Share

bab 7. Gombalan

PEJUANG GARIS DUA YANG DIKHIANATI

POV Seina

Aku membantu mas Dimas untuk bisa berdiri. Kakinya mungkin masih sakit meski telah aku coba untuk mengurutnya.

"Gimana mas, kamu kuat nggak berdirinya?" aku mencoba untuk mengangkat mas Dimas.

" Hhhmm, aku coba dulu ya Sein mudah-mudahan bisa" mas Dimas mencoba bangkit dari lantai dan aku ikut untuk mengangkatnya.

"Bisa nih Luna, meski dengan bantuan dari kamu juga, hehe" aku mencubit pinggang mas Dimas karena kesal kepadanya yang meski dalam situasi terjepit seperti ini masih bisa bercanda.

"Aduh, aduh, ini baru beneran sakit, mas jadi semakin nggak kuat sekarang"

"Nggak kuat apa maksud mas?" aku balik bertanya dengan pernyataan mas Dimas tadi.

"Makin nggak kuat kalau mas nggak godain kamu" kemudian mas Dimas tertawa cengengesan didepanku yang sukses membuat pipiku seperti kepiting rebus saat ini.

"Udah ah mas, becanda mulu dari tadi, kapan mau jalannya nih?" aku mulai berdecak kesal dengan jurus gombalan dari Dimas yang selalu membuat pipiku merah seperti tomat matang.

"Mas mau aku cubit lagi?", imbuhku lagi.

"Ampun Sein, cubitan kamu sakit banget. Oke sekarang kita jalan ya" Mas Dimas mencoba berjalan dengan tangannya yang bergantung kebahuku.

Aku mencoba membantu mas Dimas untuk bisa berjalan selangkah demi selangkah meski badannya sangat berat aku rasa.

"Pelan-pelan dong Sein jalannya, kaki mas nggak kuat nih ngikut kamunya" kata mas Dimas.

"Ya udah, kita berhenti dulu disini, mumpung ada kursi" aku mendekatkan kursi itu kepada mas Dimas supaya dia bisa secepatnya bisa berhenti sejenak dari rasa sakitnya.

"Oke, kita berhenti disini dulu. Sepertinya pintu gudang ini masih jauh didepan. Mas udah merasa sakit banget!"

Aku yang mendengar perkataan mas Dimas merasa kasian juga kepadanya pasalnya dia harus merasakan sakit kayak gini karena demi menyelamatkanku. Aku pun berinisiatif untuk memanggil satpam gudang itu untuk membantu mas Dimas segera keluar dari sini.

"Aku panggilin satpam gudang ya mas biar bisa bantu kamu keluar cepet dari sini" Aku hendak berjalan pergi, namun tangan mas Dimas menghalangi langkahku kali ini.

"Nggak usah Sein, mas bisa kok tenang aja. Kamu nggak usah merasa khawatir kayak gitu. Mas ini kan laki-laki kan harus kuat".

Aku semakin merasa bersalah kepada mas Dimas. "Apa aku terima aja ya ajakan mas Dimas untuk makan siang bareng?" bisikku dalam hati.

Aku melihat sosok mas Dimas kali ini sangat berbeda dengan sosok yang kukira selama ini. selama ini aku beranggapan kalau mas Dimax adalah orang cuek dan juga sombong. Namun kali ini aku melihat wajah yang berbeda dari biasanya.

Mas Dimas begitu baik menolongku, ia juga orang yang humbel dan suka bercanda terutama untuk menggombal kepadaku.

"Apa aku sudah menaruh rasa suka kepada mas Dimas?" aku segera membuang jauh-jauh pemikiran itu.

Lagian aku juga tidak mau dibilang kege-eran lagi olehnya. Apalagi orang setampan dan sekaya mas Dimas mana mau sama aku yang orang biasa. Kelas kami begitu berbeda jauh.

****

Lain hal pemikiran Seina lain juga dengan pemikiran Dimas terhadap Seina. Dimas menaruh rasa kekaguman sendiri kepada Seina. Seina yang cantik, sederhana dan juga pekerja keras. Diusianya yang masih terbilang muda sudah dipercaya oleh bosnya menjadi seorang manager sungguh pencapaian yang luar biasa menurut Dimas.

****

"Kita jalan sekarang Seina, nanti keburu habis jam makan siang" suara Dimas menghentikan lamunan Seina.

"Baik mas" ucap Seina.

Setelah berjalan beberapa menit kami akhirnya sampai digerbang itu dan disambut oleh satpam gudang bernama Tono.

"Pak Dimas kakinya kenapa?, biar saya bantu mas" pak Toni hendak meraih rangkulan Dimas yang semula berada dipundak Seina.

"Nggak usah" Dimas memarahi Tono seolah ia tidak membutuhkan bantuan dari Tono.

"Kamu tidak lihat saya sudah dibantu sama siapa!, jadi jangan ganggu!" Dima sekali lagi menghardik Tono dihadapan Seina.

"Ma-af pak, kalau gitu saya permisi" Tono lalu melimpir menghindari kami berdua.

"Sepertinya Dimas telah kembali kestelan pabrik nih" batinku yang kesal juga akibat sifatnya kepada Tono tadi yang niatnya baik untuk membantu mas Dimas, namun mas Dimas malah menghardiknya sehingga membuat Tono lari ketakutan.

Aku juga tidak mau menghakimi mas Dimas sekarang dengan kata-katanya tadi kepada Tono, toh dia melakukan itu untuk menjaga wibawanya kepada bawahan sehingga bawahannya akan memiliki sifat patuh dan tunduk kepadanya.

"Kita lanjut lagi jalannya mas" aku sengaja mengalihkan perhatian mas Dimas lagi agar ia tidak lagi fokus kepada satpam gudang tadi.

"Oke" Dimas hanya menjawab dengan satu kata itu.

****

Kami hampir sampai kedepan ruangan mas Dimas. kulihat ada Celine disitu yang sedang mondar-mondir dari tadi sepertinya. seketika ia menoleh dan melihat kepadaku yang sedang membopong mas Dimas.

Celine menunjukkan muka masamnya kepadaku. Aku juga tidak begitu menghiraukan Celine.

"Mas Dimas kamu kenapa?, sontak saja Celine lansung mengambil rangkulan mas Dimas dibahuku dan segera membopong mas Dimas. Dia dengan sat set bisa menggantikan posisiku begitu saja.

Dimas juga sepertinya tidak memarahi Celine seperti ia memarahi satpam tadi.

"Apa mereka sudah mempunyai hubungan?" pemikiran itu lansung saja hinggap dibenakku. Ingin sekali aku rasanya bertanya kepada Celine.

Namun seketika egoku menahannya.

"Untuk apa aku ikut campur terlalu dalam?" toh mas Dimas juga bukan siapa-siapa bagiku sekarang.

Celine memberikan tatapan elangnya kepadaku. Seolah ia mengetahui dengan jelas akulah penyebab bosnya itu kecelakaan seperti ini.

"Kamu kenapa sampai kayak gini sih mas?, memangnya apa yang sebenarnya terjadi?" Celine melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi kepada Dimas namun tak satupun di tanggapi oleh Dimas.

"Seina, sini" panggilan dari Dimas sontak mengagetkanku. pasalnya yang sedari tadi memberikan perhatian kepadanya adalah Celine. Tapi kenapa aku yang dipanggil olehnya?" aku terus saja bertanya-tanya dalam hatiku.

"Apa sekarang aku boleh untuk merasa ge-er untuk sejenak saja" batinku.

"Ya mas, ada apa?" aku segera mendekat kepada mas Dimas.

"Tadi pijatan kamu enak Sein, sepertinya kaki saya sudah agak enakan. Memangnya kamu belajar dari mana?" tanya mas Dimas mengalihkan perhatian Celine kepadanya tadi.

Celine tampak berdecak kesal dengan perkataan Dimas yang sengaja mengacuhkannya didepanku. Celine dulu memang sahabatku. Dia sering meminta bantuan kepadaku dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Aku yang lugu selalu saja mau mengikuti apa saja keinginan Celine kala itu. Namun suatu saat aku menyadari kalau persahabatan Celine denganku hanyalah sebuah kedoknya untuk memanfaatkan ketulusanku sebagai sahabat kepadanya.

Seorang teman memberi tahuku tentang Celine yang suka menghinaku ketika dibelakangku. Aku tidak mudah begitu saja mempercayainya. Namun suatu ketika aku menemukan bukti bahwa apa yang dikatakan oleh Laras itu adalah benar. Aku mendengar sendiri ketika Celine dengan mudahnya mengejekku bersama teman-temannya dibelakangku. Mulai saat itu, aku tak lagi mudah mempercayai orang dengan begitu saja termasuk mulut manis Celine.

"Oh itu mas, Bapakku yang mengajarinya. Bapak suka jadi tukang pijat keliling kalau nggak ada kerjaaan. Lumayan kan mas buat bantu-bantu orang dan juga bantu ekonomi keluarga katanya."

"Oh, begitu. Mas mau dong suatu saat bisa ketemu dengan ayahmu" imbuh mas Dimas.

"Tentu mas, nanti aku kenalin kamu sama Bapakku mas"

Celine sepertinya semakin kebakaran jenggot dengan obrolan ringan kami tadi.

"Apa?, mau ketemu sama ayahnya Seina?. Ini nggak bisa dibiarin, aku harus bisa gercep dari Seina. Bisa-bisa impianku menjadi nyonya bos bisa musnah sudah. Malahan misi gue tadi pagi pake acara digagalin Seina lagi. Padahal tinggal dikit lagi, mas Dimas berada dalam genggamanku" Celine bergidik sendiri dalam hatinya.

" Oh ya mas Dimas, sejak kamu pergi tadi sampai sekarang pak Sentosa belum hadir juga kesini mas. Padahal saya sudah nungguin dari tadi. Menelevon pun juga nggak sama sekali mas." ucap Celine kesal karena dari tadi menunggu tanpa kepastian.

Aku melihat mas Dimas tersenyum kecil namun luput dari pandangan Celine.

"Oh itu, saya lupa ngasih tahu kamu Celine. Pak Sentosa sudah menelevon saya tadi ketika saya masih di gudang, katanya dia lansung terbang ke Singapur pagi tadi ada urusan bisnis lain yang lebih urgent katanya, makanya dia nggak jadi kesini" Dimas masih lanjut part dua untuk membohongi Celine.

"Apa? perasaan dari tadi sejak saya bersama mas Dimas tidak ada yang menelevon ataupun mas Dimas yang telvon ya, apa ini semua cuma akal-akalannya mas Dimas aja biar kita bisa berduaan saja di gudang tanpa harus diganggu oleh orang ketiga yaitu Celine.

"Aaah, mikir apa sih kamu Seina, kamu sadar dong Sein dari mimpimu!, kisah Cinderella itu cuma ada di negeri dongeng bukan di dunia nyata kayak gini". Pekikku dalam hati.

"Oh gitu, kenapa bapak tidak ngabarin saya sih Pak. Sudah tahu gitu tadi saya ikut Bapak aja tadi ke gudang" Celine mengerucutkan bibirnya menunjukkan kekesalannya kepada Dimas.

"Sudahlah Celine jangan meributkan hal yang tidak penting begini. Sekarang kan sudah masuk jam makan siang mending sekarang kamu pergi ke kantin sana" Kata Dimas yang mengusir Celine secara halus.

"Oke mas, saya pergi dulu" Celine pamit pergi kepada Dimas dengan muka masam tanpa melihat kearah Seina.

****

"Gimana Sein actingku tadi kepada Celine?, oke nggak?" Dimas menggerak-gerakkan kedua alisnya.

"Acting?yang bagian mananya sih mas?" aku mencoba berpura-pura tidak mengetahui semua tipu muslihat Dimas kepada Celine tadi.

"Itu yang bagian pak Sentosa yang pake acara ke Singapur? Gimana, bagus nggak?" Dimas kembali menanyaiku mengenai keahliannya membohongi orang yang naik level satu tingkat.

"Jadi itu semua cuma acting kamu mas?"aku lansung memberikan applause kepada Dimas.

"Wah, ternyata bos kita pintar banget berbohong ya" ejekku lagi kepada Dimas.

Akupun tertawa seketika melihat tingkah konyol sekelas bos besar yang ternyata bisa juga bertingkah kekanakan seperti itu.

Mas Dimas juga ikut menertawai dirinya sendiri.

"Udah ah mas, ketawanya. perut aku sakit nih akibat ulah kamu!" sambil memegangi perutku yang mulai kram karena terlalu lama tertawa.

****

Tanpa diketahui oleh Dimas dan Seina Celine dari tadi menguping pembicaraan Seina dan Dimas. dan juga soal Dimas yang berhasil mengelabui Celine.

"Seina, Dimas, tunggu pembalasanku. Seina, kamu pikir kamu bisa selangkah lebih maju dariku, kita lihat saja siapa pemenang dan pemilik hati Dimas sesungguhnya". Celine mengepalkan tinjunya dan melayangkannya ke tembok dekat ia bersembunyi. Meski ayunannya kuat, Celine tidak merasakan kesakitan karena Celine dipenuhi oleh hasrat dan Amarah kepada Seina.

~~~•|•~~~~

💓💓💓

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aad Arief
ujung2 nya berbayar..... najis
goodnovel comment avatar
Aad Arief
Aplikasi novel taik kucing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status