"Siapa yang curi uangmu?" tanya Abista dengan agak mengernyit setelah mendengarnya.Kama mengangkat tangannya dan menunjuk ke dalam. "Dia! Dia curi uang yang kutaruh di kotak bawah tempat tidurku."Saat ini, wajah Ayu masih berlumuran darah. Dia yang ditunjuk berujar dengan sedih, "Ayah, Kak Abista, jangan dengarkan omong kosong Kak Kama. Aku sama sekali nggak curi uang Kak Kama. Kalau kalian nggak percaya, tanya saja pada Kak Kahar. Kak Kahar bisa bersaksi untukku.""Di mana Kahar?""Di sini! Aku di sini!"Kahar datang di waktu yang sangat tepat. Baru saja Damar menanyakan keberadaannya, Kahar langsung masuk dari luar.Setelah memasuki halaman, Kahar yang terengah-engah beristirahat cukup lama sebelum berkata, "Aku ... aku bisa bersaksi bukan Ayu yang mencurinya.""Berhubung bukan Ayu yang mencurinya, maksudmu Kama yang bohong?"Damar kembali menatap Kama dengan tatapan acuh tak acuh.Namun, Kahar menjawab lagi, "Nggak, uang Kak Kama pasti dicuri."Jika tidak, Kama tidak akan begitu m
Yang satu karena uangnya, dan yang satunya lagi karena wajahnya. Namun, setengah tahun yang lalu, baik Ayu maupun Kama tidak pernah menyangka hubungan mereka akan mencapai titik ini.Para pelayan di sekitar gemetar ketakutan setelah melihat mereka berdua.Pada saat ini, terdengar ketukan di pintu tempat Kama bersandar."Kama, apa yang kamu lakukan di area tempat tinggal adikmu pagi-pagi begini? Cepat buka pintunya!"Mata Ayu seketika berbinar begitu mendengar suara itu. Dia pun berteriak kegirangan, "Ayah! Selamatkan aku! Kak Kama sudah gila! Dia mau membunuhku!"Orang di luar pintu adalah Damar.Bertolak belakang dengan kegembiraan Ayu, wajah Kama tiba-tiba menjadi muram. Dia bersandar erat di pintu tanpa berkata apa-apa dan enggan membuka pintu."Duk! Duk!"Orang di luar sepertinya menyadari pikiran Kama. Ketukan di pintu dengan cepat berubah menjadi gedoran yang kuat.Damar berkata dengan suara berat, "Kama, buka pintunya sekarang juga!"Ayu pun memanfaatkan kesempatan ini untuk men
Baru saja Ayu selesai berbicara, Kama tiba-tiba menerjang ke hadapannya."Plak!"Sebuah tamparan yang kuat langsung mendarat di wajah Ayu. Ayu pun merasa pusing dan tatapannya menjadi berkunang-kunang. Seluruh tubuhnya langsung terhuyung dan menghantam pintu dengan suara gedebuk. Dia tidak dapat bereaksi untuk waktu yang lama."Aah! Nona Ayu!""Tuan Kama, berhenti!""Cepat hentikan Tuan Kama!"Para pelayan di area tempat tinggal Ayu sontak ketakutan setelah menyaksikan kejadian ini. Melihat Kama tidak berniat untuk berhenti setelah menampar Ayu, malah mengangkat tangan untuk memukulnya lagi, wajah para pelayan memucat dan mereka bergegas menghentikannya.Ada orang yang menyeret Kama, ada juga yang menahan Kama. Pokoknya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya. Jika Ayu benar-benar dipukuli oleh Kama, takutnya riwayat semua pelayan di sini akan tamat. Jadi, meskipun sangat takut pada Kama yang murka, mereka tetap bergegas maju untuk menghentikannya. Kama diseret 3 meter ja
"Dasar pengemis bau! Beraninya kamu datang ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk buat onar! Cepat pergi!""Kamu yang pergi!" Kama menarik penjaga pintu dan berseru, "Buka matamu lebar-lebar dan lihat siapa aku!"Setelah mendekat, mata penjaga pintu akhirnya berfungsi dengan baik. Dia membelalak dan berujar, "Tuan Kama? Kamu itu Tuan Kama?""Kalau sudah mengenaliku, cepat buka pintunya!"Penjaga pintu itu hampir langsung membukakan pintu, tetapi tiba-tiba teringat sesuatu dan berhenti."Umm ... Tuan Kama, bukannya aku nggak mau bukakan pintu untukmu, tapi Adipati Damar sudah bilang kamu itu bukan lagi anggota keluarga ini. Jadi, kamu nggak boleh keluar masuk kediaman ini sesuka hati.""Oke." Setelah mendengar ucapan penjaga pintu, di luar dugaan, Kama malah tersenyum dan mengangguk, seolah-olah akan menurutinya.Namun, pada detik berikutnya, sebelum penjaga pintu sempat bereaksi, Kama tiba-tiba mengangkat kakinya dan menendang gerbang Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan hingga te
"Yang benar saja? Kak Kama, gimana aku bisa suruh Ayu kembali? Aku sudah bilang, Ayu lagi terluka dan harus pulihkan diri di rumah. Dia nggak bisa datang kemari." Kahar merasa Kama bertindak makin tidak masuk akal. "Kalau kamu mau uang, aku akan memberimu uang. Meski aku nggak bisa memberikannya sekarang, aku pasti bisa kembali ke rumah kelak. Kamu mau berapa? Hmm? Lima ratus tael? Atau seribu tael? Aku akan menggandakannya untukmu. Sekarang, kamu sudah puas, 'kan?""Minggir!" Kama memelototinya dengan tajam. "Sudah kubilang, aku nggak mau uangmu, aku mau uangku! Koin tembaga yang kusimpan itu milikku! Nggak ada yang boleh menyentuhnya!" "Jadi, apa gunanya kamu bersikeras minta koin tembagamu yang cuma sedikit itu? Bukankah perak dan uang kertas lebih bagus?" tanya Kahar dengan tidak mengerti."Karena itu uang yang kuhasilkan dengan kerja kerasku sendiri!"Kama berdiri di tempat sambil mengepalkan tangannya. "Aku menghasilkannya untuk Syakia. Setiap sen uang itu hasil jerih payahku.
Ketika Kahar kembali ke Gunung Selatan, itu sudah larut malam. Namun, dia tidak menyangka bahwa cahaya di rumah gubuk Kama masih menyala. Dia membuka pintu dan melihat Kama sedang duduk di samping tempat tidur. Sementara itu, makanan yang sudah dingin masih tersedia di atas meja."Kak Kama, kenapa kamu belum tidur? Kamu lagi tunggu aku dan Ayu pulang?" tanya Kahar dengan heran. Dia berjalan ke meja dan memandangi makanan yang agak hambar itu.Kama sepertinya sedang memeluk sesuatu. Setelah mendengar suara Kahar kembali, dia menoleh ke arah belakang Kahar dengan kaku, lalu menatap pintu."Mana Ayu? Dia pergi ke mana?"Suara Kama terdengar agak serak, seperti sedang berusaha keras menahan sesuatu.Kahar tidak menyadari ada yang aneh. Dia pun mengambil sumpit dan mencicipi dua suap makanan, tetapi langsung mengerutkan kening dan melempar kembali sumpitnya ke meja."Makanan ini terlalu sederhana, rasanya juga nggak enak. Kak Kama, memangnya kamu nggak bisa masak sesuatu yang enak? Cuma sep