Share

2. Vero Mencelakai Alika

“Aku akan mengirimkan sisa pembayarannya jika kau telah menghabisi nyawanya,” seru Vero berbicara pada seorang pria di seberang telpon.

Vero mematikan panggilan secara sepihak, mengetahui jika Alika ternyata mengandung anak Arsen, dia harus menghilangkan Alika dan bayi itu agar Arsen akan tetap menjadi miliknya.

Sudah sejak lama, Vero menyukai Arsen tetapi pria itu malah menyukai Alika anak yatim piatu. Arsen hanya melihatnya sebagai sahabat masa kecil, hal itu membuat Vero semakin dendam pada Alika.

Seorang pria tengah duduk di atas pohon memegangi sebuah senjata laras panjang. Mata pria itu tengah membidik, sebuah mobil sedan yang tengah melaju di jalanan menggunakan teleskop senjatanya miliknya.

Ketika mobil itu lewat sesuai perkiraannya, seketika dia menarik pelatuk senjata dan—

Dor! Dor! Dor!

Beberapa kali tembakan ia lesatkan membuat mobil yang tengah melaju kehilangan kendali, pengemudi seketika menginjak rem mendadak, hingga akhirnya mobil itu menggelinding dan terbalik di jalan.

Melihat targetnya tepat mengenai sasaran membuatnya seketika meloncat dari atas pohon menghampiri mobil yang tengah terbalik. Dari dalam dalam mobil, terlihat masih ada sebuah kehidupan, dengan wajah penuh dengan darah akibat pecahan kaca mobil melukainya.

Suara langkah kaki menggunakan sepatu boots terdengar mendekat ke arah mobil yang tengah terbalik itu. Dengan jelas pria itu mendengar sebuah suara parau dari dalam mobil tengah meminta pertolongan.

“T-tolong. Tolong aku.” Suara itu begitu parau mungkin ia tengah berteriak.

Pria itu menundukkan setengah badan melihat ke dalam mobil, ia melihat Alika tengah mengulurkan tangan dengan bibir berkomat-kamit tetapi suaranya tidak terdengar.

Pria menyunggingkan senyum. “Ternyata kau punya banyak nyawa,” ucapnya sambil terus memperhatikan Alika yang berada di dalam sana.

Mendengar suara yang begitu dekat dengannya membuat Alika berusaha membuka mata, samar-samar dia melihat wajah yang tengah melihat dirinya berada dalam  ambang kematian.

Tangan itu kembali terulur ke luar, masih berusaha membuka mata yang penuh dengan darah. “K-ku mohon, tolong selamatkan aku.”

“Kenapa juga aku harus menyelamatkanmu, lagi pula aku dibayar untuk membunuh. Salah sendiri tidak pandai menghindar dan menyelamatkan dirimu,” celetuk pria itu.

Mata Alika terlihat ingin hidup lebih lama. Cukup lama pria itu memperhatikannya yang tengah berjuang hidup itu, bahkan dengan sisa tenaga yang dimiliki, dia memilih untuk berjuang meloloskan diri dari kematian. Merangkak untuk keluar dari dalam mobil, sesekali dia meringis merasakan kesakitan. Tangannya dipenuhi oleh cukup banyak luka.

Pria itu mengangkat sebelah alis memperhatikan perjuangan hidup wanita di hadapannya. “Please … aku sedang hamil, t-tolong.“ Suara Alika terdengar serak memohon agar dia diselamatkan.

Bukan nyawanya yang Alika pikirkan tetapi nyawa bayi yang tengah berada di dalam kandungan.

“Ternyata kau wanita yang kuat untuk bertahan hidup, ya?” komentar pria itu lagi. “Bukankah kau lebih baik mati saja, lagi pula orang yang menyuruhku menginginkanmu untuk mati. Aku hanya diminta untuk membuatmu mati akibat kecelakaan dan kau belum juga mati, ini benar-benar sangat merepotkan.”

Bibir Alika bergetar, ia sekali lagi mencoba mengulurkan tangan. “T-tolong … selamat bayiku,” pinta Alika, dia mengatakan sesuatu pada pria itu tetapi suaranya tidak terdengar. 

“Nona. Aku minta maaf, aku harus melakukan hal ini padamu.”

Desisan terdengar, membuat pria itu kembali mengerutkan kening. Bau tidak sedap mulai tercium di hidung membuatnya melirik ke arah bagian atas mobil, di sana terlihat asap keluar dari mesin bisa dipastikan jika sebentar lagi mobil itu akan segera terbakar dan meledak.

“Selamat berjuang, Nona,” ucap pria itu.

Beberapa saat ketika dia telah pergi dari sana, barulah mobil itu meledak membuat beberapa bagian-bagian mobil berterbangan dan berserakan di mana-mana.

Suara sirine ambulan terdengar mencengkam memasuki sebuah halaman rumah sakit, membuat beberapa orang begitu sigap menyambut pasien. Ketika mobil itu terparkir, semuanya begitu sibuk mengeluarkan Alika yang penuh dengan luka-luka di wajahnya.

Begitu banyak darah yang menetes di lantai rumah sakit.

Roda hospital bed tengah mengikuti arah langkah kaki para perawat yang tengah membawa seseorang pria yang terluka ke dalam  ruang operasi, darah terlihat menetes di lantai membuat jejak di setiap jalan yang dilalui.

“Tuan, Nona Muda mengalami kecelakaan!”

Mendengar berita itu membuat pria yang mengaku ayah Alika terkejut tetapi sebisa mungkin mengubah raut wajahnya. “Kirimkan dokter terbaik, aku tidak ingin kehilangan putriku,” ucap pria itu dengan suara beratnya.

“Sepertinya Nona mengalami keguguran.”

“Pastikan putriku baik-baik saja. Aku tidak membutuhkan bayi itu.” Begitu dingin pria itu mengeluarkan perintah. 

“D-dokter pasiennya mengalami pendarahan,” seru suster. “Sepertinya dia keguguran,” tambah suster dengan panik menangani Alika.

Dokter yang melihat kondisi Alika yang begitu buruk mencoba untuk segera bertindak melakukan pertolongan sesegera mungkin.

Pertolongan pun diberikan pada Alika, tidak ada satupun yang berada di sana selain seorang pria yang menemukan Alika dan membawanya ke rumah sakit.

“Anda suaminya?” tanya seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan tindakan darurat.

“B-bukan, s-saya yang menemukannya,” jawab pria itu dengan sedikit terbata-bata.

Suster itu cukup kebingungan, harus mengatakan pada siapa kondisi Alika.

“Katakan padaku, saja, Dok. Saya akan menyampaikan pada keluarganya, jika mereka datang,” seru pria itu.

“Kondisinya sangat buruk, dia mengalami keguguran,” seru suster itu membuat raut wajah pria yang tengah menunggu Alika terkejut.

“D-dia hamil?” Hanya ada anggukan dari suster. Pria yang menyelamatkan Alika terkejut, dia tidak tahu jika wanita yang ditolongnya tengah hamil. 

“T-tolong, lakukan yang terbaik, Dok.”

Pria itu mencari barang-barang Alika, dia berharap bisa menghubungi Alika. Dia menemukan ponsel Alika dan menghubungi nomor yang berada di sana tetapi tidak ada jawaban dari nomor yang dipanggilnya.

Hingga panggilan pria itu dijawab. “Hallo.”

“Syukurlah, anda mengangkat telepon ini. Aku ingin mengabarkan jika pemilik ponsel ini sedang berada di rumah sakit. Dia mengalami keguguran dan sedang berada–tut-tut-tut.” Panggilan terputus membuat pria itu menghubungi tetapi panggilan tidak tersambung.

“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi”

Pria itu menghubungi nomor Arsen dan yang mengangkat panggilannya adalah Vero. Vero yang mendengar jika Alika masih selamat begitu marah, membuatnya segera menghubungi nomor pria yang disewa.

“Bukankah aku memintamu membunuhnya? Kenapa dia tidak mati?” teriak Vero dengan nada tinggi saat panggilannya di angkat. Wanita yang diinginkan mati, masih selamat hal itu membuatnya marah. “Bukankah aku memintamu menghabisnya? Kenapa kau tidak melakukannya? Huh?”

“Nona, saya sudah melakukan seperti yang kau perintahkan. Membuatnya kecelakaan, saya tidak tahu mengenai apakah dia mati atau tidak. Saya sudah memberikan rekaman video mengenai kecelakaannya, jika mobil yang digunakan bersama taksi tersebut meledak.”

“Apa kau tidak memastikan dia sudah mati atau tidak? Bukankah—”

“Nona. Suara ledakan itu cukup keras, para warga berdatangan. Tidak mungkin saya berlama-lama di sana, jika saya memastikan dia hidup atau mati yang ada saya akan ditangkap, dan akan kupastikan Nona juga ikut terseret dalam kasus ini,” ucap pria itu tegas.

Vero segera mematikan panggilannya. “Sialan. Kenapa Alika tidak mati saja,” umpat Vero.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status