"Maaf bu, tapi lelaki yang tertangkap mencuri itu Danu, sekarang ada di masjid dekat tikungan itu""Apa, Danu? Ya Allah ada apa lagi ini, belum selesai satu masalah sudah muncul masalah baru."Ibu berlutut di halaman rumah, di peganggi sepupu perempuannya, tubuhnya gemetar hebat, aku tau ibu pasti sangat terpukul sekarang."Fandi ayo kita susul iparmu itu!" Ucap ibu sambil menarik tangan mas Fandi keluar halaman rumah mereka.Gemetar ibu berjalan menyusuri tepian, banyak nya orang berkerumun memenuhi halaman masjid, membuat ibu mencengkeram tangan mas Fandi dengan erat."Ibunya Robi, bukanya itu suami Fani?" Teriak wanita dengan tubuh berisi, seingatku dia adalah pemilik warung di depan rumah ibu.Ibu hanya diam menundukan, berjalan membelah kerumunan masuk ke teras masjid yang sudah di penuhi jama'ah."Dimana Danu Man?" Aku bertanya pada Arman yang sejak tadi ikut berdiri mengamankan situasi."Di dalam nyonya." Ucapnya menunjuk ke dalam masjid yang mereka jaga.Ibu dan mas Fandi mend
Tiba di pabrik, aku selesaikan pekerjaan lebih cepat, semua yang harus aku periksa telah selesai lebih dulu, setelahnya segera aku hubungi bagian keamanan."Siapkan mobilku sekarang!" Ucapku pada salah satu satpam yang jaga. Aku ingin menjemput Lala lebih dulu.Setelahnya aku keluar kantor, menuju ke parkiran untuk pergi ke sekolah Lala, aku tak ingin anakku menunggu terlalu lama di gerbang sekolahnya.Aku parkir kan mobilku di seberang jalan dan kulihat di depan sekolah anak-anak sudah berhamburan keluar. Aku keluar mobil dan menyeberang jalan, mataku melihat Lala yang berdiri menunduk ke bawah, saat aku ingin memanggilnya, aku justeru melihat mbak Aini berjongkok memarahi anakku sekarang."Kau cubit Mutia, ngaku kamu!" Ucapnya kesal, suaranya lantang hingga aku pun bisa dengan jelas mendengarnya.Lala menggelengkan kepalanya, dia takut bicara bahkan aku melihat tangannya gemetar sekarang."Anak kecil sudah pandai bohong kamu! Sini kamu, aku hukum kamu!" Teriaknya menarik tangan kecil
Malam semakin larut, aku masih termenung di dalam kamarku sendiri, bahkan ku melewatkan makan malam dan Lala membawakan aku sup hangat tadi. Hatiku merasa sakit mendepati kenyataan bapak akan pulang ke negaranya esok hari, sungguh saat itu adalah hari yang sebenar nya sejak dulu tak ingin aku jumpai.Ya, sejak dulu bapak selalu bilang, bahwa mungkin saja saat aku sudah siap, bapak akan pergi dari hidupku, tapi aku tak pernah membayangkan semua harus secepat ini.Saat bicara dengan bapak tadi, aku ingin menangis dan memeluknya erat, namun aku tak bisa. Bapak tentu akan semakin marah, beliau selalu mendidiku untuk jadi wanita yang tak lemah karena keadaan.Tok.. Tok..Ketukan di pintu membuatku tersadar dari lamunan, aku beranjak membuka pintu kamar dan kak Zui sudah berdiri dengan pakaian hitam dan celana berbahan kulit."Ada apa?" "Ada masalah di sektor enam." Ucapnya sudah memakai alat komunikasi dua arah di telinganya."Masalah apa?" Tanyaku.Sektor adalah sebutan pembagian wilayah
Arman datang dengan tergesa-gesa, dia menutup pintu ruangan dan menguncinya, berjalan gugup dia mendekati ku dan kak Zui."Ini pembunuhan berencana, mereka ingin menghancurkan tempat ini.""Siapa? Siapa yang berani bermain dengan keluargaku?""Belum tau, saya masih mencoba mencari tau apa yang terjadi." Ucapnya membuat aku diam dengan geram."Wanita itu datang Kemari sendiri, kemudian dia masuk ke ruangan itu dan_Kalimat Arman terhenti, suar gaduh di luar ruangan kami membuat aku, kak Zui dan Arman saling pandang."Apa terjadi sesuatu?"Aku bertanya sembari berdiri dari tepat dudukku, berjalan mendekati pintu dan membuka pintu itu. Beberapa orang berlarian ke atas lagi, beberapa ga dia menjerit larinke bawah dan keluar dari gedung ini. Arman dengan sigap naik bersama pengawal yang lain, sementara aku dan kak Zui mengikuti dari belakang, menyusul mereka naik lagi ke lantai atas."Apa yang terjadi?" Tanyaku saat meneger tempat ini berjalan turun dengan wajah memerah.Hueekk! Hueek!Dia
Aku menatap lelaki tua yang tak pernah berubah sebagai cinta pertamaku itu, entah kenapa tiba-tiba hati ini merasa sakit sendiri."Bapak, apa bapak harus pergi?""Kenapa Mei, kamu merasa bapak tak akan kembali?""Mei takut bapak tak akan kembali." Ucapku jujur.Diam bapak memperhatikan manik mata ini, beliau lalu tersenyum kecil."Bapak hanya urus beberapa hal di sana Mei, minggu depan adalah tanggal kepergian istri dan anak bapak, bapak ingin mengunjungi mereka Mei, sudah lama bapak tak pulang."Aku diam, perlahan ku lepaskan tanganku dari bapak. Harusnya aku tak seegois ini, bukankah sebelum ada aku dalam hidup bapak, pernah ada keluarga kecil bapak miliki. Aku hanyalah bagian dari bapak yang sangat kecil, tak akan bisa mengalahkan mereka yang begitu istimewa untuk bapak."Maaf jika Mei jadi egois pak.""Tidak, kamu tak egois Mei, bapak tau hatimu hanya takut bapak pergi dan tak datang lagi kan?"Aku menganggukkan kepalaku pelan. "Hanya bapak yang Mei punya di sini, bahkan saat Mei
"Hubungi orang kita secepatnya kak Zui, aku mau Ardan segera di temukan dan berlutut di hadapanku!" Aku berjalan masuk ke dalam rumah dengan kesal, sejak semalam mata ini tak bisa terpejam, masalah demi masalah terus saja datang hingga tubuhku rasanya begitu lelah.Langkah ku terhenti saat melihat Satria ternyata sudah berada di ruang tamu rumahku, ia berdiri menatapku lekat sekarang."Satria, ka_kamu di sini?"Dia tersenyum tipis dan mendekati ku. "Sudah sejak tadi aku datang Sri, maaf tidak bisa memberi tahumu.""Ah_ iya biasanya kamu menghubungi dulu.""Tadinya begitu, tapi nomormu tak bisa di hubungi.""Ah, begitu." Ucapku lalu mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Benar memang ponselku mati tanpa aku sadari."Ya, ponselku mato Tri, maaf." Ucapku berusaha bersikap tenang. Kuberikan ponselku pada kak Zui dan dia membawanya masuk ke dalam rumah, meninggalkan diriku sendiri bersa Satria.Satria hanya hanya dan terus mengamati aku dan kak Zui, saat kami hanya tinggal berdua dia bur
POV Satria.Ada apa dengan Sri Rejeki, wanita itu benar- benar sulit di mengerti, sebentar dia merasa baik, sebentar kemudian dia berubah lagi. Hari ini aku datang ke rumah nya, mendengar tempat usahanya mendapat masalah, calon suami mana yang tak khawatir, sampai di sana aki masih harus menunggu dia datang dan saat dirinya datang, kenapa sambutan yang aku terima begitu dingin.Sri memang wanita yang unik, dia tak mudah di luluhkan hanya dari barang mewah atau ucapan manis, harga dirinya lebih dari sekedar harta dan tahta, mungkin karena dia sudah punya segalanya, tak butuh juga harta dan tahta dari lelaki lain. Namun bukan Itu yang jadi soal sekarang, sepertinya Sri merasa tersinggung dengan sikap mbak Aini pada Lala, karenanya aku harus mencari tau sendiri apa yang sudah wanita itu lakukan pada anakku Lala.Mau tak mau aku datang ke rumah mbak mbak Aini, jika ada alasan aku datang kerumahnya itu karena aku merasa masih punya kewajiban mengetahui bagaimana kabar keponakanku dari mas
Hari ini kuterima keputusan sidang perceraianku dan Satria, bapak menghubungiku pagi tadi, memastikan bahwa semua masih berjalan seperti keinginannya. Aku melihat mas Fandi duduk sendiri di dekat parkiran setelah kami keluar dari ruang sidang."Sebentar man, aku mau menemui mas Fandi dulu." Ucapku mendekatinya yang hanya diam menatap delembar kertas hasil putusan di tangan."Kenapa tak pulang juga?" Aku berdiri di depanya sekarang.Dia menengadahkan pandangan menatapku, berusaha tersenyum meski ku tau hatinya sedang terluka. Berulang kali dia memintaku kembali, namun hati ini bahkan tak terketuk untuk sekedar memberinya satu kesempatan."Selamat ya Sri, kamu pasti bahagia."Aku menegerutkan alis. "Selamat untuk apa?"Dia menunjukkan kertas di tangan. "Atas surat ini, semua berjalan seperti keinginannya anmu kan, siapa yang tak bahagia bila setelah ini kamu bahkan memiliki kehidupan yang jauh lebih sempurna.""Ya, hari ini memang aku nantikan mas."D8a menatapku lekat. "Jadi begitu, pe