Share

3. Antara Penghinaan dan Dendam

Seminggu telah berlalu saat Alika kecelakaan. Pria yang menolongnya pun, tidak terlihat setelah itu. Seakan hilang entah ke mana, beberapa perawat yang berbisik-bisik mengenai Alika yang tidak ada satupun keluarga yang datang untuk menjenguk.

Bau disinfektan tercium pekat di hidung, samar-samar ia membuka mata terlihat langit-langit kamar berwarna putih. Ia melirik ke kiri dan ke kanan, Alika menyadari jika dia berada di rumah sakit.

"Kau sudah sadar?" Suara yang dikenal Alika di sana. Benar saja, terlihat pria yang mengaku ayahnya duduk di sofa, tidak luput beberapa pria yang menjaga di sana. "Panggil dokter!"

Sekilas kepalanya terasa sakit disertai pusing, Alika mengingat kejadian yang baru saja terjadi membuatnya segera mengelus perut, dia merasakan ada yang sesuatu yang ganjil pada tubuhnya. Dokter pun segera bergegas ke ruangan Alika, sesaat memberikan hormat pada pria itu. 

"Tuan Ankara!"

"Jangan pedulikan aku, laksanakan saja tugasmu, anggap aku tidak ada di sini," ucap pria dipanggil Ankara oleh Dokter.

Dokter segera mendekat ke arah Alika. “Nona Alika, syukurlah, Anda sudah siuman,” seru dokter sambil memakai stetoskop.

Sesaat dokter itu melirik ke Ankara yang tengah membaca kembali bukunya. Mengingat ancaman dari Ankara beberapa hari lalu, saat Alika tidak sadarkan diri ia cukup lega hari ini karena Alika sudah sadar, dengan begitu ancaman Ankara tidak akan terjadi.

“A-apa yang terjadi pada saya, Dok? B-bagaimana dengan–” Alika melihat raut wajah dokter, membuatnya bisa menebak jika telah terjadi hal buruk.

“Saat Anda datang, Anda telah keguguran. Saya hanya bisa menyelamatkan nyawa Anda,” jelas dokter dengan nada pelan.

Bibir Alika bergetar mendengar penjelasan dokter mengenai kondisinya. “T-tidak, i-itu tidak mungkin ‘kan, Dok? Tolong katakan, jika hal itu tidak terjadi,” ringis Alika sambil menarik tangan dokter berharap apa yang didengarnya tidak benar.

Namun, sayangnya dokter membenarkan apa yang baru saja dikatakan.

“Aarrgghh ….” Suara Alika begitu menggema di kamar inap miliknya membuat menarik beberapa orang untuk mengetahui apa yang terjadi.

Ankara melihat Alika yang frustasi karena keguguran menyipitkan mata, wajahnya berubah dingin. “Kau sudah keguguran tidak ada yang bisa mengubah fakta itu,” ucap Ankara. “Berhentilah menangis seakan duniamu telah runtuh,” tambahnya.

Alika tidak terima dengan perkataan Ankara. “Bagaimana bisa kau mengatakan hal sekeji itu, huh?” Alika bertanya dengan suara keras. “Apa benar kau ayahku, aku rasa tidak.”

Ankara diam, ia melihat Alika. “Aku sudah mengatakan padamu semuanya saat pertama kali bertemu tapi kau tidak mempercayaiku.”

Perkataan Ankara membuat Alika terdiam. Benar apa yang dikatakan oleh Ankara, jika dia percaya mungkin dia tidak akan pergi ke pesta itu dan tidak akan kehilangan bayinya.

Dia telah kehilangan pria yang telah dicintai dan sekarang dia kehilangan bayi dalam kandungannya. Beberapa saat kondisi mental Alika begitu buruk bahkan membuat dokter menyuntikan penenang pada Alika.

Alika tersedar beberapa saat setelah itu, tatapan kosong seakan tidak ada harapan hidup. Ia teringat apa yang telah diperbuat oleh keluarga Matthias padanya.

Jarum infus yang berada di tangannya, segera dilepas. 

“Kau ke mana? Kau masih belum sembuh.”

“Bukan urusanmu.”

Pengawal Ankara mencoba mencegah Alika keluar, tetapi Ankara menyuruh mereka untuk tidak menghentikan putrinya.

“Tuan—”

“Awasi dia dari jauh!” 

Ankara begitu minim berbicara, entah karena seperti itu sifatnya atau dia tengah membatasi dirinya.

Seperti yang diperintahkan oleh Ankara, pengawal yang diutus hanya memperhatikan Alika dari kejauhan, tidak melakukan apapun tanpa perintah dari tuannya. Ia pun tidak mengerti apa yang dipikirkan Ankara, begitu dingin dengan Alika. Padahal ia tahu jika Ankara telah mencari Alika sudah cukup lama, mungkin dirinya adalah orang ketiga di sisi Ankara yang membantu pria itu untuk menemukan keberadaan Alika.

Alika mendatangi rumah Arsen, dia tidak peduli lagi dengan pria itu. Dia hanya menuntut keadilan mengenai apa yang dialami, kehilangan bayi dikandungnya.

“Aku tahu mereka yang menyebabkan kecelakaan itu,” batin Alika yang tengah berjalan sambil memegang dinding.  

“Arsen, Vero, keluar kalian!” teriak Alika dari luar rumah keluarga Matthias. “Kalian harus bertanggung jawab apa yang terjadi padaku.” Alika berteriak sekali lagi, membuat Arsen keluar, dia melihat wanita yang dicintai begitu marah, wajah pucat bahkan memiliki luka-luka di tubuhnya.

“Apa yang terjadi—” 

Alika mundur beberapa langkah, saat Arsen berusaha mendekat ke arahnya. “Semua ini salahmu, Arsen. Salahmu. Aku tidak akan pernah memaafkanmu,” ucap Alika dengan geram. 

Arsen berusaha untuk mendekat ke arah Alika, dia ingin memastikan keadaan wanita itu baik-baik saja, tetapi Vero lebih dulu menarik tangannya.

“Vero, apa yang kau lakukan? Huh?”

“Harusnya aku bertanya padamu, apa yang kau lakukan?”

Seluruh keluarga Matthias yang mendengar keributan di luar ikut keluar, mereka melihat Alika yang berada di depan rumah mereka.

“Apa yang kau lakukan di sini, Alika? Apa kau tidak puas setelah mengacaukan pesta pernikahanku?” tanya Vero dengan kesal, dia bahkan menggandeng tangan Arsen memperlihatkan kemesraan di hadapan Alika. 

Alika tertawa sesaat. “Aku tahu, kau pelakunya, Vero.”

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.”

“Berhentilah berpura-pura, aku tahu kalian yang melakukannya.”

Sonia yang berada di sana, langsung menampar Alika. “Kau bicara apa? Kami bahkan tidak tahu, apa yang kau katakan!”

Alika tertawa besar seketika. “Lucu sekali, kalian pasti sudah tahu apa yang kualami, kalian pasti tidak menginginkanku karena mengandung anak Arsen jadi kalian ingin membunuhku,” ucap Alika dengan latang.

“Alika, apa yang kau katakan? Bicaralah dengan jelas.”

“Kalian telah membunuh bayiku!”

Bagaikan disambar petir, Arsen mendengar apa yang dikatakan oleh Alika. Alika keguguran, itu sama halnya dengan dia kehilangan bayinya.

“Kenapa? Kenapa kalian membunuh bayiku?” teriak Alika bertanya pada keluarga Matthias yang tengah berada di hadapannya.

“J-jangan katakan itu benar, El.”

“Itu kenyataannya. Arsen.”

“Alika!” Vero berteriak dengan suara lantang, kehadiran Alika benar-benar membuat suasana yang seharusnya romantis menjadi kacau. “Jangan memfitnah keluargaku, Alika. Pergi dari sini, kau pasti berpura-pura agar kami mengasihimu.”

Suara Vero yang begitu lantang membuat Alika menatap tajam ke arahnya, akibatnya Vero tidak bisa berkata-kata. Tatapan tajam itu sangat menakutkan.

“Arsen! Selamat Arsen Raiga Matthias, kau telah membuat seorang ibu kehilangan bayinya,” ucap Alika membuat hati Arsen menjadi sakit. “Kalian, keluarga Matthias. Kalian telah membunuh bayiku!” tegas Alika penuh dengan deraian air mata.

Ia pun tidak tahan lagi dengan segala penghinaan yang dilakukan oleh mereka terhadapanya. Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Ketika dia mengingat suara pria yang menyelamatkannya, hal itu membuatnya sadar jika dia tidak boleh terus dipermainkan.

“Sepertinya aku datang percuma menuntut keadilan atas diriku,” ucap Alika lirih. “Seorang pria yang tidak bertanggung jawab, serta keluarganya seperti iblis ditambah wanita yang begitu licik.” Senyum kecil dilukis di wajah Alika walaupun hati sangat sakit, dipenuhi amarah, dia berusaha untuk menegarkan hati dan, membulatkan tekad akan membalas segala yang dialami.

Di dasar hati Alika telah terbit dendam yang begitu kokoh.  Ia menghela napas kasar kemudian menatap satu persatu wajah yang telah memperlakukannya dengan tidak adil.

“Apa yang kau tunggu, cepat pergi dari sini,” usir Vero.

Seketika Alika terkekeh, begitu miris hidupnya. Sahabat yang telah dianggapnya seperti saudara sendiri, menusuknya dari belakang mengambil segala yang dia miliki.

“Ternyata kau lebih murahan dariku, Vero,” ucap Alika mengejek mantan sahabatnya itu. “Setelah semua yang kau lakukan, kau bahkan tidak mengakui apa yang telah kau lakukan. Akan kupastikan, menemukan bukti jika kau yang menyebabkan kecelakaan itu. Akan kutemukan pria yang kau sewa,” ucap Alika menatap Vero penuh amarah.

Vero tidak terima dengan segala tuduhan yang Alika berikan, ia pun mendekat dan segera melayangkan tangan untuk menampar Alika sebelum menyentuh pipi Alika tangannya lebih dulu ditangkap kemudian dihempaskan dengan kasar.

“Jangan menyentuh pipiku dengan tangan kotormu itu. Aku tidak sudi pipiku disentuh oleh tangan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Alika dengan tegas.

Kali ini, ia tidak ingin tertindas. Dia harus melawan segala perlakuan yang telah diberikan padanya. Dia harus menjadi lebih kuat, dan tegas.

“Alika, jangan mungkin kau salah paham. Vero tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu.”

“Arsen.” Suara Alika meninggi seketika, dia menatap ke arah pria yang paling dipercayai. “Aku mendengar dengan telingaku jika wanita ular itu yang menyewanya untuk membunuhku. Apa kau juga tidak percaya padaku? Ah, benar. Kau tidak mungkin percaya padaku, lagi pula aku bukan siapa-siapa.”

“Al—”

“Jangan pernah sebut namaku lagi seperti itu.”

“Kau tidak tahu apa yang kurasakan, jadi diamlah. Aku kehilangan bayiku karena wanita itu,” geram Alika sambil menunjuk ke arah Vero. “Jika kau ingin marah padaku, marahlah atau kau ingin memukulku juga? Silahkan.” Alika tersulut emosi dia benci pada Arsen yang tidak bisa melihat kebenaran. 

Arsen terdiam, dia tidak pernah melihat Alika yang seperti itu sebelumnya. Wanita itu benar-benar dipenuhi oleh amarah. 

“Kalian menginginkan aku pergi bukan? Ya, aku akan pergi dari sini, sebelum itu dengar baik-baik apa yang aku katakan,” tatapan Alika berubah, penuh kebencian di dalamnya. “Aku, Alika Farhan, detik ini bersumpah akan membalas semua yang telah kalian lakukan padaku. Aku akan membalasnya 10 kali lipat penghinaan, penderitaan serta pengkhianatan in.”

Alika melangkahkan kakinya mendekat ke arah Arsen.

“Kau ….” tunjuk Alika. “Arsen Raiga Matthias, kita adalah musuh. Seluruh keluarga Matthias adalah musuhku. Ingatlah, aku akan kembali lima tahun lagi, dan akan menghancurkan seluruh apa yang kalian miliki. Akan kubuat kalian meminta maaf sambil berlutut di kakiku.”

Perkataan yang dilontarkan oleh Alika membuat mereka semua gugup, begitu pula dengan Vero, apalagi ketika Alika menatap tajam kemudian mendekat ke arahnya. Tubuhnya seketika gemetar.

“Dengan ini baik-baik Vero. Nikmati, apa yang bisa kau nikmati mulai sekarang, ketika aku kembali, akan kupastikan kau tidak akan tidur dengan nyenyak. Aku akan membuatmu menyesal merebut segalanya dariku, akan kupastikan kau akan kehilangannya, akan kubuat kau bermimpi buruk setiap malam,” ucap Alika lantang, matanya menggambarkan keseriusan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status