Ketika asyik berbincang, kedatangan Elang tiba-tiba membuat Salsa merasa terkejut bangkit dari posisi rebahannya. Salsa masih merasa canggung untuk berbincang dengan suami kakaknya itu.
"Bunda dan ibu sudah memberi izin, apakah Salsa juga sudah kamu beritahu?" tanya Elang dengan lembut duduk disamping Audrey.Kini posisi Audrey berada ditengah-tengah antara Elang dan Salsa.Salsa yang mendengar itu mengulas senyum. "Kak Audi sudah memberitahu Sasa kok kak. Sasa juga ingin ikut, terima kasih keluarga kak Elang sudah mengajak Sasa untuk ikut." ujar Salsa tulus mengulas senyum manis, ternyata Elang sangat ramah. Berbeda dengan pandangannya.Elang tersenyum. "Syukurlah jika sudah, tentu saja Salsa. Terlalu dini untuk kamu berterima kasih."Elang lalu menatap Audrey, "Sepertinya kita harus kembali, by. Hari mulai petang." ujarnya menatap AudreyAudrey menganggu, benar sekarang sudah sore hari. "Kakak pulang dulu, Sa. Besok kakak akanDi ruangan yang gelap, Elang duduk dengan sikap tenang dan dingin. Hanya cahaya redup dari lampu di sudut ruangan yang memperlihatkan sosok dua pria yang terikat di kursi di hadapannya. Tubuh mereka penuh luka, hasil kerja Nick dan anak buahnya. Elang menatap mereka tanpa belas kasihan, rokok di tangan kirinya hampir habis tersulut.“Katakan siapa tuan kalian,” ucap Elang dengan suara rendah, namun tegas. Matanya tajam menelusuri setiap gerakan dari dua pria di depannya. “Aku mengenali tato yang ada di belakang telinga kalian,” tambahnya, suaranya penuh ancaman.Salah satu pria yang terikat terkekeh, meski darah mengalir dari sudut bibirnya. "Siapa yang tidak mengenal tato kami?" ucapnya dengan angkuh. Matanya menantang Elang, seolah tak takut meskipun tubuhnya sudah remuk.Elang tersenyum sinis. “Bagaimana jika aku melihat tato itu pada seorang gadis? Rambutnya pirang gelombang, matanya cokelat...” Mendengar deskripsi Elang, pria itu tiba-tiba m
Pagi itu, Elang berdiri di balkon kamarnya, menyesap rokok dengan rakus. Mata tajamnya menatap taman di bawah, bunga-bunga mulai bermekaran, membawa kilasan kenangan saat ia dan Audrey pernah berjalan-jalan di sana. Senyum kecil menghiasi wajahnya, namun kebahagiaan itu terputus oleh dering telepon yang tiba-tiba membuyarkan lamunan.Elang mengambil ponselnya dan melihat nama Nick tertera di layar. Tanpa pikir panjang, ia menjawab.“Halo, Tuan. Saya berhasil menangkap mereka,” lapor Nick dengan suara tegas dari Inggris.Elang menyesap rokoknya lagi sebelum menjawab. “Tidak perlu, Nick. Biar aku yang menginterogasi mereka secara langsung. Kau cukup jaga mereka sampai aku datang,” balas Elang dengan tenang, namun tegas. Tanpa menunggu balasan, ia menutup telepon.Di seberang, Nick yang mendengar instruksi itu mendecak pelan. “Loh? Tuan akan datang sendiri menginterogasi mereka? Apa sepenting itu hingga dia ingin turun tangan sendiri?” gumamnya denga
Nick masih berada di Inggris, sibuk menyelidiki siapa dalang di balik penyerangan terhadap Elang. Setelah beberapa hari menelusuri jejak, dia akhirnya mendapat petunjuk yang signifikan. Sambil menatap layar komputer di depannya, dia mengangkat telepon dan menekan nomor Elang."Saya sudah menemukan di mana mereka, Tuan," lapor Nick dengan nada tegas.Elang, yang sedang duduk di ruang kerjanya di Indonesia, mendengarkan sambil menatap dokumen di tangannya. Ia berdehem, namun tidak segera menanggapi.“Baik,” jawab Elang singkat. Tanpa memperpanjang percakapan, dia mematikan sambungan telepon dan kembali mencoba fokus pada dokumen yang perlu diselesaikannya. Tapi pikirannya terus saja berputar soal tato yang dilihatnya pada penyerangnya beberapa hari lalu. Hal itu terasa mengganggu, seolah ada potongan puzzle yang hilang dalam ingatannya.Elang menundukkan kepala, bergumam pada dirinya sendiri, "Tidak, El... Itu tidak mungkin benar." Frustrasi mu
Keesokan harinya, Audrey merasa canggung untuk bertemu dengan Elang. Insiden semalam masih membekas di benaknya, dan dia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Agar tidak harus berhadapan dengan Elang, Audrey memutuskan untuk turun ke meja makan terlambat. Ketika ia akhirnya sampai di ruang makan, ia disambut oleh Grett yang memberi kabar. "Tuan Elang memutuskan untuk sarapan di kamarnya, Nyonya," kata Grett dengan sopan. Audrey menghela napas lega mendengar itu. Ia merasa terhindar dari percakapan yang mungkin canggung dan tidak menyenangkan. "Baiklah, terima kasih Grett," jawabnya singkat, berusaha menyembunyikan perasaan lega yang kini melandanya. Setelah sarapan, Audrey segera berangkat ke sekolah bersama Mia. Di sepanjang perjalanan, Mia tidak banyak berbicara, membiarkan Audrey berkutat dengan pikirannya sendiri. Ketika sampai di sekolah, Audrey terlihat lebih tenang, setidaknya untuk sementara. Dia merasa lebih nyaman kare
Nick duduk di kursi depan meja Elang, berusaha keras menahan keingintahuannya. Ia selalu patuh pada Elang, tetapi kali ini, rasa ingin tahunya mendominasi. Kenapa Elang membiarkan kedua pria yang menyerangnya pergi begitu saja? Pikirannya berkecamuk, tetapi ia tahu bahwa menanyakan terlalu banyak hal pada Elang sering kali tidak membuahkan hasil. Elang adalah tipe orang yang menjaga banyak rahasia.Elang, yang tengah memeriksa dokumen di meja kerjanya, sepertinya menyadari Nick sedang memendam sesuatu. Tanpa mengangkat pandangan dari berkas di tangannya, ia berbicara dengan nada tenang namun tajam."Tanyakan saja, Nick. Kalau ada yang ingin kau tanyakan."Nick terkejut. Elang memang selalu bisa membaca suasana hati orang di sekitarnya. Ia menggelengkan kepala, tapi akhirnya memutuskan untuk jujur."Aku hanya merasa heran, Tuan. Kenapa Anda membebaskan mereka?" Nick bertanya dengan suara rendah, mencoba meredam rasa penasarannya.Elan
Pagi itu, Audrey bangun lebih awal dari biasanya, Biasanya, dia suka tidur sedikit lebih lama dan menikmati momen-momen tenang sebelum beraktivitas, tetapi kali ini, dia ingin bertemu dengan Elang sebelum suaminya pergi bekerja, Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, terutama tentang sikap Elang yang belakangan ini berubah dingin, la berharap bisa berbicara, meluruskan kesalahpahaman, dan mencari solusi bersama,Setelah cepat-cepat merapikan diri, Audrey melangkah ke ruang makan dengan penuh harap, Namun, sesampainya di sana, Grett sudah menunggunya dengan raut wajah yang agak muram,"Maaf, Nyonya," Grett berkata dengan lembut, Tuan Elang berangkat ke luar negeri tadi malam, Beliau sekarang sudah berada di Inggris."Audrey terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Grett, Ke Inggris?" tanyanya, suaranya terdengar serak dan pelan, Kecewa, tentu saja, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya,Benar, Nyonya, Tuan pergi mendadak untuk urusan