Home / Urban / Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar / Bab 7 : Pertama Kali Pergi Bersama

Share

Bab 7 : Pertama Kali Pergi Bersama

Author: Pipi_Kiri
last update Last Updated: 2024-01-29 20:05:00

Clara heran melihat Adrian yang bengong.

Dia pun melambaikan tangannya ke kiri dan kanan di depan wajah Adrian.

"Hei! Adrian? Kamu kenapa?"

Adrian yang terkesiap pun kembali sadar.

Matanya mengerjap beberapa kali sebelum tersadar sepenuhnya.

Rupanya tadi dia melamun dan membayangkan saat memeluk dan mencium Clara.

Wajahnya pun memerah karena mengingat itu.

Seandainya dia punya keberanian untuk melakukannya.

Tapi Adrian takut Clara akan marah atau malah menamparnya.

Dia tidak ingin wanita cantik di hadapannya ini membencinya karena hal sepele.

'Semoga saja dia tidak berpikir yang aneh tentangku!' pinta Adrian dalam hati.

"Ma-maaf, Clara. Terima kasih sudah mendukungku!" ucapnya gugup dengan mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Oh, oke. Aku masuk dulu," ujar Clara dengan ekspresi yang kembali datar.

Adrian pun menghembuskan napas lega karena hampir saja membuatnya malu.

Dia menatap tubuh belakang Clara sampai menghilang di balik pintu kamarnya.

Adrian sangat berharap suatu saat nanti mereka bisa lebih akrab lagi dan Adrian benar-benar bisa memeluk istrinya itu dalam keadaan sadar.

"Kapan kamu bisa menerimaku?" desahnya pelan.

Tak ingin larut dalam keadaan, Adrian memutuskan untuk segera turun karena siang sudah hampir beranjak pergi menuju sore, dia pun kembali melakukan rutinitasnya seperti biasa untuk merawat tanaman yang ada di sekeliling rumah itu.

Sementara itu dari lantai atas, Clara memperhatikan Adrian dari balik jendela kamarnya.

Malamnya…

Setelah makan malam dan beristirahat sebentar.

Baron pun memanggil Clara untuk mengajaknya bicara tentang perusahaan miliknya.

"Ada apa, Pa?" tanya anak perempuan satu-satunya itu.

"Ada yang ingin Papa minta darimu. Kamu tahu kan sekarang perusahaan Papa sedang dalam proses kembali ke awal, Papa ingin kamu bekerja di perusahaan untuk membantu Papa. Bagaimana?" ungkapnya dengan mimik wajah yang serius.

Setelah seharian memperbaiki dan menyusun ulang agenda perusahaan, membuat Baron berpikir untuk meminta bantuan Clara.

"Maksudnya aku bekerja bersama Papa?" tanya wanita bermata coklat terang itu memastikan lagi.

"Iya benar, Nak. Kamu bisa kan? Papa butuh orang yang bisa dipercaya untuk mengelola perusahaan kita," jelasnya lagi.

Clara pun tampak berpikir sejenak, lalu mengatakan jawabannya dengan yakin.

"Baiklah, Pa. Clara mau ikut Papa mengurus perusahaan. Lagipula Clara juga bosan di rumah terus seharian," jawabnya dengan tersenyum.

Mendengar itu wajah Baron langsung berbinar senang dengan mata yang lebar.

"Benarkah? Apa kamu yakin, Nak? Papa tidak memaksamu loh! Ini hanya pertanyaan biasa dan kesukarelaan dari hatimu saja," ucap Baron merasa senang.

Tapi walaupun Clara tidak mau, dia tidak akan memaksa putrinya untuk mengikuti kemauannya.

"Iya benar sekali, Pa!" jawabannya dengan bersemangat.

Besok paginya…

Clara terlihat memakai pakaian yang rapi dengan memadukan blouse berwarna peach dengan rok berwarna coklat muda lengkap dengan blazer berwarna putih susu, sangat cocok di tubuhnya.

Setelah sarapan bersama, Clara pun segera bersiap untuk pergi ke kantor.

"Mama senang kamu bisa bekerja bersama Papamu, setidaknya kamu bisa ada kegiatan lagi setelah sekian lama," ujar Cindy sambil menyiapkan tas kerja suaminya.

"Iya, Ma. Clara juga senang bisa bekerja lagi. Semoga Clara bisa membuat Papa bangga nanti," ucapnya sedikit was-was.

"Tentu saja! Kamu kan cantik dan pintar. Klien dan investor pasti akan dengan senang hati datang ke perusahaan kita! Hahaha!" tawa Cindy renyah.

Dia memang selalu membanggakan anaknya yang cantik itu pada semua orang, sayang nasibnya kurang beruntung.

"Semoga saja, Ma!" jawabnya pelan.

Baron yang sudah siap pun menghampiri mereka.

"Hari ini kamu berangkat sendiri ya? Kamu bisa pakai mobil lama Papa!" ucapnya tiba-tiba.

"Oke, Pa. Papa duluan saja ya? Clara mau mampir dulu ke suatu tempat,"

Mendengar itu, Cindy pun langsung melayangkan protes.

"Loh? Kenapa tidak bareng dengan Papa saja?" Cindy merasa keberatan.

Apalagi mereka hanya punya dua mobil di rumah ini setelah Baron membeli yang baru kemarin.

"Mama kalau pergi keluar naik taksi saja ya! Biarlah Clara memakai mobil sendiri. Itu akan terlihat bagus untuknya! Mama jangan protes!" ucap Baron santai.

Cindy pun memanyunkan bibirnya mendengar itu.

Dia jadi tidak bisa memamerkan mobil baru mereka pada teman-teman arisannya nanti.

"Iya! Mama tahu!" jawabnya bersungut-sungut.

Clara hanya menggelengkan kepala melihat tingkah orang tuanya.

"Ya sudah Papa pergi dulu!"

Baron pun melangkah ke depan pintu, dan Cindy pun mengantar suaminya.

Tak lama setelah itu Adrian pun turun dari kamarnya.

Clara sempat terkesima melihat penampilan Adrian hari ini.

Dia terlihat jauh lebih rapi dari hari-hari sebelumnya.

Adrian memakai kemeja biru tua dengan celana kain hitam lengkap dengan sepatu yang mengkilap.

Dia terlihat lebih gagah dan tampan dari biasanya.

Clara sampai tidak berkedip saat melihat Adrian berjalan ke arahnya.

"Pagi, Clara. Hari ini adalah hari pertamaku. Doakan lancar ya?" ucap Adrian penuh harap.

Meskipun dia tidak yakin Clara mau peduli padanya tapi dia tetap akan berusaha menarik perhatian dan simpati istrinya itu.

"I-iya!" jawab Clara sedikit terbata.

Dia mencoba mengalihkan rasa kagumnya dengan merapikan rambutnya yang tergerai sebahu.

"Kalau begitu aku pergi dulu!" ucap Adrian pamit.

"Hmm, apa kamu naik taksi?" tanya Clara ragu.

Adrian pun menghentikan langkahnya dan kembali menoleh ke arah Clara.

"Iya, benar. Ada apa?" tanya Adrian heran.

"Ikutlah denganku. Hari ini aku bekerja di perusahaan Papa, jadi sekalian saja kita berangkat bareng. Nanti kamu yang bawa mobil karena lokasinya lebih dekat ke tempatmu bekerja," jelasnya sambil bangkit berdiri.

Adrian tentu terkejut mendengar itu, pantas saja pagi ini Clara terlihat lebih cantik dari biasanya.

Rasanya Adrian sedikit cemburu melihat istrinya itu nanti ditatap oleh banyak orang.

Adrian merasa tidak rela!.

"Benarkah? Kenapa tiba-tiba sekali?" tanya Adrian berani.

"Papa yang memintaku. Ayo, nanti terlambat!"

Clara pun berjalan lebih dulu melewati Adrian yang masih bengong dan mencerna ucapan Clara barusan.

'Seharusnya aku tidak membiarkanmu bekerja!' batin Adrian protes.

Tapi dia tidak mungkin tiba-tiba marah dan meminta Baron membatalkan rencananya, dia akan mencari cara nanti.

Adrian pun bergegas keluar sebelum Clara menunggunya.

"Loh? Mau kemana kamu?!" tanya Cindy dengan mata melebar.

"Adrian mulai hari ini sudah bekerja, Nyonya. Bukankah semalam sudah saya beritahu?" tutur Adrian tetap sopan.

Cindy tentu tidak terima, "Lalu bagaimana dengan pekerjaan di rumah ini?! Siapa yang akan menggantikanmu? Enak saja! Jangan bertingkah sesukamu ya?!" ucapnya ketus.

"Tapi, Nyonya. Saya kan-"

"Ma, biarkan Adrian bekerja. Nanti minta Pak Mario untuk melakukannya," bela Clara.

Cindy mencebikkan bibirnya kesal mendengar putrinya yang terus membela suaminya.

"Kamu kenapa masih berdiri di situ? Kenapa belum pergi juga nanti terlambat!"

"Clara pergi bersama Adrian, Ma!" jawabnya singkat.

"Apa?! Enak benar! Biar dia pergi sendiri naik ojek atau taksi! Mama tidak mau dia membuat kamu malu!" pekiknya tidak suka.

"Ma, sudahlah tidak apa-apa. Lagipula kami juga searah. Ayo, Adrian!"

Adrian pun langsung menerima kunci yang disodorkan Clara dan mereka pun masuk ke dalam mobil.

Meskipun begitu, Cindy tidak lagi dapat mencegah mereka dan membiarkan Clara pergi bersama Adrian kali ini.

Dia akan mengadu pada suaminya nanti.

"Awas kamu ya!"

Selama perjalanan mereka berdua hanya diam dan terlihat canggung.

Ini kali pertama bagi Adrian bisa satu mobil bersama istrinya.

Biasanya Clara selalu pergi sendiri atau bersama Cindy.

Dia tidak pernah punya kesempatan untuk bersama istrinya.

Adrian memiliki ide untuk mengajak istrinya itu bicara.

Apalagi saat ini mereka masih memakai mobil mertuanya, itu artinya mobil pinjaman, Adrian merasa bersalah dalam hal ini.

"Hmm, Clara. Aku janji akan membelikan mobil baru untukmu nanti!" ucapnya tiba-tiba.

"A-apa?!" jawab Clara tidak percaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Pipi_Kiri
Terima kasih, Kak...
goodnovel comment avatar
Srie
cerita nya baguss
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 144 : Apa Hubungan Mereka?

    Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 143 : Menyalahkan Semua Orang

    Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 142 : Berita Itu Membuatku Sedih

    “A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 141 : Ini Balasan Untukmu!

    Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 140. Keputusan Yang Sulit

    Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan

  • Pembalasan Sang Menantu Terkaya Yang Menyamar   Bab 139. Aku Akan Membunuhmu!

    “Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status