“Kita mau kemana?”
Rita tidak menjawab pertanyaan Aleya. Ia fokus mendorong kursi roda yang ditempati oleh Aleya menuju basement.
“Gavin ada di sana,” Rita segera melajukan kursi roda ke arah mobil merci hitam.
Wajah Gavin dan Rita terlihat tegang. Rita membantu Aleya masuk ke mobil. Setelah Aleya duduk di kursi belakang, Gavin menyimpan kursi roda di bagasi dan Rita segera masuk ke mobil.
“Bagaimana bisa mereka ada si sini?” tanya Rita kepada Gavin.
Aleya masih kebingungan dengan pertanyaan Rita.
“Sebenarnya apa yang terjadi?”
Aleya menatap Rita lalu Gavin secara bergantian.
“Nyonya Belina dan Tuan Verrel tiba-tiba datang dan melakukan audit di luar jadwal. Informanku bilang kalau ada yang membocorkan keberadaan Nyonya Aleya. Mereka tidak ingin Nyonya Aleya ada di rumah sakit ini.” Gavin menjelaskan sambil mengemudikan mobil sedan hitam menuju rumah Yavid.
Aleya tertegun mendengar jawaban Gavin.
“Mereka benar-benar membenciku, sepertinya mereka ingin melihatku menderita,” ujar Aleya menyandarkan punggungnya ke kursi.
Aleya tidak menyangka jika dirinya akan terus dibuat menderita meskipun sudah tidak lagi menjadi keluarga mereka.
“Kalian mau membawaku ke mana?”
Gavin dan Rita saling beradu tatap, dan terlihat ragu untuk menjawab.
“Pasti ke rumah lelaki angkuh itu, kan?”
Gavin dan Rita bergeming, bahkan menoleh pun tidak.
“Bagus, kini aku terlibat lagi dengan keluarga Leopard. Kalian memang ingin membuatku mati secara perlahan.”
Mendengar ucapan Aleya membuat Rita menoleh.
“Maaf, Nyonya. Tuan Yavid bukan orang jahat. Jika Nyonya sudah mengenalnya lebih dekat, maka pandangan Nyonya kepada Tuan Yavid akan berbeda.”
Rita membela tuannya, diikuti anggukan dari Gavin.
“Maaf, Nyonya. Tadi saya mendengar jika Tuan Verrel menyuruh beberapa orang untuk mencari Nyonya Aleya. Bahkan nanti Nyonya Angela akan datang,” ujar Gavin.
Aleya tidak terkejut mendengar informasi dari Gavin. Ibu tirinya memang paling senang melihat dirinya tertindas.
“Sudahlah, aku tidak ingin mendengar nama mereka.”
Aleya memijat dahinya. Kondisinya belum pulih sejak ia meminum obat depresi berlebihan. Aleya tertidur.
“Rita, kamu sedang apa?” tanya Aleya, suaranya parau sambil membuka kedua matanya secara pelan.
Aleya baru tersadar jika sudah berada di dalam kamar, di rumah Yavid.
“Astaga! Aku sudah di kamar?”
Aleya sudah sadar dari tidurnya.
“Iya, Nyonya. Tuan Yavid menggendong anda ke kamar. Tuan tidak tega membangunkan anda.”
Mendengar penjelasan Rita membuat Aleya terkejut.
“Kamu membela Tuanmu lagi.”
Rita tersenyum sambil membawakan segelas air putih dan dua butir obat untuk Aleya.
“Ini obat yang harus di minum Nyonya.”
Rita menyodorkan gelas dan obat untuk Aleya. Tanpa pikir panjang Aleya meminum obat tersebut. Lalu terdengar suara memelas meminta ampun dari arah luar.
“Bantu aku ke dekat jendela. Aku mau lihat apa yang terjadi.”
Rita memapah Aleya menuju jendela kamarnya. Aleya menyibak gorden putih. Terlihat di teras belakang rumah seorang lelaki yang sedang berlutut dengan luka memar di pipinya menangis memohon ampun.
“Kenapa lelaki itu babak belur?”
Aleya penasaran siapa yang memukul pria malang tersebut.
“Jony, staff rumah sakit Permata yang membocorkan informasi keberadaan Nyonya Aleya ke Nyonya Belina.”
Aleya menatap lelaki tersebut dengan tatapan kesal.
“Kenapa? Apakah dia punya masalah denganku sampai harus mengadukan aku ke Belina?”
Rita menggelengkan kepalanya.
“Jony berharap mendapatkan uang imbalan dari Nyonya Belina. Tapi sebelum menikmati uang tersebut, Tuan Yavid keburu menangkapnya.”
Aleya melihat Yavid dengan brutal memukuli Jony, hingga kemejanya menjadi berantakan. Otot perutnya tersingkkap. Kedua mata Aleya malah menatap bagian tubuh Yavid dan menelan salivanya, tapi kemudian ia tersadar.
“Astaga. Aku memikirkan apa?” hati Aleya gusar.
Tiba-tiba Aleya meminta Rita membawanya bertemu Yavid.
“Antar aku bertemu Yavid. Aku ingin bicara dengannya.”
Rita segera mengambil kursi roda.
“Aku ingin jalan kaki saja.”
Rita terkejut dengan keinginan Aleya.
“Tapi Nyonya, tubuh Anda masih lemas.”
Rita tampak khawatir dengan keadaan Aleya. Namun Aleya bersikeras untuk berjalan kaki tidak mau menggunakan kursi roda.
Wanita muda yang dicengkeram oleh Belina terlihat tidak gentar dan malah balik menyerangnya dengan mengarahkan tangan kanannya ke leher Belina.“Aku tidak akan tinggal diam, kamu yang memulai.” Tatapan Aleya begitu tajam, sehingga menghadirkan rasa takut di hati Belina untuk pertama kalinya.Semakin Belina melawan, Aleya malah memperkuat cengkeraman tangannya di leher mantan mertuanya tersebut.Belina terlihat sesak, cengkeraman tangannya juga mulai melonggar.“Nyonya, lepaskan. Nyonya besar bisa meninggal,” ujar Rita yang khawatir dengan keselamatan Belina.“Nyonya!” teriak Rita yang mulai putus asa, melihat Belina semakin lemas. Ketika para penjaga akan membantu, Aleya melepaskan cengkeramannya. Tubuh Belina terkulai lemas di lantai.“Uhuk...uhuk...” Belina terbatuk-batuk karena saluran napasnya sempat terhambat oleh cengkeraman tangan Aleya.Belina ingin berteriak, tapi suaranya tercekat.“Bagaimana rasanya hampir mati? Bukankah kamu menikmatinya?” tanya Aleya sambil mengukir senyu
“Nyonya, kenapa Anda mengacuhkan Olivia? Dia berteriak terus.”Rita terlihat cemas dengan sikap Aleya yang terkesan hanya mengambil informasi darinya tanpa memenuhi janjinya.“Kalau dia capek nanti berhenti sendiri. Biarkan saja,” sahut Aleya tanpa menghentikan langkahnya.“Tapi keluarganya ...” belum juga menyelesaikan kalimatnya, Rita di buat terkejut ketika Aleya menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.“Aku sudah atur mengenai perlindungan keluarga Olivia. Bahkan sebelum bicara dengannya, aku sudah memindahkan keluarganya ke tempat yang aman.” Aleya menjelaskan tanpa menoleh.Mendengar penjelasan dari Aleya, membuat Rita bernapas lega. “Syukurlah. Aku yakin pikiran Olivia tidak akan tenang dengan ancaman dari orang yang menjadi dalang semua ini.”Aleya membalikkan badannya, sekarang dia berhadapan dengan Rita.“Aku lapar, kita mampir ke restoran dulu ya.” Aleya tersenyum, tapi Rita cemberut.“Iya, tapi tidak perlu ngagetin begitu, kan?” Rita sadar jika majikannya tersebut sedang
“Nyonya, aku mendapatkan laporan dari anak buahku di banker.”Gavin menghampiri Aleya untuk memberitahu informasi yang diterimanya dari anak buahnya.“Apa informasinya?” Aleya penasaran dengan informasi yang maksud.“Olivia terpaksa melakukan perintah dari seseorang, karena jika tidak melakukan perintahnya, maka keluarganya akan celaka.”Gavin menjelaskan informasi yang didapatnya dengan wajah serius.“Siapa orang yang memerintahnya?” Aleya semakin penasaran.“Olivia tidak mengenal wanita ini, karena waktu bertemu wajahnya tertutup hoodie.”“Bagaimana dia tahu kalau wanita itu bisa mencelakai keluarganya kalau tidak tahu siapa wanita itu,” Aleya mulai kesal dengan informasi dari Olivia yang hampir membuat rumah tangganya dengan Yavid menjadi hancur.Gavin menghela napas panjang, “Adik kandungnya yang baru pulang sekolah dipukuli oleh orang yang tidak dikenal dan wanita itu mengaku jika pemukul itu adalah orang suruhannya. Sebenarnya Olivia pernah menolak perintah wanita itu, makanya t
“Ja-jadi semua efek yang kamu rasakan ini karena obat perangsang?”Tanya Aleya di tengah desahan yang terus keluar dari mulutnya ketika kecupan Yavid yang membuatnya ikut terangsang. Yavid hanya mengangguk dan terus menyentuh area sensitif Aleya yang terus membuatnya mendesah.Sedangkan Agus berusaha tetap konsentrasi mengemudi dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke rumah. Sesampainya di rumah, Agus segera membukakan pintu mobil dan berdiri menundukkan wajahnya.Yavid yang sudah membuka jas dan sebagian kancing kemejanya, keluar dari mobil sambil menggendong Aleya. Keduanya saling berpagutan bibir tanpa menghiraukan keadaan sekitar.“Sayang, tahan dulu,” ujar Aleya yang berhasil melepaskan kecupan suaminya tersebut.Namun, hasrat Yavid tidak terbendung lagi. Ia kembali mengecup bibir istrinya tersebut sambil menuju ke kamarnya.Bahkan Wanda yang berdiri dan berniat menanyakan keadaan majikannya dibuat mematung. Kedua majikannya melewatinya begitu saja, seolah dirinya tidak terli
“Tuan, saya berhasil menangkap wanita ini.”Rita masuk sambil membawa wanita yang bernama Juni dengan tangan yang di ikat oleh syal yang sebelumnya di gunakan oleh Rita di lehernya.Semua orang menoleh ke arah Rita dan wanita yang ditangkapnya. Dari kartu nama yang menggantung di lehernya, wanita tersebut bernama Juni.“Siapa yang menyuruh kamu?” tanya Yavid dengan suara yang menggelegar, membuat semua orang yang ada di sana ketakutan, termasuk Aleya.Namun, bukannya menjawab, Juni malah berteriak histeris lalu menangis. Bahkan Rita yang sedari tadi memeganginya kewalahan karena tubuhnya terus meronta dan teriakannya membuat situasi jadi menegangkan. Hingga akhirnya Rita memberikan bogem mentah ke wajah Juni hingga wanita muda itu pingsan.“Rita, kenapa kamu membuat dia jadi pingsan?” tanya Yavid yang semakin kesal.“Ma-maaf, Tuan. Jika mengamuk seperti ini terus, percuma saja kita interogasi. Malah teriakannya akan membuat semua pegawai menjadi panik.”Rita menjelaskan tindakannya t
“Yavid ada di mana sekarang? kita harus segera menemuinya.”Aleya terlihat panik ketika bertanya kepada Gavin. Bukan hanya Aleya yang panik, Rita juga ikut mencari wanita yang ia lihat di toilet lobby.“Tuan ada di ruang Seroja, beliau ada jadwal bertemu dengan seorang yang ingin bergabung dengan perusahaan Leopard.”Gavin menjawab pertanyaan dari Aleya, lalu ia menyimpan tumpukan dokumen di atas meja resepsionis, kemudian kembali bertanya kepada Aleya dan Rita.“Ada apa?”“Tadi aku mendengar seorang wanita sedang merencanakan memberikan minuman yang sudah dicampur obat kepada seseorang di ruang seroja,” jawab Aleya.Mendengar jawaban majikannya, Gavin seketika membulatkan kedua matanya.“Astaga, Tuan,” ujarnya, kemudian ia berlari ke ruang seroja.“Kalian berdua ikut aku!” Aleya menunjuk kedua penjaga untuk ikut dengannya.Aleya dan Rita mengikuti langkah Gavin, kedua penjaga ikut berlari di belakang Aleya.Gavin langsung membuka pintu ruang seroja, hal tersebut membuat Yavid dan seo