Home / Historical / Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota / Bab 1 Pangeran yang terlupakan.

Share

Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota
Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota
Author: Pita

Bab 1 Pangeran yang terlupakan.

Author: Pita
last update Last Updated: 2025-09-02 20:00:20

Senja menurunkan cahaya keemasan di atas menara istana Aethelgard Silvanus. Dari kejauhan, istana itu tampak anggun dan gagah, namun di dalamnya, tidak semua penghuninya merasakan kehangatan yang sama.

Jagatra Eduardo Batistuta, putra sulung Raja William dan Ratu Elean, berdiri sendirian di balkon kamarnya. Ia adalah pangeran mahkota, tetapi kenyataan yang ia jalani sama sekali tak seindah gelar yang melekat padanya.

Sejak kecil, Jagatra terbiasa diabaikan. Ratu Elean jarang menatap matanya, apalagi menanyakan kabarnya. Sang Raja hanya mengingat keberadaannya ketika ada tamu agung atau saat nama keluarga perlu dijaga. Di sisi lain, saudara-saudaranya tumbuh dalam limpahan kasih sayang, terutama Kaesar Avdar, adik yang selalu dielu-elukan sebagai kebanggaan kerajaan.

Hari itu, pesta istana digelar meriah. Musik, tari, dan gelak tawa memenuhi Balai Agung. Para bangsawan berkerumun di sekitar Kaesar, memuji kecerdasannya, menyanjung keberaniannya, seolah dialah bintang terang kerajaan.

Jagatra ikut hadir, mengenakan pakaian resmi, namun tak seorang pun menyapanya. Bahkan ketika ia melangkah melewati barisan bangsawan, mereka hanya menunduk sekadar formalitas, lalu kembali bercakap seakan dirinya hanyalah bayangan.

Bisikan-bisikan terdengar:

“Dia itu pangeran mahkota?”

“Tak pantas… Kaesar jauh lebih layak.”

Jagatra menelan ludah, berusaha tetap tegak. Matanya sempat bertemu dengan tatapan Kaesar yang melengkung sinis, seolah ingin berkata: “Kau hanya gelar tanpa arti.”

Dan benar saja, saat Raja William berdiri mengangkat gelasnya, ia tak menyebut nama Jagatra sama sekali.

“Untuk putraku, Kaesar Avdar! Masa depan Aethelgard ada di tangannya!”

Sorak sorai menggema, memenuhi ruangan. Nama Kaesar disebut berkali-kali. Nama Jagatra? Tenggelam, tak terdengar.

Di sudut ruangan yang temaram, Jagatra menundukkan kepala. Dadanya terasa sesak, matanya panas, namun ia menahan diri agar tak ada air mata yang jatuh. Ia sadar sepenuhnya bahkan sebagai putra mahkota, dirinya hanyalah pangeran yang terlupakan.

Musik pesta semakin riuh, lantai balai agung bergetar oleh derap kaki para penari. Namun Jagatra tidak lagi bisa menahan rasa sesak di dadanya. Perlahan ia melangkah keluar dari keramaian, menyusuri lorong panjang yang diterangi obor.

Setiap langkah terasa berat. Setiap bisikan yang ia dengar tadi terus menggema di kepalanya.

“Tidak pantas…”

“Kaesar jauh lebih layak…”

Di sebuah sudut sunyi, ia berhenti. Tangannya menekan dinding batu dingin, menahan tubuhnya yang bergetar.

“Aku… putra mahkota. Tapi mengapa semua orang membenciku?” bisiknya lirih, suara nyaris patah.

Dari balik jendela, ia bisa melihat ayahnya tertawa bangga, menepuk bahu Kaesar, sementara ibunya memandang penuh kasih sayang. Tatapan itu… tatapan yang tidak pernah ia dapatkan sejak lahir.

Jagatra mengepalkan tangan.

Ada bara kecil yang tumbuh di hatinya, meski ia sendiri belum menyadarinya. Bara itu akan membesar suatu hari nanti, menjadi api yang membakar siapa pun yang mengkhianatinya.

Malam itu, ia berjalan kembali ke kamarnya. Di sana, sunyi menyambutnya, berbeda dengan pesta yang penuh sorak sorai. Ia menatap langit dari jendela, matanya berkilat samar.

“Jika aku hanyalah pangeran yang terlupakan… maka suatu hari, mereka akan mengingatku. Entah dengan cinta… atau dengan ketakutan.”

Langkah Jagatra terhenti di koridor yang sepi. Dari celah pintu besar balai agung, ia masih bisa mendengar nama Kaesar dielu-elukan, seakan seluruh dunia hanya berputar mengitari adiknya itu.

Dadanya terasa kosong. Ia meraba medali kecil di lehernya satu-satunya peninggalan mendiang kakeknya yang dulu berkata, “Suatu hari, kau akan jadi cahaya kerajaan ini, cucuku.”

Namun malam itu, kata-kata itu terasa jauh, hampir mustahil.

Suara tawa Kaesar terdengar nyaring, menusuk telinganya. Rasa iri dan sakit berbaur menjadi satu. Jagatra menatap ke cermin besar yang tergantung di koridor. Wajah seorang pangeran menatap balik padanya, namun di balik mata itu, ia melihat hanya kesepian yang dalam.

“Apakah aku benar-benar tidak berarti bagi mereka?” gumamnya lirih.

Ia menghela napas panjang, mencoba menelan pahitnya kenyataan. Mungkin saat ini ia hanyalah bayangan yang dilupakan, tapi di dalam hatinya, sebuah janji lahir sebuah janji yang kelak akan mengubah nasibnya dan seluruh Aethelgard.

“Aku akan membuktikan… bahwa seorang pangeran yang terlupakan pun bisa mengguncang tahta.”

Dan malam itu, di balik gemerlap pesta, lahirlah tekad yang diam-diam menyala di dalam dada Jagatra.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 54 Audina terpojok.

    Langit sore mulai memerah ketika Audina menurunkan keranjang bunganya di meja kayu kecil di depan rumahnya. Sejak festival musim panen itu, hidupnya perlahan berubah bukan karena cinta yang ia rasakan, tapi karena mata-mata yang kini mulai mengintai.Ia tahu ada sesuatu yang salah.Beberapa kali ia melihat orang berpakaian istana mondar-mandir di jalan sempit dekat rumahnya. Mereka berpura-pura membeli bunga, tapi tatapan mereka terlalu tajam, terlalu penuh maksud.“Jagat…” gumam Audina sambil menatap langit yang mulai berwarna ungu. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi di istana?”Di sisi lain, di dalam istana megah yang tampak tenang dari luar, kabar tentang gadis bunga rakyat jelata sudah menjadi bahan bisik-bisik para pelayan.Setiap langkah Audina kini seolah menjadi bahan cerita.Dan yang paling sering mendengarnya adalah Putri Ellisha.“Gadis itu…” ucap Ellisha pelan, menatap secarik surat di tangannya. “Menarik perhatian seorang pangeran hanya dengan bunga. Luar biasa.”Ratu El

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 53 Elisha mendekat.

    Pagi itu, istana tampak tenang dari luar, tapi di balik dinding-dinding marmernya, suasana mulai memanas. Desas-desus tentang Pangeran Jagatra yang diam-diam menemui seorang gadis rakyat sudah menyebar seperti api di ladang kering.Setiap langkah yang diambilnya kini terasa diawasi, setiap senyum yang diberikannya dibicarakan.Dan di tengah badai itubEllisha datang.Putri Ellisha dari kerajaan utara, gadis berparas menawan dengan rambut seindah sutra dan tatapan yang penuh percaya diri, melangkah memasuki aula besar dengan gaun biru muda yang berkilau. Setiap langkahnya memancarkan wibawa yang membuat semua mata tertuju padanya.Ratu Elean menyambutnya dengan senyum penuh arti.“Putri Ellisha, kedatanganmu selalu membawa cahaya bagi istana ini,” ucap sang ratu lembut.Ellisha menunduk anggun. “Kehormatan bagi saya bisa kembali ke sini, Yang Mulia. Saya mendengar banyak hal tentang Pangeran Jagatra akhir-akhir ini.”Nada suaranya terdengar ringan, tapi di balik senyum itu, tersimpan ke

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 52 Bahaya dalam bisikan.

    Angin dini hari berhembus pelan melewati koridor istana. Lentera-lentera minyak yang tergantung di sepanjang dinding bergoyang lembut, menimbulkan bayangan yang seolah hidup. Di antara bayangan itu, seorang pelayan muda berlari tergesa dengan wajah tegang.Ia berhenti di depan sebuah pintu besar berhias lambang keluarga kerajaan ruangan milik Ratu Elean.Dengan suara pelan tapi bergetar, ia berkata, “Yang Mulia… aku membawa kabar penting.”Dari dalam, terdengar suara tenang tapi dingin.“Masuk.”Pelayan itu mendorong pintu dan menunduk dalam. “Seseorang melaporkan bahwa Pangeran Jagatra terlihat meninggalkan istana tadi malam. Ada saksi yang mengatakan ia menuju ke desa barat... tempat gadis penjual bunga itu tinggal.”Ratu Elean diam cukup lama. Hanya suara perapian yang terdengar, mengisi ruang sunyi dengan retakan kecil.Setelah beberapa detik, ia berdiri dan berjalan ke jendela, menatap taman yang masih diselimuti kabut pagi.“Begitu rupanya,” ucapnya pelan. “Dia masih belum belaj

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 51 Cinta yang membara.

    Jagatra berdiri di balkon kamarnya, memandangi taman tempat Audina dulu sering menunggu. Bayangan masa lalu itu datang lagi hangat sekaligus menyakitkan.Ia tahu, setelah semua yang terjadi, cinta itu seharusnya padam. Tapi anehnya, semakin ia mencoba mematikannya, api itu malah tumbuh makin besar.Andrew datang membawa kabar dari luar istana. “Gadis itu sudah mulai pulih,” katanya pelan. “Tapi dia masih sering memandangi jalan ke arah istana. Seperti menunggu seseorang yang tak bisa datang.”Jagatra menatap Andrew lama, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. “Aku ingin menemuinya.”Andrew menghela napasnya “Pangeran, anda tahu itu berbahaya. Pengawal istana masih mengawasi setiap gerakan anda, dan Kaesar belum berhenti mencari celah untuk menjatuhkanmu.”“Tapi aku sudah terlalu lama menunggu,” jawab Jagatra lirih. “Cinta bukan sesuatu yang bisa aku sembunyikan selamanya.”Andrew menatap sahabatnya itu dan akhirnya hanya mengangguk. “Baik. Tapi aku ikut.”---Beberapa jam kemu

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 50 Cahaya Harapan.

    Jagatra melangkah ke taman belakang istana. Tempat itu biasanya sepi di pagi hari, hanya terdengar suara burung dan gemericik air kolam kecil di tengahnya.Ia berdiri lama di sana, menatap refleksi wajahnya di permukaan air. Wajah yang dulu tenang, kini tampak keras dan tegas. Tapi di balik tatapan itu, ada luka yang belum sembuh luka yang ia rawat diam-diam agar tak mati rasa.Andrew datang dengan langkah pelan, membawa surat yang terikat pita merah. “Dari utusan barat,” katanya sambil menyerahkan surat itu. “Mereka menawarkan aliansi dagang, tapi sepertinya ada lebih dari sekadar urusan ekonomi.”Jagatra membuka surat itu, membacanya cepat. Bibirnya sedikit terangkat. “Mereka tahu aku mulai bergerak.”Andrew menatap Jagatra dengan tatapan waspada. “anda yakin mau menerima bantuan dari luar istana? Itu berisiko.”“Segalanya berisiko, Drew,” jawab Jagatra tenang. “Tapi aku butuh cahaya, sekecil apa pun, untuk menuntun langkah ini.”Jagatra melipat surat itu rapi. “Kalau mereka mau bek

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 49 janji untuk bertahan hidup.

    Di salah satu kamar menara, Jagatra duduk sendirian di tepi jendela, menatap langit yang berawan.Sudah berjam-jam sejak pertemuan itu, tapi kata-kata ibunya dan senyum tipis Kaesar terus berputar di kepalanya.Ia kalah lagi bukan karena lemah, tapi karena belum cukup licik.Pintu kamarnya terbuka perlahan. Andrew masuk, membawa semangkuk sup hangat. “anda belum makan apa pun sejak tadi siang, pangeran” katanya pelan.Jagatra tidak menoleh. “Aku tidak lapar.”“Kalau begitu, pura-puralah lapar,” jawab Andrew tenang. “Anda butuh tenaga. anda tahu sendiri… Kaesar tidak akan berhenti di sini.”Jagatra menarik napasnya panjang. “Aku tahu. Tapi aku juga tidak akan berhenti.”Jagatra menoleh, matanya penuh tekad. “Aku sudah muak selalu menjadi bayangan. Kalau mereka mau menjatuhkanku, mereka harus siap jatuh bersamaku.”Andrew duduk di seberang. “Kalau begitu, kita mulai dari mana?”Jagatra berpikir sejenak. “Dari Audina.”Nada suaranya melembut. “Dia masih belum sadar sepenuhnya, tapi aku i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status