Pagi hari yang cerah menyambut Audrey dan anak-anak panti dengan sinar matahari yang hangat. Namun, suasana di panti asuhan terasa sedikit berbeda dari biasanya. Audrey dan anak-anak lainnya mengerutkan kening heran saat melihat para wanita paruh baya—ibu, nenek, dan pengurus panti—sibuk memasak makanan dan membersihkan seluruh area panti.
“Ada apa, ya? Kenapa semua pada sibuk banget pagi-pagi begini?” tanya Audrey sambil melirik ke arah dapur dan area panti yang tampak lebih sibuk dari biasanya. Beberapa anak panti lainnya tampak penasaran dan kebingungan, saling bertanya satu sama lain. Meskipun suasana pagi yang cerah dan biasa saja, aktivitas yang tidak biasa ini menimbulkan rasa ingin tahu di antara mereka. Nenek Sri, yang melihat Audrey berdiri di dekat dapur dengan tatapan heran, segera menghampirinya dan memanggilnya. "Nak Audi, nenek minta tolong belikan santan dan beberapa bahan lainnya, ya? Lebih cepat, ya, nak. Hati-hati jalannya." Ujar Nenek Sri sambil menyerahkan kertas belanja dan beberapa lembar uang. Audrey mengangguk dan menerima kertas serta uang tersebut. Dengan cepat, ia menoleh kepada Salsa yang masih berdiri di sampingnya. "Salsa, ayo bantu Kakak belanja. Kita harus segera kembali." Salsa mengangguk dan mengikuti Audrey. Mereka berdua segera meninggalkan panti asuhan untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan, dengan Salsa membantu membawa barang-barang belanjaan yang mereka ambil nanti. Setelah beberapa jam berbelanja, Audrey dan Salsa akhirnya kembali ke panti dengan membawa banyak barang. Karena barang belanjaan mereka terlalu banyak, keduanya memutuskan untuk memesan taksi online daripada naik angkutan umum. Sesampainya di panti, Salsa menghela napas berat dan segera membaringkan tubuhnya di sofa kecil di ruang tamu. “Kakak, ayo kita tidur. Sasa capek banget!” keluh Salsa sambil memejamkan mata, merasa kelelahan setelah seharian berbelanja. Audrey terkekeh mendengar keluhan adiknya. "Kita harus bantu yang lain dulu, Salsa. Ayo, kita bagian membersihkan halaman depan. Di sana banyak daun yang berjatuhan." ucap Audrey sambil menggulung lengan bajunya. Mata Salsa melebar. "Loh, Kak! Sasa beneran capek, loh." keluhnya lagi, meski tetap beranjak dari sofa dan mengikuti langkah kakaknya dengan sedikit enggan. Di bawah terik matahari yang menyengat, Audrey dan Salsa sibuk menyapu halaman depan panti. Keringat bercucuran di wajah mereka, tapi tak satu pun dari mereka mengeluh. Salsa akhirnya menyerah dan duduk di atas tanah tanpa peduli pada bajunya yang kotor, sementara Audrey terus bekerja. Setelah beberapa menit kemudian, latat iru terlihat lebih bersih juga lebih sejuk dengan hawa panas yang semakin terasa. “Ini, minumnya pelan-pelan aja.” kata Audrey sambil menyerahkan segelas es teh dingin kepada Salsa. Gadis itu menerima minuman tersebut dengan senyum lebar dan segera meneguknya. Rasanya begitu menyegarkan di tengah cuaca panas. Setelah meminum separuh es tehnya, Salsa menatap Audrey dengan penuh rasa ingin tahu. "Emang siapa sih, Kak, tamu yang akan datang? Kayaknya yang datang itu kayak pemilik panti aja." celetuknya sambil mengerutkan dahi, penasaran dengan persiapan besar-besaran yang dilakukan di panti hari itu. Audrey tersenyum tipis dan menggelengkan kepala, "Kakak juga belum tahu pasti. Tapi Bunda bilang tamunya penting, jadi kita harus pastikan semuanya bersih dan rapi." Audrey menatap halaman yang mulai tampak lebih rapi, meski lelah mulai terasa di kakinya. Tiba-tiba, terlihat Ibu Ningsih datang datang dari dalam panti tergopoh-gopoh menghampiri mereka. “Ayo, kalian cepat mandi dan ganti pakaian. Tamunya akan segera sampai.” Ujarnya sambil menarik pelan bahu Audrey dan Salsa secara bersamaan. Salsa merengut kecil. “Aduh, iya Bu. Ini kita masuk kok.” Gerutunya dengan nada bercanda sambil menarik tangan Audrey menuju kamar mereka. Sambil menatap cermin besar setelah membersihkan diri, Salsa mendengus, “Awas aja ya, Kak, kalau tamunya gak penting. Capek-capek cuma buat ini!” sembur Salsa dengan nada setengah bercanda. Audrey tertawa pelan sambil menyisir rambutnya. “Idih, kayak kamu berani aja ngomong begitu ke Ibu.” Balas Audrey, masih dengan senyuman di wajahnya. Salsa tiba-tiba berseru. “Eh, Kak! Rambutnya digerai aja, jangan diikat.” Audrey mengerutkan kening, ragu sejenak. “Tapi panas loh, Sa. Nanti juga pasti gerah.” Jawabnya sambil menatap Salsa melalui pantulan cermin kecil di depan mereka. Salsa menggeleng dengan penuh semangat, “Biarin, Kak! Biar kelihatan lebih cantik. Siapa tahu tamunya penting banget!” ujar Salsa sambil tersenyum penuh harapan, meski Audrey hanya tersenyum geli mendengarnya. Audrey tampak berpikir sejenak sebelum mengiyakan, "Hmm, gimana ya... yaudah deh, untuk hari ini aja." Katanya akhirnya, membuat Salsa terlihat begitu bahagia karena keinginannya dituruti oleh sang kakak. “Eh, ayo Kak! Sepertinya tamunya sudah tiba.” Ajak Salsa dengan penuh semangat saat mendengar suara mesin mobil berhenti di depan panti. Audrey yang ditarik oleh Salsa hanya bisa pasrah, menggeleng sambil tersenyum melihat tingkah laku adiknya yang masih seperti anak kecil. Sesampainya di ruang tamu, suasana terlihat ramai. Anak-anak panti memegang hadiah dari tamu mereka dengan wajah ceria. "Ayo, anak-anak, yang sudah mendapat hadiah segera ke halaman belakang, ya!" Seru Ibu Ningsih sambil menggiring anak-anak keluar dari ruang tamu. Audrey dan Salsa pun berniat mengikuti jejak anak-anak lainnya, namun langkah mereka terhenti saat Bunda panti memanggil Audrey. Audrey tersenyum kecil kepada adiknya, "Sasa duluan aja, nanti Kakak akan menyusul." Ucapnya dengan lembut, meskipun Salsa tampak keberatan. "Baiklah." jawab Salsa akhirnya, meski dengan nada sedikit pasrah agar tidak membuat kegaduhan di depan tamu mereka. Setelah memastikan Salsa sudah keluar dari ruang tamu, Audrey segera mendekati Bunda panti. "Ada apa, Bunda?" Bisik Audrey pelan, penuh rasa penasaran. Bunda panti hanya tersenyum lembut dan menarik tangan Audrey pelan, memintanya untuk duduk di sampingnya. "Audrey, ini ada pemilik panti asuhan ini. Ini Tuan Peter dan Nyonya Maudy, mereka merupakan pemilik dari panti asuhan ini." jelas bunda panti singkat. Audrey segera mengulas senyum mulai memperkenalkan dirinya pada pasangan paruh baya itu. "Saya Audrey, umur 18 tahun. Tuan, nyonya." Sapa gadis itu dengan membungkukkan badannya menatap keduanya. Bunda panti segera berucap saat tatapan Tuan Peter terarah padanya. "Ah iya, yang kemarin bunda ingin membicarakan sesuatu. Kamu akan dinikahkan dengan pemilik panti asuhan ini, Putra pertama mereka." Audrey terdiam sejenak mendengar perkataan Bunda panti. Senyum yang tadi tergambar di wajahnya perlahan memudar. Ia menatap pasangan paruh baya, Tuan Peter dan Nyonya Maudy, yang kini memperhatikan dirinya dengan ramah, seolah menunggu respons. Kata-kata Bunda panti tadi masih berputar di benaknya, terasa begitu tiba-tiba dan mengagetkan. “Kamu akan dinikahkan dengan putra pertama mereka.” BersambungNick masih berada di Inggris, sibuk menyelidiki siapa dalang di balik penyerangan terhadap Elang. Setelah beberapa hari menelusuri jejak, dia akhirnya mendapat petunjuk yang signifikan. Sambil menatap layar komputer di depannya, dia mengangkat telepon dan menekan nomor Elang."Saya sudah menemukan di mana mereka, Tuan," lapor Nick dengan nada tegas.Elang, yang sedang duduk di ruang kerjanya di Indonesia, mendengarkan sambil menatap dokumen di tangannya. Ia berdehem, namun tidak segera menanggapi.“Baik,” jawab Elang singkat. Tanpa memperpanjang percakapan, dia mematikan sambungan telepon dan kembali mencoba fokus pada dokumen yang perlu diselesaikannya. Tapi pikirannya terus saja berputar soal tato yang dilihatnya pada penyerangnya beberapa hari lalu. Hal itu terasa mengganggu, seolah ada potongan puzzle yang hilang dalam ingatannya.Elang menundukkan kepala, bergumam pada dirinya sendiri, "Tidak, El... Itu tidak mungkin benar." Frustrasi mu
Keesokan harinya, Audrey merasa canggung untuk bertemu dengan Elang. Insiden semalam masih membekas di benaknya, dan dia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Agar tidak harus berhadapan dengan Elang, Audrey memutuskan untuk turun ke meja makan terlambat. Ketika ia akhirnya sampai di ruang makan, ia disambut oleh Grett yang memberi kabar. "Tuan Elang memutuskan untuk sarapan di kamarnya, Nyonya," kata Grett dengan sopan. Audrey menghela napas lega mendengar itu. Ia merasa terhindar dari percakapan yang mungkin canggung dan tidak menyenangkan. "Baiklah, terima kasih Grett," jawabnya singkat, berusaha menyembunyikan perasaan lega yang kini melandanya. Setelah sarapan, Audrey segera berangkat ke sekolah bersama Mia. Di sepanjang perjalanan, Mia tidak banyak berbicara, membiarkan Audrey berkutat dengan pikirannya sendiri. Ketika sampai di sekolah, Audrey terlihat lebih tenang, setidaknya untuk sementara. Dia merasa lebih nyaman kare
Nick duduk di kursi depan meja Elang, berusaha keras menahan keingintahuannya. Ia selalu patuh pada Elang, tetapi kali ini, rasa ingin tahunya mendominasi. Kenapa Elang membiarkan kedua pria yang menyerangnya pergi begitu saja? Pikirannya berkecamuk, tetapi ia tahu bahwa menanyakan terlalu banyak hal pada Elang sering kali tidak membuahkan hasil. Elang adalah tipe orang yang menjaga banyak rahasia.Elang, yang tengah memeriksa dokumen di meja kerjanya, sepertinya menyadari Nick sedang memendam sesuatu. Tanpa mengangkat pandangan dari berkas di tangannya, ia berbicara dengan nada tenang namun tajam."Tanyakan saja, Nick. Kalau ada yang ingin kau tanyakan."Nick terkejut. Elang memang selalu bisa membaca suasana hati orang di sekitarnya. Ia menggelengkan kepala, tapi akhirnya memutuskan untuk jujur."Aku hanya merasa heran, Tuan. Kenapa Anda membebaskan mereka?" Nick bertanya dengan suara rendah, mencoba meredam rasa penasarannya.Elan
Pagi itu, Audrey bangun lebih awal dari biasanya, Biasanya, dia suka tidur sedikit lebih lama dan menikmati momen-momen tenang sebelum beraktivitas, tetapi kali ini, dia ingin bertemu dengan Elang sebelum suaminya pergi bekerja, Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, terutama tentang sikap Elang yang belakangan ini berubah dingin, la berharap bisa berbicara, meluruskan kesalahpahaman, dan mencari solusi bersama,Setelah cepat-cepat merapikan diri, Audrey melangkah ke ruang makan dengan penuh harap, Namun, sesampainya di sana, Grett sudah menunggunya dengan raut wajah yang agak muram,"Maaf, Nyonya," Grett berkata dengan lembut, Tuan Elang berangkat ke luar negeri tadi malam, Beliau sekarang sudah berada di Inggris."Audrey terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Grett, Ke Inggris?" tanyanya, suaranya terdengar serak dan pelan, Kecewa, tentu saja, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya,Benar, Nyonya, Tuan pergi mendadak untuk urusan
Pagi itu, Audrey bangun dengan perasaan resah. Sikap Elang yang aneh sejak kemarin terus membebani pikirannya. Ia tahu bahwa sesuatu tidak beres, tapi Elang tidak memberinya kesempatan untuk bertanya atau bahkan berdiskusi. Audrey memutuskan bahwa pagi ini, saat sarapan, dia akan mencoba bertanya pada Elang tentang sikapnya yang tiba-tiba dingin.Saat Audrey turun menuruni tangga menuju ruang makan, dia melihat Elang sudah duduk di meja, menyantap sarapannya. Ini membuatnya bingung. Audrey melihat ke jam di pergelangan tangannya—masih pukul enam kurang. Elang biasanya sarapan bersamanya setelah jam enam."Kenapa Kak Elang sarapan duluan? Tumben sekali," gumam Audrey, heran.Mia yang sudah menunggu Audrey di ujung tangga menghampirinya. "Mia, apakah Kak Elang terburu-buru hari ini?" tanya Audrey, berharap ada penjelasan dari Mia.Mia menggeleng, tampak bingung. "Saya tidak tahu, Nyonya. Beliau tidak mengatakan apa-apa."Audrey mengang
Audrey menghela napas panjang, menatap tumpukan buku dan catatan yang berserakan di meja. Pagi ini dia benar-benar tenggelam dalam pelajaran di sekolah. Setelah bel istirahat kedua berbunyi, belum ada waktu untuk bersantai. Bahkan sepulang sekolah pun dia masih harus bekerja kelompok di rumah Dea. Ia benar-benar tenggelam dalam kesibukan hingga lupa mengabari Elang. Yang dia ingat, ia hanya menyuruh Mia untuk mengabari Nick, berharap informasi itu sampai pada Elang. Tapi sepertinya ia terlalu sibuk untuk peduli lebih jauh.Di rumah Dea. Audrey, Mia, Dini, dan Dea bekerja dengan serius. Tugas kelompok yang diberikan guru sangatlah rumit, dan mereka berempat harus berkolaborasi agar bisa menyelesaikannya dengan baik. Waktu sudah sore ketika Audrey akhirnya merasa sedikit lelah. Ia pun berinisiatif untuk membeli es krim keliling yang lewat di depan rumah Dea.“Aku keluar dulu ya, mau beli es krim,” ucap Audrey sambil berjalan keluar rumah Dea seorang diri.