderitaan keponakan yang sudah dia anggap seperti putri sendiri.
“Astaga, Pa! Biaya operasi mata pasti mahal. Mama tidak sanggup, Pa. Papa sudah mending tidak usah sok-sokan jadi walinya Zaara. Kita mana mungkin bisa membiayai pengobatannya. Bukankah kakeknya Zaara orang kaya? Kenapa tidak kirim Zaara ke mereka?” tukas sang istri ternyata di luar dugaannya. Alfian tak mengira jika istrinya mempemasalahkan soal biaya pengobatan bukan mengkhawatirkan kondisi kesehatan fisik dan psikis Zaara.
“Astagfirulloh, Ma. Kok kepikiran kayak gitu sih! Zaara anak kakak Papa, berarti sudah seperti Evelyn putri kita. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain kita,”
“Tidak! Mama akan pergi dari rumah kalau Papa masih mau ngurus Zaara yang buta. Zaara nambah beban hidup kita,”
“Ma …”
Eva pergi meninggalkan sang suami karena kesal. Dia mengentakkan kakinya dan menepis cengkraman Alfian yang berusaha membujuknya.
Alfian semakin tertekan melihat kondisi Zaara dan Eva. Zaara keponakannya dan Eva istrinya. Dia dilanda bingung jika harus membuat sebuah pilihan di antara mereka. Mereka bukanlah benda yang bisa dipilih dan dibuang sesuka hati. Mereka adalah bagian dari dirinya.
Tak mungkin Zaara dikirim ke keluarga ayahnya yang notabenenya sudah tidak menganggap Zaara sebagai bagian dari keluarga Hantoro. Ibunya Zaara menikah dengan ayahnya Zaara yang berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya Zaara dikeluarkan dari kartu keluarga karena menikahi ibunya Zaara yang seorang gadis biasa, seorang seniman jalanan.
***
Di dalam ruangan, Zaara baru sadar dari siumannya. Dia kaget bukan main karena saat dia berusaha membelalakkan ke dua bola matanya, pandangannya menjadi gelap. Tak ada setapis noktah sekalipun yang memendarkan cahaya.
Benar-benar gelap. Seolah Zaara memasuki dimensi kematian. Apakah dia mengalami kematian yang teramat buruk sehingga dia kini berada di dalam tempat yang gelap dan kelam?
“Kenapa gelap Sus?” tanya Zaara dengan suara yang bergetar dan bibir merah delima yang berkerut. Zaara terlihat frustrasi. Dia berusaha memejamkan matanya lalu membelalakannya lagi. Nihil, pandangannya tetap gelap gulita.
“Mbak Zaara …” ucap perawat ingin menjelaskan.
“Gelap … aku tak bisa melihat Sus,” pekik Zaara merasa panik.
Zaara mencoba meraba-raba dengan isak tangis. Perawat yang melihatnya merasa iba. Sebab dia hanya bisa meraba angin.
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
“Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem
“Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek
Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon
Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments