POV Fandi"Begitu mudahnya ibu membohongi kami, apa kami terlihat sangat bodoh untuk ditipu?" Fani masih mempertanyakan alasan ibu.Sejak kepulangan Bapak dan menantunya, ibu tak pernah sedikitpun menjelaskan lagi apa yang sebenar nya terjadi."Katakan, sesuatu bu!" Aku ikut memaksa.Ibu menghela napas lali berdiri. "Pergilah kalian. Jika menganggap aku ini wanita jahat, pergilah ikut Bapakmu!" Kami saling pandang. Ibu justeru meminta kami semua pergi, padahal hanya sebuah penjelasan yang kami minta.Ibu lalu beranjak memasukin kamar, dia membanting pintu begitu kasar membuat kamu saling pandang dalam kebingungan.***Aku duduk di atas ranjang, terlalu banyak hal terjadi dalam waktu singkat. Aku masih tak percaya, bahwa ibu pun tega membohongi anak-anaknya sendiri.Dengan langkah gontai, kaki ini berjalan ke belakang rumah. Rasa bingung membuat perutku meminta jatah segera."Bagi dua saja!" Suara mas Robi terdengar saat aku ada di dekat dapur. Mas Robi sedang duduk bersama Fani dan s
Aku dan Lala berada di kebun teh milik pabrik. Kami putuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Banyak yang harus di bicarakan sekarang. Tentang apa yang akan aku lakukan setelah ini dan bagaimana pendapat putriku, dia juga punya hak untuk menentukan bagaimana kami akan berjuang bersama setelah ini."Lala bahagia?".Dia sedang bermain ayunan saat aku bertanya, aku masih mengayun pelan ayunan itu ke depan. Senyumnya mengembang dan menatapku dengan wajah polosnya."Lala bahagia. Ada mama di sini bersama Lala, itu sudah cukup." Ucapnya polos namun terdengar seperti berusaha membuatku merasa tenang. Gadisku, dia tak pandai berbohong.Aku duduk diayunan sampingnya. Ikut mengayun tubuh ini ke depan, merasakan angin membelai wajah juga memberi desir setiap kali ayunan ini bergerak turun. Sederhana sekali rasanya bahagiaku hari ini.Belum ada lagi aksara terenda setelahnya, aku dan Lala sibuk menikmati rasa yang tercipta dari kebersamaan kami sekarang, mungkin juga kami sedang saling mengobat
POV Author.Kali ini POV author dulu ya, karena ada dua sisi hati yang harus di kabarkan isinya. Selamat membaca sahabat semua. Jangan lupa beri komentar dan like juga ya. ****"Kamu sudah menikah?" Sri bertanya dan melihat wajah Satria berubah pias.Dia menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku masih menunggu seseorang, tapi sepertinya tak akan bisa menikah dengannya.""Kenapa?""Dia sudah ada yang punya."Sri tersenyum, Seorang lelaki kecil yang dulu begitu konyol kini sedang membahas hubungan bersama gadis kecil yang dulu juga sering di gandeng nya."Jika sudah ada yang punya jangan di ganggu, nanti akan ada lebih banyak hati yang terluka."Satria menaikkan alisnya dan tawanya meledak setelah itu. Aku pikir tidak ada yang lucu dari kalimatku, tapi entahlah dia bisa tertawa begitu!Sri berkata dalam hati, ia merasa apa yang di lakukan Satria tidaklah sopan. Tertawa sementara dia sedang membahas lukanya sendiri." Apa yang lucu?" Ucapan Sri terdengar ketus, tak suka dengan cara tertaw
Aku masukkan gugatan perceraian beberapa hari lalu, dan pagi ini mas Fandi menghubungiku. Entah betapa kali ponsel di dalam tas berbunyi, tapi aku masih enggan menerimanya.Aku terlalu sibuk mengurusi semua laporan yang sempat tak tersentuh beberapa hari ini. Bahkan hingga malam menjelang, setumpuk map berbahan kulit itu masih harus ku bawa pulang lagi ke rumah."Mas Robi sudah mengembalikan saham kita Man?"Aku bertanya pada Arman, mengingat waktu yang ku berikan pada kakak mas Fandi itu sudah habis beberapa hari lalu."Belum Nyonya, dia masih meminta waktu.""Waktu untuk apa lagi ? Besok kita ambil paksa!" "Baik Nyonya." Arman keluar dari ruang kerjaku.Ponselku kembali berbunyi, hilang sudah sabar ku membiarkan manusia satu itu. Aku angkat dengan kesal."Ada apa mas? Aku sedang sibuk. Jika kau ingin bertanya tentang gugatan ceraiku, akan aku hubungi jika aku sudah senggang!"'Galak sekali!' Suara di seberang membuatku terkejut. Ku perhatikan layar di ponsel dan bukan nama mas Fand
"Sialan kamu Sri! Aku pasti bisa lepas dari semua ini jika kamu tak ikut campur! Buat apa kamu menelpon Lia?"Mas Robi mencoba menyerangku saat tau kami sudah menghubungi polisi, dua pengawal mencegahnya mendekat, kini dia meronta dengan penuh amarah, melihatku dengan tatapan bengisnya.'Sri, apa itu mas Robi?' suara mbak Lia bertanya dari ujung telepon. 'Sri, bisa jelaskan sesuatu?'"Iya mbak, itu mas Robi, mbak nanti aku hubungi lagi ya mbak!""Tidak Sri, jangan di tutup!" Mbak Lia berteriak di balik telepone. 'Katakan Sri, ada apa?'Aku diam sebentar, meyakinkan diriku dan berpikir dari mana mulai bercerita. "Mbak, aku sedang di rumah mas Robi dan kami menemukan mayat."'Mayat? Mayat siapa?'"Belum tau mbak, kami masih menunggu polisi."Mbak Lia terdengar syok dan mematikan telepone. Sementara mas Robi masih berusaha menyerangku."Apa yang kamu katakan pada Lia Sri!""Apa lagi mas, apa yang bisa aku tutupi sekarang. Sebentar lagi seluruh berita akan penuh dengan wajahmu juga!""Jan
Setelah bertemu mbak Lia, aku pulang sebentar, sampai di rumah kak Zhui sudah menunggu di depan pintu. Jika bukan Bapak ingin bertemu, itu pasti karena ada yang ingin Bapak sampaikan lewat asistennya ini."Ada apa kak?" Aku tetap berjalan ke arah lif."Jangan lupa janjimu malam ini Mei."Aku menghentikan langkahku, hampir saja aku lupa dengan pertemuan, ah kencan atau perjedohan mungkin. Entah apa namanya aku tak tau sebutan yang pas untuk acara nanti malam"Bisa di batalkan tidak kak, aku sangat ingin istirahat." Aku menawar, meski bisa di bilang mustahil membatalkan acara itu, tapi tak ada salahnya mencoba."Seperti nya tidak bisa, Tuan Lee akan sangat marah jika pertemuan ini di batalkan."Aku menghela napas berat, meski sudah dapat ku duga jawaban itu terlontar, rasanya tetap kecewa."Baiklah, aku akan segera bersiap." Aku berjalan ke dalam lif, menatap datar asisten Bapak."Sampai bertemu, aku tunggu di sini! " Kak Zhui memberikan peringatan lagi sebelum pintu lift tertutup.Aku
Pertemuan semalam, menyisakan tanya yang masih cobaku cari jawabnya. Apa alasan Satria, memberikan aku tempat istimewa di dalam hatinya. Kenangan masa kecil kami, mungkin bukan satu-satunya alasan dia bisa memberiku tempat di hatinya. Aku yang dulu dan sekarang tentu bisa saja berbeda, mungkin aku jadi lebih pemarah, atau masuk ke dunia yang lebih gelap, siapa yang bisa tau itu. Tapi kenapa dia memberikan hatinya padaku?Bahkan setelah semalam, membayangkan wajahnya saja sudah membuatku salah tingkah sendiri."Bagaimana pertemuan semalam?" Kak Zhui sudah duduk di Balkon saat aku sedang santai sendiri. Kami memang tak bertemu saat aku pulang, mungkin Kak Zhui sudah masuk ke kamarnya. Aku tersenyum simpul. "Menurutmu bagaimana pertemuanku semalam, kak?"Dia tersenyum, lalu melihat ke arah depan. " Aku kira kamu bahagia, sejak tadi kulihat bibirmu tak berhenti mengulum senyum. Apa yang coba kamu sembunyikan?'Ah, benarkah aku sejelas itu?
Mobil satria membelah jalan, membawaku jauh meninggalkan kota menuju ke tepian pantai yang tak pernah aku tau ada di daerah ini. Semua tempat yang sunyi, dengan pasir putih dan ombak bergulung kebiruan lembut menyentuh bibir pantai."Kamu suka?" Dia bertanya padaku."Suka sekali, aku belum pernah lihat tempat ini Tri, ini indah sekali." Lekat aku terpikat pemandangan yang tersuguh di hadapan.Dia tersenyum, kami sama-sama menatap laut, tangannya kini menggenggam erat tanganku. Apakah salah bila aku tak menolak perlakuan inj?"Aku tak tau ternyata keberuntungan itu datang padaku juga." Ucapnya lirih menatap tangannya yang erat mengenggam tanganku.Aku tersenyum kecil dan melihat wajahnya yang hangat. "Keberuntungan seperti apa?""Keberuntungan mengenalmu dulu, lalu keberuntungan lain yang ikut membawaku dekat denganmu lagi."Aku berjalan mendekati tepian pantai, merasakan air menyentuh kakiku yang tanpa alas."Katakan padaku Tri, kenapa harus aku?""Apakah cinta butuh alasan Sri? Aku b