"Sabar dulu, Sayang. Walaupun selama ini papa gak berada di sisimu, tapi sebenarnya papa selalu mengingatmu dan menjagamu, Nak. Kamu tetap putri papa yang sangat papa cintai" kata Pak Johan."Aku benci Papa. Sejak Papa pergi meninggalkan aku dan mama untuk wanita itu, aku sudah menganggap diriku seperti anak yatim. Aku bertumbuh sampai dewasa seperti ini tanpa belaian kasih sayang, perhatian, dan satu sen pun uang dari Papa," cibir Silvy."Kamu salah, Nak. Kamu selalu ada di hati papa. Lupakanlah masa lalu, karena saat itu kamu juga belum mengerti dengan jelas apa yang terjadi! Kita buka lembaran baru dan saling menyayangi seperti layaknya orang tua dan anak pada umumnya.""Apa mau Papa sekarang? Aku harus pulang, karena suamiku akan mencari aku. Dia pasti mencemaskan aku, Pa," jawab Silvy."Mencarimu? Papa ragu Tommy akan melakukan itu. Mungkin dia justru senang kalau kamu menghilang. Dia sepertinya sedang bingung dengan perasaannya sendiri padamu. Ada wanita lain yang berusaha menje
"Ma, kenapa Papa Alex gak datang lagi ke rumah ini? Darren kangen, mau main sama papa," celoteh Darren sore itu.Intan yang sedang mengupas apel untuk Darren langsung terdiam dan menghentikan aktivitasnya. Ia tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan polos putranya itu."Mama koq diam? Aku mau telepon Papa Alex." Darren mengambil ponsel Intan yang ada di meja.Intan terkejut dan berteriak, "Darren, jangan sembarangan mengambil ponsel Mama! Letakkan kembali di tempatnya! Mama melarang kamu untuk menghubungi Om Alex. Ingat, dia bukan papamu!"Darren terkejut, Intan sangat jarang membentaknya seperti itu. Darren langsung meletakkan ponsel itu dan berlari ke kamar. Ibu Intan yang melihat adegan itu segera mendekati Intan. Intan duduk di meja makan dan memijit pelipisnya."Nak, jangan berteriak seperti itu sama Darren! Dia gak tahu apa yang terjadi di antara kamu dan Nak Alex. Darren pasti bingung dengan perubahan ini, dia pasti kehilangan Alex. Selama ini Darren dan Alex mempunyai hu
Alex tidak tinggal diam, ia menyentuh sudut bibirnya yang berdarah, lalu maju membalas serangan Rudy. Kedua pria bertubuh tinggi itu bergulat di lantai, saling membalas pukulan sampai kelelahan.Seorang office boy yang masuk ke ruangan Alex untuk mengambil sampah terkejut. Ia segera berlari ke luar ruangan untuk meminta pertolongan.Tanpa memakan banyak waktu, petugas keamanan dan para karyawan masuk ke ruangan itu. Mereka terkejut melihat CEO perusahaan itu sedang terlibat perkelahian dengan calon kolega perusahaan itu.Alex dan Rudy duduk di lantai dengan nafas terengah-engah. Akibat pertengkaran itu, mereka kelelahan dan menderita beberapa luka ringan di wajah.Alex mengangkat tangannya dan memberi isyarat pada para karyawannya untuk mundur. Ia juga meminta semua karyawan itu keluar dari ruangan rapat itu. Dengan ragu semua karyawan meninggalkan Alex dan Rudy."Alex, apa yang kamu pikirkan tentang kakakku itu gak benar. Intan bukan wanita seperti itu," kata Rudy."Terserah kamu saj
"Bukan itu maksudku, Mbak. Aku melihat Mbak dan Darren bersedih setelah Alex memutuskan hubungan. Aku hanya berusaha memberi penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Aku tahu Alex sangat kecewa mengetahui bahwa Mbak berbohong. Aku hanya memberi tahu dia, apa alasan Mbak melakukannya," jawab Rudy sambil meraba wajahnya yang perih.Intan menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. "Tapi bukan seperti itu caranya, Rud. Aku gak mau terlihat rapuh di depan siapapun. Kamu pasti tahu itu, kan? Aku sudah pernah mengalami hal yang lebih buruk dari ini. Aku pasti bisa melewatinya, karena Intan yang sekarang bukanlah Intan yang dulu.""Maaf, Mbak." Lirih Rudy.Intan mengulurkan tangannya dan meraba wajah Rudy yang lebam."Sepertinya besok ak gak bisa ke kantor. Apa kata orang-orang kalau melihat wajahku seperti ini?" keluhnya."Kamu tenang saja, Rud. Jangan terlalu cemas padaku. Aku bisa menghadapi semua ini, aku yakin Darren juga anak yang tegar dan kuat. Sekarang kamu harus menyiapkan j
"Mas, tolong belikan aku makanan kesukaanku. Kamu tahu, kan? Pizza yang ada di mal tempat kita sering makan siang dulu," kata Silvy manja."Apa?! Kamu kan bisa memesan melalui aplikasi pesan antar makanan itu, aku lelah dan ingin cepat pulang ke rumah," jawab Tommy."Ayolah, Sayang, aku mau kamu yang membelinya. Aku juga mau menitip beberapa barang di supermarket.""Kamu merepotkan sekali! Minta saja asisten rumah tangga kita untuk membelinya!" Tommy mulai kesal."Pokoknya aku mau kamu yang membelinya, Mas! Kamu sudah janji akan memperhatikan aku dan menuruti semua permintaanku, bukan? Kalau aku meminta asisten rumah tangga membelinya, pasti akan semakin lama, Mas. Jalan ke arah mal itu macet jam seperti saat ini. Sedangkan kamu lebih mudah menuju ke mal itu, searah dengan jalan pulang kemari," celoteh Silvy.Tommy hanya bisa mendengus kesal mendengar permintaan istrinya. Ia tadinya ingin cepat pulang dan beristirahat, tetapi ternyata harus tertunda karena permintaan istrinya.'Dasar
"Besok malam ada undangan dari perusahaan Tommy untuk semua koleganya di kota ini. Kakek Nugraha akan datang dalam acara itu," kata Rudy pagi itu."Benarkah? Kakek akan datang dalam acara itu? Aku sangat merindukannya," gumam Intan."Mbak mau datang?""Iya, Rud. Aku ingin bertemu dengan kakek," jawab Intan."Mbak, tahan dirimu! Jangan sampai Mbak terbawa perasaan dan membahayakan rahasia kita lagi. Cukup Alex yang mengetahui rahasia kita. Aku bahkan gak yakin kalau Alex akan bisa menjaga rahasia kita selamanya." Rudy berusaha memperingatkan Intan."Mbak bisa hati-hati dan menjaga jarak dengan kakek, Rud. Mbak cuma mau melihat kakek. Dulu saat Mbak pergi dari rumah Tommy, kakek dalam kondisi sakit parah. Mbak bahkan gak yakin bisa kembali bertemu dengannya. Mbak janji, gak ada orang lain lagi yang akan tahu identitasku ini," kata Intan."Tapi di sana ada Alex dan Tommy, Mbak. Istri Tommy juga pasti akan datang. Menurutku ini terlalu berbahaya untuk kita. Aku saja yang datang untuk mewa
Rudy spontan menatap Intan, ada kepanikan di matanya karena ternyata Kakek Nugraha bisa menduga kalau Caroline sebenarnya adalah Intan. Caroline melihat ke sekelilingnya, beberapa orang yang berdiri di dekat mereka jelas melihat dan mendengar pembicaraan mereka. "Bukan, Kakek salah mengenali orang. Aku Caroline, bukan Intan." Intan mencoba tetap tenang menyembunyikan identitasnya."Itu tidak mungkin, aku jelas mengenal sorot mata dan sentuhan tangan Intan," jawab Kakek Nugraha.Suasana menjadi hening untuk beberapa saat lamanya. Rudy mulai menatap kakaknya dengan panik. Beruntungnya saat itu Tommy tidak berada di dekat mereka dan mendengar semuanya."Kakek mungkin terlalu lelah. Kita istirahat dulu, ya," bisik asisten pribadi kakek."Aku tidak lelah," tolak kakek.Carlo yang melihat situasi menjadi tidak nyaman akhirnya maju mendekati kakeknya."Kek, sebaiknya Kakek istirahat dulu. Percayakan sisa acaranya padaku dan Tommy. Ingat pesan dokter kalau Kakek tidak boleh terlalu lelah," b
"Sudah sadar?" Pertanyaan Rudy membuat Intan mengerjapkan matanya berulang kali. Ia meraba kepalanya yang terasa berat dan pusing."Aku dimana?" tanya Intan dengan parau."Di hotel. Mbak mabuk berat semalam, jadi aku memutuskan untuk membawa Mbak kemari. Aku gak mungkin membawa Mbak pulang dalam keadaan mabuk seperti itu. Ibu dan bapak pasti bingung, apalagi Darren," jawab Rudy sambil meletakkan ponselnya di meja."Ah, maafkan aku. Aku benar-benar gak sadar melakukannya, Rud." Intan baru bisa mendapatkan potongan ingatan dan kesadaran terakhirnya."Kenapa Mbak minum minuman beralkohol? Kita gak pernah menyentuh minuman itu sebelumnya," kata Rudy."Maaf, pikiran Mbak sangat kacau dan kalut. Mbak gak sengaja melakukannya. Entah apa yang ada di pikiranku semalam," jawab Intan."Mbak hampir saja membahayakan kita semua. Apa saja yang Mbak ucapkan saat mabuk? Bagaimana kalau Mbak mengatakan semua rahasia kita?" Intan menundukkan kepalanya, kali ini ia benar-benar merasa bersalah karena k