Share

BAB 3. Dirinya Yang Sebenarnya

Author: M.Ra
last update Last Updated: 2024-08-02 14:35:26

     "Seharusnya aku yang tanya ke kamu! Selama ini kamu anggap aku apa?" Yaslin menatap wajah Tarun dengan tatapan tajam.

     Tarun tentu saja bingung mendengar pertanyaan dari Yaslin. Dia tidak mengerti apa yang Yaslin maksud. Selama ini dirinya sudah berusaha keras menjadi suami yang baik. Tapi mengapa Yaslin malah menanyakan hal seperti itu, tanyanya di dalam hati.

     "Cepat kamu keluar dari rumah ini! Aku gak mau melihat kamu lagi!" ucap Yaslin dengan tegas sambil merangkul David yang babak belur. 

     Tanpa memberikan Tarun kesempatan untuk berucap, ibu mertuanya langsung menarik lengannya dan menyeretnya ke luar rumah. 

     "Mending sekarang kamu pergi saja dari rumah ini! Saya sudah tidak sudi melihat wajahmu lagi!" ucap Riyeti dengan keras sambil mendorong Tarun ke luar rumah. 

     Tarun benar-benar tidak menyangka ibu mertuanya akan memperlakukannya seperti itu. Mengusirnya dari rumah, padahal Yaslin yang baru saja melakukan kesalahan. Ia benar-benar tidak mengerti dengan situasi itu.

     "Cepat pergi, dan jangan kembali lagi!" Riyeti langsung menutup pintu dengan cepat, meninggalkan Tarun di luar rumah. 

     Tarun terus menggedor-gedoran pintu rumah yang sudah dikunci dari dalam oleh Riyeti. Berusaha meminta kejelasan atas semua yang terjadi. Air matanya bercucuran deras. Tangisannya tak tertahan. 

     "Cepat buka pintunya! Kenapa kamu lakukan itu Yaslin? Aku masih cinta sama kamu! Aku gak mau kehilangan kamu!" ucap Tarun dengan keras sambil menangis sesenggukan. Tangannya masih saja menggedor-gedor pintu berharap segera dibukakan. 

     Dengan perasaan yang campur aduk, akhirnya Tarun pergi dari sana. Meninggalkan Yaslin dan ibu mertuanya bersama pria yang tidak jelas asal usulnya itu. Hatinya benar-benar kecewa dengan perlakuan istri dan ibu mertuanya. Ia tak menyangka kalau dirinya akan diperlakukan seperti itu. Seolah sudah tidak ada tempat lagi untuknya di rumah itu. 

     Di dekat pangkalan ojek, Tarun menelepon seseorang. Memintanya untuk cepat menjemput dirinya. 

     [Tinggalkan saja warung kopi itu, dan segera jemput aku!"] ucap Tarun pada orang yang diteleponnya.

     Dari kejauhan terlihat beberapa tukang ojek sedang memperhatikan Tarun sambil menunjuk-nunjuknya. Tak lama, salah seorang tukang ojek datang menghampirinya.

     "Bapak mau naik ojek saya? Kebetulan saya belum dapat pelanggan dari pagi. Istri saja juga pasti berharap saya pulang bawa duit segepok," ucap si tukang ojek dengan malu-malu sambil menggosok-gosokan kedua telapak tangannya. 

     Tarun tak memedulikan ucap tukang ojek itu. Dia berusaha keras untuk menjaga emosinya, agar tidak melepaskan pukulan ke tukang ojek itu. 

     Tak lama menunggu, sebuah mobil sedan berwarna hitam datang dan berhenti tepat di depan Tarun. Seorang pria berjas hitam keluar dari dalam dan membukakan pintu, mempersilahkan Tarun untuk masuk ke dalam mobil. Tanpa basa basi, Tarun langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkan tukang ojek yang masih berada di dekatnya. 

     "Rizal, kasih orang itu uang," ucap Tarun yang sudah berada di dalam mobil pada pria berjas hitam yang merupakan orang yang sama yang sebelumnya menjaga warung kopi, sambil menunjuk tukang ojek yang masih memperhatikannya. 

     

     *****

     Sekitar setengah jam perjalanan, mobil yang ditumpangi Tarun akhirnya berhenti di depan gerbang sebuah rumah megah yang berada di komplek perumahan elit. Tak lama, seorang satpam membukakan gerbang rumah, mempersilakan mobil yang ditumpangi Tarun untuk masuk. 

     Mobil hitam itu akhirnya kembali berhenti tepat di depan rumah megah itu. Rumah bernuansa futuristik dengan pohon-pohon besar yang mengelilinginya. Berbeda dari rumah-rumah lain di komplek itu, rumah itu benar-benar lebih megah dan mewah dengan halaman yang cukup luas. 

     Tarun turun dari mobil hitam itu setelah dibukakan pintu oleh Rizal, pria berjas hitam sebelumnya. Dengan langkah cepat Tarun menaiki beberapa anak tangga untuk bisa masuk ke dalam ruang itu. 

     Di dalam, Tarun di sambut oleh beberapa pelayan. Mereka semua berbaris dan menunduk hormat.

     "Biarkan aku sendiri!" ucap Tarun mengisyaratkan para pelayan itu untuk pergi. 

     Ia duduk di di atas sofa sambil membuang napas. Rizal yang juga berada di sana, memberanikan diri untuk bertanya pada Tarun.

     "A–apa yang terjadi, Run?" dengan sedikit gugup Rizal mengajukan pertanyaan. 

     "Tega, Zal! Dia tega banget, Zal! Dia bawa cowok lain ke kamar. Gak habis pikir aku sama dia!" jawab Tarun sambil berlinangan air mata. 

     Rizal hanya bisa terdiam mendengarnya. Merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. 

     "Mereka bilang mereka mau nikah, Zal. Aku dilupain gitu aja, Zal! Aku dilupain gitu aja!" Tangisan Tarun kembali pecah. Dia begitu tersedu-sedu, menggambarkan kepedihan yang sedang rasakannya. 

     Tak lama, Tarun langsung menggosok air matanya. Dia berusaha keras menghentikan tangisannya. Dia kemudian bangun dari duduknya dan menghadap ke arah Rizal. 

     "Kalau memang itu cara mainnya, cara mainku bakal lebih kejam dari itu!" Tarun langsung pergi menuju Lift, meninggalkan Rizal sendirian di sana.

     Pagi harinya, Tarun bersiap-siap untuk pergi ke kantornya, dengan mengenakan setelan jas abu-abu dan kacamata hitam. Dia masuk ke garasi memperhatikan setiap mobil yang ada di sana, memilih untuk memakai salah satunya. Pada akhirnya, pilihannya jatuh pada mobil Sport berwarna Silver. Mobil dua pintu yang hanya memiliki dua kursi. 

     Tarun sampai di depan gerbang komplek gedung-gedung pencakar langit, tempat yang sama seperti yang kemarin ia datangi. Ada sekitar 5 gedung di dalamnya. Dan yang paling tinggi berada di tengah, di antara empat gedung lainnya. Di gedung yang paling tinggi terdapat logo perusahaan dengan tulisan TODarma Company di sampingnya. 

     Tarun mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung yang paling tinggi. Saat baru saja membuka pintu kaca, pintu masuk gedung itu, para petugas di dalam langsung berbaris menunduk hormat. 

     "Sudahlah, tidak usah lakukan itu," ucap Tarun sambil berjalan menuju Lift. 

     Sesampainya di lantai dua puluh dari total empat puluh lima lantai, Tarun langsung masuk ke dalam ruang kerjanya. Ruangan seluas lapangan basket dengan meja kerja yang cukup besar. Ia duduk di kursinya sambil mengambil beberapa berkas yang sudah ada di atas mejanya. 

     Tarun merupakan petinggi perusahaan TODarma Company. Perusahaan swasta yang memproduksi berbagai macam pakaian dari berbagai merek. Beberapa merek pakaian terkenal lahir dari perusahaan itu. Contohnya seperti merek Gengci, Bagenciala, dan masih banyak lagi. Kesusksesan itu ia dapat berkat warisan dari orang tuanya yang sudah tiada. 

     "Pak, ini daftar para pegawai yang baru masuk bekerja, mengambil cuti dan keluar dari perusahaan ini." Seorang pegawai—Ussy—datang sambil memberikan beberapa berkas yang ia sebutkan sebelumnya, lalu meletakkannya di atas meja.

     Tarun mengambil salah satu berkas yang di bawa Ussy. Berkas yang berisi daftar pegawai yang mengambil cuti. 

     "Kenapa kamu kasih ke saya? Saya kan enggak minta," ucap Tarun sambil melihat-lihat isi berkas itu. 

     "Pak Rizal yang menyuruh saya buat kasih berkas-berkas ini ke Bapak," dengan gemetar Ussy menjelaskan. 

     Dengan wajah datar, Tarun membaca sembarang nama yang ada di dalam berkas itu. Salah satu nama yang ia temukan adalah 'David Darmawansyah' yang berada di lembar kedua. Nama itu malah mengingatkannya pada David, yang telah meniduri istrinya. Dengan penuh rasa curiga, ia kembali membaca data-data mengenai orang itu yang ada di dalam berkas yang dipegangnya. Tetapi ia tidak bisa menemukan lebih banyak data mengenai orang itu. 

     "Boleh tolong berikan saya data mengenai pegawai-pegawai yang cuti? Berapa hari mereka cuti, alasan mereka cuti. Kalau bisa berikan juga alamat mereka. Terutama yang ada di lembar ke dua." Tarun tidak spesifik memberitahu kalau dirinya hanya ingin mengetahui data diri si pemilik nama 'David Darmawansyah.'

     

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BAB 15. Pertemuan Yang Mengejutkan

    Sontak Tarun terkejut mendengar fakta yang diberitahukan oleh Rizal. Tarun benar-benar tidak menyangka akan ada seseorang yang melakukan hal itu. Tak terkecuali David. Dia juga terkejut mendengar fakta itu. “Apa jangan-jangan dalangnya adalah kompetitor perusahaan?” tebak David. “Benar juga. Pasti ini semua ulah pesaing bisnis. Bisa-bisanya mereka bermain curang seperti ini.” Tarun benar-benar marah. Ekspresinya langsung berubah seketika. Tangannya mengepal dengan kencangnya. Di sisi lain, Rizal malah mencurigai kalau David adalah dalang di balik semua kekacauan ini. Karena dia merasa David pasti sudah mengetahui rencana Tarun. Tak lama, Ussy datang menghampiri Tarun. Dia menanyakan mengenai perkumpulan para pegawai yang akan dilaksanakan. “Dalam keadaan seperti ini, sepertinya perkumpulannya harus ditunda. Mungkin besok,” jawab Tarun. Setelah mendapatkan konfirmasi dari Tarun, Ussy langsung bergegas pergi. Mendengar hal itu, tiba-tiba terbesit

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BAB 14. Pedemo

    Rizal terdiam, tak tahu mau menjawab apa. Dia baru teringat kalau dirinya tidak pernah berbicara dengan David sebelumnya. Dia langsung salah tingkah, tak tahu mau bilang apa. David yang melihat gelagatnya yang mencurigakan, tersenyum tipis. Dari awal dirinya sudah yakin kalau Rizal pasti terlibat dalam rencana Tarun. Tarun yang menyadari situasi itu, langsung berusaha mengalihkan pembicaraan. “David, kamu sudah tahu tentang demo di kantor?” “Demo? Demo apa?” jawab David bingung. Dia tidak tahu sama sekali tentang demo yang dibicarakan Tarun. Belum sempat Tarun menjelaskan, tiba-tiba saja ponsel David berdering. Dia langsung saja mengambil ponselnya dan melihat panggilan suara dari Yaslin. “Saya izin pamit dulu ya, Pak. Sekalian pergi ke kantor,” ucap David dan langsung saja pergi dari sana meninggalkan Tarun dan Rizal. Setelah David pergi dari sana, Rizal langsung saja mengatakan pada Tarun tentang kecurigaannya pada David. Dia mengatakan kala

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BAB 13. Mencurigakan

    Tarun tersadar dari pingsannya. Dia membuka matanya perlahan, sambil memegangi kepalanya yang masih terasa begitu sakit. Tapi dirinya malah mendapati perban yang sudah terikat di kepalanya. Tarun melihat sekitar. Dia sadar kalau dirinya sudah ada di ruang rawat rumah sakit. Dia mencoba bangun untuk duduk sambil meringis kesakitan. Sayangnya tubuhnya begitu lemah yang membuatnya terbanting kembali ke ranjang rumah sakit yang ditempatinya. Tubuhnya makin terasa sakit dan membuatnya meringis kesakitan. Di saat yang bersamaan, seorang suster datang dan terkejut melihat Tarun yang sedang meringis kesakitan. Dengan panik, dia langsung bergegas menghampiri Tarun. “Bapak jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kondisi bapak masih belum membaik,” ucap suster itu. “Kenapa saya bisa ada di sini, Sus?” tanya Tarun dengan lemah sambil meringis kesakitan. “Seseorang melihat mobil bapak yang kecelakaan. Dan dia menemukan bapak yang sudah bercucuran darah tak sadarka

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BWB 12. Kecelakaan

    12. "Tarun!" panggil Rizal sambil berlari menghampiri Tarun. Dirinya terlihat begitu compang-camping dengan jas lusuh dan rambut acak-acakan. "Bagaimana? Belum mulai kan? Maaf aku telat," sambungnya. Tarun memperhatikan Rizal dari kepala hingga kaki. Dia yang melihat tampilan Rizal yang acak-acakan, merasa bingung. "Kamu dari mana saja, sih? Dari tadi aku sudah menunggumu. Bahkan sampai pertemuannya sudah mau selesai kamu masih belum juga sampai. Dan sekarang, kau baru sampai saat aku sudah ingin pulang dengan tampilan yang acak-acakan seperti ini." Tarun kesal d nahn Rizal. Dia tak pikir panjang untuk memarahi Rizal. Mendengar pertanyaan Tarun, Rizal langsung menunjukkan gelagat yang aneh. Dia terlihat bingung seolah tak tahu apa yang harus dia katakan. "I–itu, ta–tadi aku, a–aku kejebak macet." Rizal seperti sedang berusaha menutup-nutupi sesuatu. Tarun yang melihat gelagatnya yang begitu aneh, menjadi curiga pada Rizal. Tampilanmu acak-acakan, g

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BAB 11. Kesepakatan

    Yaslin akhirnya menelan obat yang dimasukkan paksa oleh pria berseragam dokter itu. Tak lama, matanya mulai kembali berkunang-kunang. Penglihatannya semakin lama semakin memudar. Saat itu, pria berseragam dokter itu mulai melepaskan cengkeramannya. Yaslin melihat pria itu mulai membuka baju di depannya sambil tersenyum lebar. Dia berusaha keras untuk tetap tersadar. Tapi pengaruh obat itu membuatnya semakin lama semakin tidak berdaya. ***** David berlari menyusuri lorong rumah sakit untuk segera menjemput Yaslin. Saat sudah hampir sampai, dirinya menemui Riyeti. Dia langsung saja menghampirinya dan menanyakan Yaslin padanya. “Yaslin masih di dalam. Tadi kata dokter ibu harus keluar biar enggak ketularan alerginya,” ucap Riyeti menjawab pertanyaan Tarun. “Apa? Menular? Sejak kapan alergi menular?” David benar-benar terkejut mendengar ucapan Riyeti. Firasatnya semakin buruk. Dia langsung saja bergegas menuju ruangan Yaslin meninggalkan Riyeti. Riyeti yang bing

  • Pembalasan Menantu Tertindas Yang Dikira Melarat   BAB 10. Dokter Jahat

    Yaslin merasa sangat aneh mendengar ucapan suster itu. Seingatnya, dirinya sudah diperbolehkan pulang sore itu oleh suster yang sebelumnya mengantarkan obat untuknya. "Bukannya saya sudah diperbolehkan pulang ya, Sus?" tanya Yaslin penuh kebingungan. Suster itu terlihat kebingungan mendengar ucapan Yaslin. Dia memperlihatkan gelagat yang aneh seakan xx berkata apa. Sambil mengucek matanya, Yaslin semakin bingung melihat gelagat aneh suster itu. "Pokoknya sekarang kakak langsung kembali saja ke kamar. Nanti dokter akan datang ke sini untuk memberikan kakak obat. Mungkin setelah itu kakak bisa langsung pulang." Suster itu kemudian mengantar Yaslin ke kamar rawatnya. Saat sedang menuju kamar, Riyeti tiba-tiba saja datang menghampiri Yaslin. Dengan wajah cemas dia berlari menuju Yaslin. "Loh, kamu habis dari mana? Kok sampai dipapah begini?" tanya Riyeti dengan begitu paniknya. "Enggak apa-apa, kok, Bu. Tadi aku habis dari toilet," jawab Yaslin. Ri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status