Zach belum juga sadarkan diri, namun masalah kebakaran di perusahaan Matlex sudah dibebankan kepada dirinya. Dari hasil pemeriksaan kepolisian, ada satu bagian kabel yang mengalami korsleting dan pada hari itu Zach yang bertugas menangani kerusakan kabel tersebut. Zach dituntut untuk mengganti rugi satu juta dollar atas kerugian yang perusahaan alami, atau sebagai gantinya Zach akan dipenjara jika ia tidak bisa mengganti kerugian. "Tidak bisakah kalian menunggu sampai di sadar? dia bahkan baru saja melewati kematian karena kebakaran itu," "Maaf Abigail, tapi saya hanya menjalankan prosedur dari perusahaan. Jika dia sudah sadar tolong segera hubungi kami, atau kami akan menyeretnya ke dalam penjara tidak perduli dia sakit atau tidak." ucap direktur utama dari perusahaan Matlex. Abigail mengacak rambutnya dengan perasaan frustasi, satu juta dollar? lima ratus ribu dollar pun ia tidak memilikinya. "Sudahlah Abigail, itu bukan urusanmu. Biar Zach yang menanganinya nanti ketika dia sud
August melirik ke segala arah untuk mencari keberadaan Abigail, namun gadis itu kini sudah menghilang dan August tidak mengetahui dimana keberadaannya. August tidak mencurigai Lucia karena sejak tadi adiknya itu sibuk menikmati pesta, tapi Abigail juga tidak kunjung menjawab panggilan teleponnya."Ada apa? kenapa kamu begitu panik?" tanya Ryan, pria itu tengah duduk sendirian di balkon depan meratapi kesedihannya karena pertunangan Lucia."Aku mencari Abigail, gadis itu pergi tanpa memberitahukan dulu kepadaku kemana dia akan pergi!" sahut August kesal bercampur khawatir. "Abigail? aku tadi melihatnya bersama adikmu, sepertinya dia mabuk." "Adikku? maksudmu Luca?" "Iya dia, memangnya kamu memiliki adik selain Lucia dan Luca?" sahut Ryan sambil terus menghisap cerutunya. "Sial! kemana dia membawa Abigail dan kenapa kamu tidak mencegahnya!" August menarik kerah kemeja Ryan yang tengah merokok hingga ia terbatuk dan cerutunya mengenai tangannya. "Dia pergi ke kamar tamu yang jarang
Beberapa hari Abigail habiskan waktunya untuk merawat Zach di rumah sakit, August memberikannya libur agar Abigail bisa memenangkan diri begitu juga dengan dirinya. August masih belum sanggup untuk melihat wajah Abigail, ia masih terus dibayangi rasa bersalah dan juga rasa menyesal yang teramat dalam. "Aby, tolong ambilkan aku handuk! Aku lupa membawanya!" teriak Zach dari dalam kamar mandi. "Aku pikir kamu sudah sembuh total Zach, kamu sudah bisa berteriak sebegitu kencangnya." "Oh, uhuk uhuk! tidak aku belum sembuh, lihatlah aku masih batuk dan suaraku masih serak." Zach berpura-pura batuk hingga akhirnya ia terbatuk sungguhan.Sambil menunggu Zach selesai mandi, Abigail menyiapkan makanan untuk Zach sarapan sebelum mereka pulang siang ini. Zach sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya dirasa sudah cukup membaik, berhari-hari di rumah sakit membuat Zach bosan karena yang ia lakukan hanya terbaring di tempat tidur bahkan Abigail tidak sudi menciumnya entah kenapa.
"Maaf, kami belum sempat merenovasi semuanya karena kami terburu-buru menjual rumah ini." ucap pemilik rumah."Tidak apa, saya bisa merenovasi sisanya nanti. Saya sudah mentransfer uang pembelian rumah ini, silahkan di cek di akun bank anda." Setelah beberapa hari mencari tempat tinggal yang baru, Zach akhirnya menemukan tempat tinggal tidak jauh dari pusat kota dan tempat kerjanya yang baru. Meskipun hanya diterima sebagai seorang pramu di toko swalayan, setidaknya Zach masih beruntung karena ia bisa kembali mendapatkan pekerjaan dalam waktu singkat."Aby?" Zach menghampiri Abigail yang tengah termenung di jendela kamar, entah apa yang dipikirkannya namun sudah beberapa hari ini ia nampak murung. Zach juga melihat semakin hari Abigail semakin pucat, bahkan mood Abigail juga sangat tidak stabil."Aby, apa kamu tidak menyukai rumah ini?" tanya Zach."Aku menyukainya Zach, jangan khawatir.""Lalu kenapa kamu terus murung seperti itu? apa kamu menyesal karena sudah memilih keputusan un
"Apa kamu baik-baik saja Aby? kamu terlihat sangat pucat," tanya Zach karena semakin hari Abigail semakin terlihat tidak sehat. "Entahlah, aku merasa tidak berselera untuk sarapan. Maaf Zach, sepertinya aku akan langsung ke kantor saja.""Biar aku antar, aku juga ingin pergi ke toko pagi ini." Sepanjang jalan Abigail hanya diam dan menatap ke luar jendela, tatapannya menerawang jauh seolah ada banyak hal yang ia pikirkan. Abigail melirik Zach dari sudut matanya, seraya memikirkan kekhawatiran yang belakangan ini sangat mengganggunya. Zach baru saja bangkit dari keterpurukannya, sepertinya ini bukan hal yang baik untuk mereka dapatkan disaat keadaan mereka masih belum stabil. "Aby?" Zach menepuk pipi Abigail lembut."Ya Zach?""Kita sudah sampai,"Abigail melirik ke luar dan ternyata kini mobil Zach sudah berada di lobby kantor August, ia segera keluar karena sudah ada antrian lain di belakang mobil Zach yang juga ingin memasuki area lobby. Abigail melangkah pelan ke dalam karena i
Zach kembali ke rumah dengan membawa sebuah buket bunga dan juga coklat untuk Abigail, beberapa hari ini Abigail nampak murung dan Zach pikir mungkin hadiah kecil darinya bisa membuat mood Abigail membaik. Zach menghampiri Abigail yang tengah tertidur di kamar, mencium keningnya lembut dan membelai pipinya yang mulai terlihat agak tembam. "Zach," "Maaf aku mengganggu tidurmu," Zach mengecup lembut bibir Abigail dan membelai pucuk kepalanya."Aku punya sesuatu untuk gadis cantikku," Zach memberikan hadiah itu kepada Abigail, namun ternyata respon Abigail tidak sesuai ekspektasinya. Abigail hanya tersenyum tipis, padahal Zach kira ini akan membuat Abigail senang karena yang Zach tau wanita menyukai kejutan seperti ini. "Zach, aku ingin memberitahukan sesuatu kepadamu." Abigail mengambil sebuah amplop dari laci nakas, lalu memberikannya kepada Zach dengan hati yang begitu cemas. Zach membuka amplop tersebut, membaca isi dari kertas yang dipegangnya dengan seksama namun ia masih belu
"Ayah, aku ingin berbicara dengan Kai sebentar," pinta Luca sebelum kepergiannya ke Italia. Luca menghampiri pria paruh baya yang berdiri di sebelah James, lalu menggiringnya sedikit menjauh dari James karena ia tidak ingin siapapun tau soal rencananya. "Aku ada sedikit pekerjaan untukmu,""Apa tuan muda?""Tolong ikuti gadis ini dan kabarkan kepadaku setiap gerak geriknya," titah Luca sambil menunjukkan foto Abigail."Gadis ini yang pernah bermasalah dengan nona Lucia kan? apa tujuan anda mencari tau tentang gadis ini?""Sudah, jangan banyak bertanya. Lakukan saja apa yang aku perintahkan dan jangan sampai ada yang tau soal ini termasuk ayahku!"Kai menggangguk patuh, setelah memberikan sedikit tugas untuk Kai Luca akhirnya bisa pergi ke Italia dengan tenang. *****Suasana pagi ini di ruangan August nampak berbeda dari biasanya, wewangian parfum ruangan juga beberapa bunga menghiasi vas bunga di ruangannya. Kopi hangat dan sebuah croissant yang baru matang disajikan khusus untuk A
Abigail kembali ke rumah bersamaan dengan Zach yang baru kembali setelah bekerja, di tangannya Zach membawa buah-buahan, vitamin dan susu hamil untuk Abigail. Meski pada awalnya ia menolak bayi itu, namun pada akhirnya ia juga mulai merasa antusias dan bersikap layaknya seorang calon ayah yang baik. "Aby, aku punya sesuatu untukmu." ucapnya lalu menujukkan satu kantong plastik besar ke arah Abigail. "Terimakasih daddy Zach!" Abigail menerima pemberian Zach dengan senang hati dan mengecup lembut pipi prianya.Zach melirik ke arah meja dapur, "Aby, apa yang ada di kantong belanja itu?""Itu susu untuk ibu hamil, vitamin, buah dan beberapa buku tentang kehamilan.""Kamu yang membelinya?" Abigail menggeleng, "Bukan, kak August yang memberikannya."Senyum Zach mendadak pudar, ia membuka kantong belanja tersebut dan memeriksa seluruh isinya. "Dia memberikanmu susu dan vitamin yang mahal, sedangkan aku hanya memberikanmu susu dan vitamin yang tidak seberapa harganya." "Zach, aku tidak pe