Share

Bab 8

Semakin dipikir-pikir, Lucy semakin emosi.

Saat ini, Fredi berdiri dengan wajah babak belur. Penampilannya kelihatan sangat menyedihkan.

“Nggak mungkin! Theresa itu nona muda dari Keluarga Lestari! Statusnya sangat agung. Bahkan, anak dari keluarga kaya juga bukanlah seleranya! Sekarang kenapa dia bisa jadian sama pecundang itu?! Apa mungkin mereka berdua kebetulan saling kenal saja?” gumam Fredi sambil merintih kesakitan.

Theresa adalah cewek idamannya, sedangkan Owen hanyalah seorang lelaki yang tidak memiliki apa-apa. Meski Fredi dipukul sampai mati, dia juga tidak percaya kalau Owen memiliki hubungan istimewa dengan Theresa!

“Benar juga! Kecuali … Theresa sudah buta, makanya dia baru bisa suka sama dia! Nggak mungkin, meski Theresa benar-benar buta, dia juga nggak mungkin suka sama cowok seperti Owen!” Lucy juga tidak bisa menerima kenyataan itu.

“Aku nggak peduli dengan hubungan mereka! Intinya, Owen sudah mencelakaiku! Aku nggak mungkin akan lepasin dia!” ucap Fredi dengan emosi.

Fredi tidak berani menyinggung Keluarga Lestari. Dia tidak mungkin akan membenci Theresa. Oleh sebab itu, Fredi terpaksa melempar semua kesalahan ini ke sisi Owen!

Melihat Fredi dan Lucy yang tidak tahu malu itu, orang-orang di sekitar spontan menunjukkan tatapan meremehkan.

Tadi semua orang sudah menyaksikan dengan jelas, Owen yang sudah membujuk Theresa untuk melepaskan Fredi. Sekarang, Fredi bukannya berterima kasih, tapi malah ingin membalas dendam terhadap Owen. Dasar tidak tahu diri!

Hanya saja, berhubung Keluarga Leonard cukup berkuasa di Jenggala, mereka juga tidak berani melontarkannya.

Hotel Mandapa.

Salah satu hotel bintang lima termewah di Jenggala.

Setelah Owen dan Lucy bercerai, dia pun tidak memiliki uang sepeser pun.

Owen sudah kehilangan segalanya. Hal yang paling penting saat ini adalah dia memerlukan tempat untuk berteduh.

Theresa berencana untuk membiarkan Owen tinggal di hotel untuk sementara waktu, sekalian menanyakan masalah semalam.

Setibanya di hotel, Theresa mengisyaratkan beberapa pengawalnya untuk menunggu di luar. Kemudian, dia bersama salah seorang pengawalnya, Yansen, berjalan ke dalam.

“Selamat datang.”

Kedua pelayan wanita menyambut kedatangan tamu dengan tersenyum hormat.

Saat menginjak karpet merah hotel, Owen pun terkejut dengan kemewahan interior hotel. Dia tidak pernah mengunjungi hotel bintang lima seperti ini. Wajar kalau Owen merasa gugup.

Selain itu, sekarang dia mengenakan pakaian koyak, sungguh tidak sesuai dengan standar hotel ini.

Owen terlihat berjalan dengan sangat hati-hati. Sepertinya dia takut sepatunya akan mengotori karpet dari hotel mewah ini.

“Berhenti! Ini adalah hotel bintang lima. Pengemis dilarang masuk ke dalam! Kalau ingin mengemis, kamu ke tempat lain sana! Jangan mengotori hotel kami!”

Saat ini, seorang wanita muda berusia sekitar 27-28 tahun dengan seragam rapi berjalan kemari. Dari ekspresi wajahnya, dapat dilihat betapa arogannya si wanita.

“Ada apa dengan kalian berdua? Apa kalian sudah buta? Kenapa kalian biarkan pengemis masuk ke sini!” Si supervisor housekeeping memarahi kedua pelayan yang berdiri di depan pintu.

“Pengemis apaan?” Theresa terkejut. Dia masih belum merespons.

Disusul, Theresa melihat wanita itu berjalan ke hadapan Owen sambil memarahinya, “Hei pengemis, kenapa masih di sini? Cepat pergi!”

Sambil berbicara, si wanita menunjuk-nunjuk ke sisi Owen.

Owen yang awalnya rendah diri itu malah semakin rendah diri lagi. Betapa inginnya dia menghilang dari muka bumi ini.

Saat ini, akhirnya Theresa mengerti. Dia langsung menepis tangan si supervisor housekeeping. “Apa kamu buta? Dari mana kamu lihat dia itu pengemis? Dia itu temanku, kami datang untuk buka kamar ….”

“Buka kamar?” Si supervisor housekeeping mengamati Theresa sekilas, lalu berbicara dengan nada meremehkan, “Cara berpakaianmu kelihatannya mirip dengan anak orang kaya. Kamu malah mau buka kamar sama seorang pengemis?! Sepertinya kamu juga nggak beda jauh sama dia! Cepat keluar dari hotel kami!”

Theresa sungguh gusar. “Kamu nggak sekolah, ya? Di mana manajer kalian? Panggil dia kemari!”

“Kamu kira kamu itu siapa? Apa kamu pantas ketemu sama manajer kami!” ucap si supervisor housekeeping dengan meremehkan.

Theresa emosi hingga sekujur tubuhnya gemetar. Betapa inginnya dia menampar wanita di hadapannya.

Kegaduhan di lobi hotel menghebohkan pekerja hotel. Seorang lelaki berusia sekitar 36-37 tahun lekas berjalan ke lobi. Tampak ada sebuah label kecil di depan jasnya. Di atasnya tertera tulisan David, manajer front office.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status